FroyonionHQ

GENERASI SANDWICH, JANGAN LUPA CINTAI DIRI LO SENDIRI DULU!

Ngebahas fenomena ‘sandwich generation’ emang enggak bakal ada abisnya. Gue juga jadi bagian fenomena tersebut dan ini opini gue soal cara generasi sandwich bisa terus optimis jalani hidup. Check this out, Civs!

title

FROYONION.COM - Istilah sandwich generation udah enggak asing lagi buat banyak anak muda, termasuk gue. Istilah yang kesannya keren ini lumayan sering dibahas orang di media massa maupun media sosial. Namun, sebelum ngebahas lebih dalem, kita pahami dulu maknanya biar lebih jelas. 

Kalo gue baca dari laman resminya Otoritas Jasa Keuangan di sikapiuangmu.ojk.go.id, istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1981 oleh profesor sekaligus direktur praktikum University Kentucky, Lexington, Amerika Serikat bernama Dorothy A. Miller

Beliau mendefinisikan “generasi sandwich” sebagai sebuah generasi orang dewasa yang menanggung hidup tiga generasi yaitu orang tua atau keluarganya, diri sendiri, dan anak-anak mereka. Kondisi mereka ini terjepit sehingga diibaratkan seperti sandwich yang terdiri dari sepotong daging yang terhimpit oleh dua lapis roti. 

Roti atas dianalogikan sebagai orang tua, roti bagian bawah diibaratkan anak, sedangkan daging isinya adalah diri kita sendiri.

Di Indonesia sendiri sih gua menyebutnya bukan generasi sandwich, tapi lebih ke tradisi “balas budi”. Di masyarakat Indonesia, menghidupi orang tua ketika mereka sudah tidak produktif sudah sering banget kita temui. Kita bisa temui hal itu di lingkungan sekitar kita sendirilah. 

Fenomena ini makin banyak lagi kalau kita amati di tengah kelompok keluarga yang notabene berada dalam kondisi yang kurang beruntung secara ekonomi. Lo bisa liat banyak contohnya di tetangga, temen kerja atau malah diri lo sendiri sekarang ini.

BACA JUGA: SANDWICH GENERATION: SAAT KELUARGA JADI TANGGUNGAN SAMPE NGGAK ADA JATAH ‘ME TIME’

Mengamati hal ini, gua sebagai bagian dari generasi sandwich berpikir bahwa emang di dalam masyarakat Indonesia fenomena sandwich generation ini dianggap lazim, wajar, dan sudah seharusnya dipikul oleh generasi yang masih sehat dan produktif kayak kita demi membalas budi kedua orang tua yang sudah susah payah membesarkan kita sampai dewasa dan siap menghadapi dunia. 

Namun, apakah tradisi balas budi yang bikin kita terjebak jadi generasi roti lapis ini harus juga dialami oleh semua anak muda usia produktif?

Menurut gue sih enggak. Lo boleh bantu orang tua kalau kondisi kehidupan lo sudah relatif cukup dulu. Intinya sebelum menolong ortu, kita juga harus menyelamatkan diri sendiri dulu. Ibaratnya nih kita mau nyelametin orang tenggelam, tapi kita sendiri wajib udah bisa berenang atau bawa pelampung buat si korban. 

Kalau kita sendiri enggak bisa berenang, ya namanya nekat. Dengan kata lain, kalau lo sendiri tidak bisa menyelamatkan diri lo sendiri. Gimana mau nolong orang lain, Civs?

Yah ada tapinya lagi, kalau memang orang tua lo merawat lo dengan baik sampai lo menjadi sesuatu dan dia tidak lepas tanggung jawab, patutlah kita layak bantu dan berjuang buat menghidupi mereka di masa senja. 

BACA JUGA: ‘TOXIC PARENTS’: GAK PERLU BURU-BURU MELABELI 'RACUN' KEPADA ORANG TUA!

Lain cerita nih kalo ternyata orang tua kalian enggak bertanggung jawab dan menelantarkan kalian dari kecil. Contohnya gue punya seorang teman yang memiliki orang tua yang udah uzur. Begitu udah sakit-sakitan, baru deh si ortu inget si anak yang dulu ditelantarin terus mencari anaknya untuk minta dibiayai hidupnya.

Pertolongan yah minimal dihidupkan. Padahal dia lepas tanggung jawab saat anak itu kecil. Di dalam kasus kayak gini, tentu enggak semudah itu buat nasihatin temen gue untuk bantuin ortunya itu. Pastilah ada rasa sakit dalam hati atau trauma mendalam karena ditinggal ortunya. 

Namun, seenggaknya bantu sepantasnya asal merasa ikhlas dan enggak memberatkan lo terlalu banyak. Bantu aja semampunya. Dan kalau lo enggak bisa bantu, cari cara lain bagaimana orang tua lo bisa hidup. Karena menurut gue pribadi, enggak ada yang namanya “bekas orang tua”, walaupun orang tua lo itu emang rada ngeselin. 

Jadi pesen gue buat sesama generasi sandwich: percayalah mental kalian bisa lebih kuat dan siap dalam menghadapi tantangan ini. Buat lo yang enggak merasa masuk dalam generasi sandwich ini, jangan lupa bersyukur pada Tuhan karena kalian bisa hidup dan besar dalam sebuah keluarga, dengan ortu yang tidak menyulitkan kehidupan kalian setelah tanggung jawab mereka sebagai ortu selesai. Itu merupakan sebuah anugerah.

Akhirnya, gue mau bilang bahwa semua niat baik pasti akan selalu ada jalannya termasuk niat baik lo untuk menghidupi keluarga, anak, istri atau lingkungan. Semua ini pasti ada hikmahnya buat diri lo. Gue sendiri percaya kita di dunia ini punya tugas untuk saling membantu sesama dengan cara kita masing-masing. (*/)

BACA JUGA: MENYIKAPI KEINGINAN ORANG TUA YANG TERKADANG NGGAK SEJALAN SAMA KEMAUAN ANAK

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Miko Panggayo

Produsernya Froyonion, lo tahu lah gue siapa