Esensi

SIAPA SANGKA LUKISAN HEWAN TERTUA DI DUNIA BERUSIA 45.000 ADA DI GUA SULAWESI

Lukisan babi kutil di gua Leang Tedong, Maros, Sulawesi Selatan membuka mata masyarakat Eropa, bahwa seni figuratif pertama kali bukan berasal dari Eropa, melainkan di Indonesia.

title

FROYONION.COM – Hasil kerja sama antara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan Universitas Griffith Australia telah mengungkapkan temuan yang sangat mengesankan. Mereka menemukan ‘gambar’ babi kutil di gua Leang Tedong, Maros, Sulawesi Selatan.

Lukisan babi kutil diperkirakan memiliki umur yang sangat tua, para ahli memperkirakan usia lukisan ini mencapai 45.500 tahun.

Jika tanggal tersebut benar, temuan di gua Leang Tedongnge ini dapat mewakili contoh seni figuratif paling awal yang diketahui sejauh ini, yang tercipta ketika pelukis mengilustrasikan objek dari dunia nyata, bukan sekadar pola dan desain abstrak.

Dalam beberapa tahun terakhir, gua karst batu kapur di Sulawesi terkenal dengan kekayaan seni prasejarahnya. Ratusan gua dan tempat perlindungan di wilayah tersebut ditemukan berisi gambar, mulai dari stensil cetakan tangan hingga gambar binatang, yang memberikan gambaran sekilas tentang dunia prasejarah masa lalu umat manusia yang telah lenyap.

Penemuan mengejutkan ini diungkapkan ke publik melalui Jurnal Science Advances ditulis oleh Adam Brumm dkk pada Rabu, 13 Januari 2021 lalu, menggunakan metode pertanggalan Uranium-Series.

LUKISAN BABI DI SULAWESI
Terdapat empat babi yang tergambar dalam lukisan tersebut dan dua tangan. (Sumber: Science Advances)

Sebelumnya, pada tahun 2018, Brumm dan rekannya menemukan gambar menghiasi dinding gua Lubang Jeriji Saléh di hutan hujan terpencil di Kalimantan, Indonesia. Satu lukisan, yang menggambarkan binatang mirip sapi liar, ditemukan berusia setidaknya 40.000 tahun.

Setahun kemudian mereka mengungkap representasi mencolok dari perburuan babi dan kerbau, yang ditemukan di Sulawesi dan berasal dari sekitar 44.000 tahun yang lalu.

“Ini adalah babi kecil asli Sulawesi dan masih ditemukan di pulau ini, meskipun jumlahnya terus berkurang,” kata rekan penulis Adam Brumm, arkeologi di Griffith University di Queensland, Australia.

Brumm menambahkan bahwa penggalian arkeologi menunjukkan bahwa Sus celebensis (babi sulawesi atau babi berkutil sulawesi) adalah spesies mangsa besar yang paling sering diburu di kawasan tersebut selama puluhan ribu tahun yang lalu hingga sekarang, jumlahnya semakin sedikit.

BACA JUGA: MENYUSURI SEJARAH DAN KEINDAHAN BANDA NEIRA MELALUI NOVEL ‘BUNG DI BANDA’

“Penggambaran umum babi kutil ini dalam seni cadas zaman es juga memberikan petunjuk akan makna simbolis yang mendalam dan mungkin nilai spiritual babi kutil sulawesi dalam budaya berburu kuno,” katanya.

Adhi Agus Oktaviana dari Puslit Arkenas menjelaskan bahwa sampel pertanggalan untuk mengetahui umur lukisan ini diambil dari deposit mineral yang tumbuh di atas lukisan tersebut, memberikan perkiraan usia minimum dari lukisan tersebut.

Selain menunjukkan kemampuan artistik yang luar biasa pada masa lampau, gambar babi kutil ini mengungkapkan bahwa kesenian telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari leluhur bangsa Indonesia.

Lebih dari sekadar karya seni, temuan ini juga menjadi petunjuk penting dalam memahami pola migrasi manusia modern ke Nusantara.

“Susunan figur-figur tersebut, dalam pandangan kami, menunjukkan komposisi naratif atau adegan dalam pengertian Barat modern,” tulis para penulis dalam penelitian mereka.

Sementara itu, lokasi bersemayamnya lukisan babi kutil tertua ini berada di tempat yang cukup terpencil, dikelilingi tebing kapur terjal dan hanya dapat diakses melalui gua sempit, menunjukkan bahwa akses ke wilayah Sulawesi selama Zaman Es mungkin hanya mungkin melalui jalur maritim.

LUKISAN TERTUA DI GUA SULAWESI
Lokasi penemuan lukisan babi kutil Sulawesi, para ilmuwan memperkirakan lukisan babi di gua Leang Tedong, Maros, Sulawesi Selatan ini digambar 45.500 tahun yang lalu (Sumber: Science Advances)

Lukisan babi kutil tersebut, yang merupakan endemik Sulawesi, ditemukan di bagian dinding gua yang terletak di langkan tinggi, menunjukkan rincian yang sangat akurat dari ciri-ciri fisik hewan tersebut.

Kehadiran gambar ini menunjukkan bahwa praktik perburuan hewan telah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia purba di wilayah tersebut ribuan tahun yang lalu.

Temuan ini juga memberikan petunjuk tentang kemungkinan penguasaan teknologi maritim oleh manusia modern awal yang memasuki Nusantara pada masa lampau.

BACA JUGA: GUNUNG PADANG DINOBATKAN SEBAGAI PIRAMIDA TERTUA DI DUNIA, MENUAI PRO DAN KONTRA

Menurut Adhi Agus Oktaviana, teknologi maritim mungkin telah dikuasai meskipun masih dalam tingkat yang sederhana pada saat itu dikutip dari Antara.

Melalui hasil riset ini, kita juga memperoleh wawasan baru tentang perkembangan seni prasejarah di Sulawesi.

Temuan gambar babi kutil di Leang Tedongnge, yang di pertanggalkan setidaknya 45.500 tahun yang lalu, menambah daftar temuan seni prasejarah di pulau tersebut.

Ini menunjukkan bahwa seni prasejarah di Sulawesi memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, dengan kualitas eksekusi yang luar biasa dan kelangkaan yang jarang ditemui di dunia.

Dengan demikian, temuan ini bukan hanya menjadi titik terang dalam penelitian arkeologi, tetapi juga memberikan kontribusi yang berharga dalam memahami perkembangan budaya dan seni prasejarah di wilayah Sulawesi Selatan.

BERSEBERANGAN SENI FIGURATIF DI EROPA

Selama ini, para arkeolog telah mempercayai bahwa seni figuratif pertama kali muncul di Eropa. Namun, pandangan ini dipertanyakan pada tahun 2014 ketika tim peneliti menemukan seni gua di Sulawesi.

Sejak itu, bukti telah menunjukkan bahwa seni prasejarah berkembang di wilayah Wallacea, yang menghubungkan Asia dan Australia.

Penemuan seni gua di Sulawesi, seperti di gua Lubang Jeriji Saléh dan Leang Tedongnge, menambahkan bukti bahwa tradisi seni cadas manusia modern mungkin tidak dimulai di Eropa seperti yang kita pikirkan.

“Penemuan lukisan babi terbaru ini menambah bobot pandangan bahwa tradisi seni cadas manusia modern pertama mungkin tidak muncul di Zaman Es Eropa seperti yang selama ini diasumsikan,” kata Brumm.

Kesenjangan geografis dan budaya yang menganga antara situs seni gua di Eropa dan Asia Tenggara mungkin menunjukkan bahwa nenek moyang manusia mengembangkan jenis pemikiran abstrak dan keterampilan artistik yang sama secara mandiri di tempat yang berbeda.

BACA JUGA: KULIAH ADALAH PENGANGGURAN DENGAN GAYA, GELAR SARJANA DISEBUT SIA-SIA, APA IYA?

Teori lain menyatakan bahwa benih ekspresi artistik semacam itu mungkin ditanam di Afrika, tempat kelahiran umat manusia, dan menjadi bagian dari perangkat yang dibawa orang-orang saat bermigrasi ke belahan dunia lain.

Kemungkinan bahwa manusia purba mengembangkan seni abstrak dan keterampilan artistik di tempat yang berbeda secara mandiri atau membawa tradisi seni ini dari Afrika menjadi teori yang menarik.

Paul Pettitt, seorang arkeolog dari Universitas Durham di Inggris yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mempertanyakan keabsahan tanggal pengambilan sampel dari lukisan babi di Leang Tedongnge.

Menurutnya, karena mineral di gua tersebut bertambah seiring berjalannya waktu, sampel mineral yang berdekatan dengan lukisan seharusnya lebih tua daripada yang berada di permukaan. Sampai saat ini, masalah ini belum terpecahkan.

Pettitt juga mencatat bahwa bahkan jika usia lukisan tersebut benar, temuan tim peneliti tidak meniadakan kemungkinan bahwa seni gua di Eropa mungkin lebih tua.

“Karya Brumm et al Ini adalah penjelasan yang pelit,” kata Pettitt.

“Mengingat kurangnya fosil manusia di wilayah tersebut saat ini, tentu saja kita tidak dapat mengesampingkan bahwa spesies manusia lain, seperti Neanderthal, yang memproduksi seni non-figuratif di Eropa.”

Menurutnya, meskipun seni figuratif merupakan ciri khas manusia modern, Neanderthal (Neanderthal adalah anggota genus Homo yang telah punah dan berasal dari zaman Pleistosen) juga mungkin menciptakan seni, meskipun lebih sederhana. 

Penemuan ini menunjukkan kompleksitas migrasi manusia purba dan warisan seni mereka di berbagai belahan dunia.

BACA JUGA: PERJALANAN MAESTRO TARI, MARZUKI HASAN DALAM PENTAS ‘TARI ACEH DARI MASA KE MASA’

Usia minimum yang disarankan oleh penanggalan lukisan di Eropa dan Sulawesi hanya menunjukkan bahwa karya seni tersebut paling tidak setua dengan tanggal tersebut, namun lukisan dari kedua lokasi tersebut mungkin memiliki usia yang lebih tua.

Pettitt menekankan perlunya kehati-hatian dalam menafsirkan temuan ini sebelum menulis ulang sejarah prasejarah.

“Kita perlu mengurangi hiperbola dan lebih berhati-hati sebelum kita mulai menulis ulang sejarah prasejarah,” kata Pettit.

Jika lukisan ini benar berasal dari 45.000 ribu tahun yang lalu pasti bakal menyibak fakta sejarah yang dahulu para ilmuwan yakini. Meski begitu, penelitian ini masih harus dikaji kembali, semoga segera ada titik terang, kita tunggu saja. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Anandita Marwa Aulia

Hanya gadis yang suka menulis