Esensi

SEBERAPA EFEKTIF BERIKLAN LEWAT PLATFORM OUT-OF-HOME DI TENGAH KOTA?

Terminal dan bus Transjakarta dipenuhi dengan lukisan para seniman populer. Ternyata itu adalah sebuah iklan Out-of-Home (OOH). Emang seberapa efektif beriklan di platform OOH?

title

FROYONION.COM - The Starry Night, karya seniman Vincent Van Gogh bisa kalian saksikan di 10 halte bus Transjakarta. Terletak di sepanjang Jl. Thamrin – Sudirman. Bahkan sejumlah bus Transjakarta juga dihiasi dengan lukisan Van Gogh.

Warna-warni tersebut adalah kreasi dari City Vision, penyedia platform Out-of-Home (OOH). Dalam hal ini, City Vision membuat hal baru yang bisa dinikmati oleh pengguna Transjakarta dengan fun lewat tampilan bus dan halte yang penuh warna.

Inovasi Bus Shelter Advertising oleh City Vision bisa kalian temukan di 10 halte berikut: halte Bundaran HI, Tosari, Dukuh Atas, Karet Sudirman, Polda Metro, GBK, Monas, CSW Asean, Harmoni, dan Ragunan. 

Iklan OOH
Lukisan Monet memenuhi halte Transjakarta Dukuh Atas. (Sumber: City Vision)

BACA JUGA: CARA MEMBUAT IKLAN DENGAN BANYAK VIEWERS DI YOUTUBE DARI YOUTUBE-NYA LANGSUNG

Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap seni sangatlah tinggi. Dapat dilihat dari banyaknya pengunjung yang mampir ke Van Gogh Museum.

Terinspirasi dari pameran Van Gogh Museum tahun lalu, City Vision kembali hadirkan warna-warni lukisan Van Gogh dengan menggunakan mode transportasi sebagai media beriklan mereka.

Metode beriklan semacam ini memanfaatkan ruang publik di luar rumah alias out of home (OOH) untuk menyampaikan pesan. Namun, seberapa efektif beriklan lewat platform OOH?

EFEKTIVITAS BERIKLAN DI PLATFORM OOH

Paparan iklan pada platform OOH bisa jadi lebih sering kalian lihat daripada iklan di media sosial yang ketika menontonnya bisa dilewati. Berbeda dengan OOH yang terpaksa harus kalian lihat.

The Numbers menuturkan bahwa iklan OOH film Barbie berhasil membuatnya berada di atas film Oppenheimer yang rilis bersamaan.

BACA JUGA: BELAJAR SEASONAL MARKETING DARI IKLAN SIRUP MARJAN

Iklan OOH yang bagus bisa menjadi memorable experience bagi audiens. Mereka yang terpapar bisa dengan mudah merekam dan membagikannya ke media sosial atau dari “mulut ke mulut”.

“Platform out of home itu sering sekali digunakan dan dikaitkan dengan prestise sebuah brand. Terutama untuk brand-brand yang membutuhkan awareness yang cukup tinggi, atau launching produk baru,” terang Ayu Paramita, Head of Brand  and Communication City Vision.

Iklan Out Of Home
Karya seniman Hokusai melapisi halte Transjakarta GBK. (Sumber: City Vision)

BACA JUGA: KENAPA ORANG-ORANG DEMEN BENER NGIKLAN DI NEW YORK TIMES SQUARE?

Ayu menuturkan bahwa kebanyakan brand memilih platform OOH untuk beriklan lantaran cangkupannya yang sangat luas. Misalnya beriklan di bus dan iklan Transjakarta.

“Pihak Transjakarta mengatakan bahwa dalam satu hari, terdapat 1 juta penumpang yang bepergian menggunakan mode transportasi mereka,” terang Ayu kepada Froyonion.com, “Angka yang sangat besar.”

Selain karya Van Gogh, Bus Shelter Advertising oleh City Vision juga menampilkan karya seniman Claude Monet, Gustav Klimt, dan Katsushika Hokusai.

DAMPAK LANGSUNG IKLAN OOH

Interaksi langsung setelah pandemi memungkinkan iklan OOH untuk bertumbuh. Pengemasan iklan OOH yang menarik pun bisa bertahan lama lantaran terus tersebar tanpa bisa dilewati.

Iklan OOH mampu memberikan dorongan langsung kepada audiens untuk beraksi. Tiap orang tentu memiliki interest yang tertahan. 

Misalnya iklan produk minuman di stasiun kereta. Audiens yang terpapar bisa kalian dorong lewat iklan OOH supaya mengunjungi minimarket terdekat untuk membeli minuman. 

Beriklan lewat platform OOH ataupun digital bergantung pada habit audiens kalian. Maka dari itu diperlukan yang namanya riset. Proses riset merupakan bagian penting supaya iklan kalian tepat sasaran. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Fadhil

Content writer Froyonion, suka pameran seni dan museum, sesekali naik gunung