Trends

76 TAHUN MERDEKA, INDONESIA PUNYA KEKUATAN BARU: JEMPOL NETIZEN

Ganasnya jempol netizen Indonesia emang nggak perlu diragukan lagi. Kayak bambu runcing yang ditakuti penjajah zaman dulu, jempol kalian juga bisa jadi divisi khusus pertahanan negara.

title

FROYONION.COMBarbarnya netizen kita udah jadi sorotan banyak banget media. Mulai dari banyak influencer Instagram, TikTok, dan platform lainnya yang mengkritik cara netizen berkomentar, sampai predikat netizen paling tidak sopan yang dirilis oleh Microsoft melalui survey Digital Civility Index (DCI) pada tahun 2020 lalu. 

Dari survei tersebut, Indonesia menduduki peringkat ke-29 dari 32 negara (3 terbawah) dengan skor DCI 76. Wah skornya sama ya kayak umur Indonesia tahun ini! Selamat!

Loh, iya dong ini patut dirayakan. 

Kalau menurut Microsoft sih, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai untuk mewujudkan komunitas digital yang beradab: berinteraksi dengan empati, kebaikan, saling menghormati perbedaan, berpikir terlebih dahulu sebelum komen, dan membela diri sendiri kalau merasa dirundung online. 

Pencapaian Indonesia ini tentunya salah satunya mengindikasikan kalau para netizen nggak bisa mikir dulu sebelum komen. Dalam arti lain ya, pokoknya gas teros! Kalau merasa punya opini yang ‘benar’, pokoknya utarakan aja dulu! Nggak peduli nanti dicap salah atau benar, pokoknya beropini itu nomor satu, mikir mah belakangan. 

Sekilas konotasinya negatif ya? Tapi kalau kilas balik ke zaman Indonesia belum punya netizen ‘barbar’ kayak sekarang, ini suatu kemajuan kok!

MASA PEMBUNGKAMAN RAKYAT

Pada Pasal 19, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-Bangsa, disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah). 

Sayangnya pada masa orde lama dan baru, hak asasi untuk berpendapat ini sengaja dibungkam oleh pemerintah. Tapi tentu saja panas-panasnya ya waktu orde baru, masa pemerintahan Presiden Soeharto. 

Mungkin lo juga pernah denger kalau zaman Soeharto dulu saluran televisi hanya ada satu yaitu TVRI. Itu juga digunakan untuk menyiarkan kegiatan beliau berikut dengan rentetan prestasi dan kejayaannya. 

Kasus-kasus penangkapan jurnalis, aktivis, dan seniman yang vokal berpendapat juga bukan hal aneh lagi di masa itu. Orang-orang seperti Munir Said Thalib, Wiji Thukul, Petrus Bima Anugrah, dan masih banyak lagi adalah tiga dari sekian banyak orang yang hilang atau meninggal dengan cara yang misterius. 

Bayangkan kalau generasi Z yang melek teknologi dan informasi ini hidup di masa itu. Mungkin sudah ratusan orang yang hilang karena jempol mereka yang asyik menari-nari mengkritik pemerintah. 

Betapa terbatasnya dulu ruang masyarakat untuk berpendapat, sehingga tidak banyak pula orang yang terbiasa untuk vokal menyuarakan opininya. Singkat cerita abis itu Indonesia berupaya menjamin kebebasan rakyat untuk berpendapat. 

Hingga hadirlah sosial media dan generasi Z yang notabene nggak tahu-menahu soal kelamnya sejarah pembungkaman rakyat zaman dulu. 

Salah satu buahnya ya itu tadi, predikat netizen paling nggak sopan. Tapi perlu diberi piala juga, lho. Karena predikat itu membuktikan kalau kebebasan berpendapat di Indonesia ya benar adanya. Kemon deh kita simak kemajuan kebebasan berpendapat rakyat kita di bawah ini. 

JEMPOLMU HARIMAUMU

Sudah banyak korban yang berjatuhan akibat saktinya jempol para netizen Indonesia. Korban domestik ada, internasional juga ada. Kita mulai dari yang sering ditemuin dulu kali yaaa…

Micelle Halim+ibunya vs Cindercella

Bulan Juli lalu ada berita viral tentang keputusan Victoria Secret untuk mengubah total brand image nya dengan melibatkan beberapa figur publik seperti Megan Rapinoe, Eileen Gu, Paloma Elsesser, dan Priyanka Chopra. Banyak yang bilang kalo citra Victoria Secret yang selama ini sudah sangat melekat dengan bentuk tubuh yang ideal bak Barbie kayak diancurin begitu aja dengan kehadiran cewek-cewek tadi.

Perubahan ini tentunya juga menuai pro dan kontra. Ada yang mendukung dengan bilang bahwa ini langkah bagus untuk Victoria Secret supaya nggak lagi mempromosikan tubuh ideal yang hampir mustahil dicapai semua orang. 

Pendapat berlawanan juga dituai Victoria Secret dari banyak fansnya. Salah satunya diutarakan oleh akun instagram @micellehalim melalui rangkaian Instagram Stories yang ia post. Dari IG Storiesnya, bisa disimpulkan kalau dia kecewa dan nggak setuju sama perubahan Victoria Secret. Kekecewaannya ini banyak menuai pro dan kontra juga karena banyak pakai kalimat-kalimat yang bisa bikin orang salah paham. 

Some people berharap ada plus size VS angels, jujur aja kalau aku jadi CEOnya mending bubarin show daripada merubah image dan standar VS angels,” tuturnya pada salah satu IG Story. 

Pendapat perempuan yang dikenal sebagai beauty influencer ini menuai banyak kecaman dari netizen. Bukan cuma netizen biasa kayak kita, tapi juga dari influencer lain. Cindercella, yang notabene personal brandingnya sangat mempromosikan body positivity, jadi salah satu orang yang memiliki pendapat bertentangan sama Micelle. 

Well, kalau cuma perbedaan pendapat udah biasa kali ya di sosmed. Yang bikin momen ini jadi panas adalah keterlibatan Ibu dari Micelle Halim yang ikut ngatain Cindercella waktu dia post kegiatan berolahraganya. 

“Mau jongkok sampai keluar t*i pun lo nggak bakal secantik anak gua,” tutur Ibu dari Micelle Halim sambil merepost IG Story Cella yang sedang squad. 

Yang bikin heran kan sebenernya antara Micelle Halim dan ibunya serta Cindercella ini kan nggak sohiban. Tapi ya anehnya mereka bisa dengan cespleng mengutarakan pendapat masing-masing, berdebat, bahkan ngata-ngatain. 

Salah satu contoh nyata kalau di satu sisi masyarakat Indonesia berani berpendapat dan kebebasan beropini itu nyata. Tapi di sisi lain kebebasan ini juga bisa disalahgunakan untuk ngata-ngatai dengan kedok ‘ya kan semua orang bebas beropini?’.

BOCIL BARBAR DI TIKTOK

Kasus netizen random yang punya jempol barbar juga jadi salah satu keresahan content creator TikTok, @mikakubo911 . Mika yang membuat konten berbau Jepang dan Indonesia serta kehidupan sehari-harinya ini, tiba-tiba diresahkan dengan salah satu komentar di video TikToknya.

“Di salah satu videoku ada yang komentar ‘Bacot lu, sok-sokan pakai Bahasa Jepang!’. Sebelum aku blok orangnya (karena biasa kalau ada komentar yang nggak enak aku blok aja), aku cek profilnya. Ternyata anak kecil, paling umur 8-9 tahun,” jelas Mika melalui salah satu video TikToknya. 

Keresahannya kemudian berlanjut dengan mempertanyakan apakah orang tua dari anak itu tahu kalau anaknya pernah berkomentar begitu di sosial media. Kolom komentar yang sebenernya diciptakan untuk jadi wadah berkomunikasi antara audience dan creator, udah mulai belok juga nih jadi wadah ngata-ngatain berkedok berpendapat. 

Mirisnya di kasus ini pelakunya masih anak kecil. Bayangin aja deh lo umur 8-9 tahun lagi ngapain sih? Paling mainan di empang kan? Kalau enggak ya mentok-mentok koleksi beyblade atau tamia buat tanding sama temen. 

Hebatnya bocil zaman sekarang udah melek sama teknologi dan sosial media. Ditambah lagi punya keberanian buat ninggalin komentar semacam itu yang bikin sadar kalau anak kecil aja udah bisa join Pasukan Khusus Jempol Netizen. 

POLEMIK REKTOR UI ‘SAKTI’

Bulan lalu mungkin tagar #RektorUISakti juga sempet trending di Twitter lo. Awal mula tagar ini bisa viral tidak lain dan tidak bukan karena kekuatan jempol netizen juga.

Berawal dari konten Instagram BEM Universitas Indonesia yang berjudul ‘Jokowi: The King of Lip Service’, Ari Kuncoro selaku Rektor UI ketahuan kalau merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama Bank Republik Indonesia. 

Larangan untuk merangkap jabatan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2013 tentang Statuta UI. Lebih tepatnya di pasal 35C yang berbunyi “Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap sebagai: pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.”

Kalau secara hukum sih jelas ya kalau Pak Ari ini memang salah. Yang bikin ‘sakti’ itu karena Presiden Jokowi memilih revisi Statuta UI khususnya soal rangkap jabatan. Langkah heroik Pak Dhe buat langsung turun tangan untuk ngurusin Pak Ari ini dinilai sebagai contoh kepemimpinan yang nggak baik yang nggak seharusnya dilakukan seorang presiden. 

Peraturan yang semula nggak ngebolehin Rektor atau Wakil Rektor buat jadi pejabat BUMN/daerah maupun swasta, diganti jadi nggak boleh jadi direksi BUMN/daerah maupun swasta melalui PP no 75/2021. Revisi Statuta UI yang ngepas buanget sama waktu Pak Ari ketahuan rangkap jabatan, dipandang sebagai langkah sengaja buat ngelolosin Pak Ari dari hukum.

Walaupun pada 21 Juli 2021 Ari Kuncoro resmi mundur dari jabatannya sebagai Wakil Komisaris Utama BRI, tetap saja netizen tampak nggak puas sama hasil ini. 

Dilansir dari akun Twitter @RamliRizal, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI, yang notabene sih dari cuitannya pengen Pak Dhe segera lengser, sempet bikin cuitan juga nyinggung soal kasus rangkap jabatan Rektor UI ini. 

Dari cuitannya pada tanggal 22 Juli 2021 yang mengunggah video seorang perempuan yang mengutarakan pendapatnya tentang kasus ini. Dalam video itu revisi Peraturan Pemerintah tentang Statuta UI dipandang sebagai ‘hadiah’ dari presiden untuk Rektor UI karena sudah ngebelain presiden waktu poster ‘Jokowi: The King of Lip Service’ beredar.

Netizen juga tampak beramai-ramai ngeroasting Pak Ari selaku Rektor UI ini. Banyak banget meme-meme dan cuitan bernada sarkasme yang beredar di Twitter. Tapi lucu-lucu juga lho cara warga Twitter ngeroasting. 

“Rektor UI kalau nerobos lampu merah, aturannya langsung diubah, lampu ijo jadi berhenti, merah jadi jalan,” cuit akun @rindwahr.

“Rektor UI kalau kena COVID-19, virusnya yang langsung isoman,” cuit akun @maspiyuaja. 

Dan masih banyak lagi yang lainnya, tapi dari dua contoh tadi aja sudah disukai dan retweet sama ribuan orang. Menandakan kalau banyak juga netizen-netizen yang setuju.

Sampai bingung, ini seorang Rektor UI lho. Pejabat tinggi salah satu universitas top markotop di Indonesia aja masih bisa dijadiin becandaan. Zaman ibu bapak kita mah jabatan seorang rektor udah dianggep dewa kali ya. Ngeliat viralnya #RektorUISakti rasanya udah bikin citra rektor ini nggak ada apa-apanya di mata netizen, apalagi netizen Twitter yang terkenal berjempol cabe karena cuitannya yang pedes dan nyelekit. 

Salah satu contoh hilangnya rasa hormat kah? Atau wibawa seorang pejabat? 

Bisa jadi. Tapi tetep perlu dikasih piala sih buat jempol netizen di luar sana yang berhasil bikin Pak Ari keder dan akhirnya turun jabatan. 

POTENSI JEMPOL NETIZEN YANG BEYOND IMAGINATION

Rasanya sudah cukup dibuktikan ya betapa hebatnya kekuatan jempol netizen Indonesia. Punya potensi sebesar itu merupakan suatu privilege loh buat Indonesia. Sini gue bantu mengimajinasikan bisa jadi apa potensi netizen kita. Mumpung negara yang punya netizen jempol cabe kayak Korea Selatan kayaknya belom ada nih ancang-ancang memanfaatkan kekuatan netizen, kita bisa jadi pelopornya.

Kelompok pertama buat netizen-netizen yang rela membela martabat Indonesia melalui menjaga martabat presidennya, mungkin suatu saat bisa jadi ‘Pasukan Pengamanan Presiden divisi Siber’ kali ya. 

Jobdescnya tidak lain adalah untuk melindungi presiden kita dari hujatan-hujatan masyarakat yang sekiranya dapat menurunkan martabat dan wibawa beliau. Lowongan ini gue rasa bukan mimpi doang ya. Toh regulasinya ada kok di KUHP Pasal 134, 136bis, dan 137. 

Jadi bisa nih nanti netizen dipergunakan untuk ngeroasting balik orang-orang yang melakukan penghinaan pada presiden. Mayan kan, dari yang tadinya modal jempol bisa jadi bodyguardnya presiden?

Selanjutnya kelompok kedua yang diperuntukkan buat netizen yang lebih tertarik menangani isu-isu internasional. Sebelumnya potensi jempol netizen juga sudah merambah ke mancanegara lho. Salah satunya waktu seorang cowok asal Korea Selatan yang merendahkan orang Indonesia melalui platform OmeTv. Alhasil netizen beramai-ramai menyerbu cowok itu, bukti walaupun tampan kalau udah menghina ya bakal kena getahnya juga. 

‘Indonesia’s International Cyber Defense’ mungkin bisa jadi nama dari unit satu ini. Kerjanya ya harus aktif berselancar di internet, nyimak apakah ada ujaran-ujaran negatif soal Indonesia. Abis itu ya gas berdiplomasi ala netizen untuk membela tanah air. Mungkin bisa kali ya untuk CPNS tahun 2100 nanti buka untuk jabatan Cyber Defense

Gue baru kepikiran dua itu sih, kalo lo punya ide-ide cemerlang lainnya bisa berimajinasi juga, Civs. Sekarang mungkin ada yang ngetawain khayalan macam begini. Tapi inget, Walt Disney juga bermula dari imajinasi akan tikus yang bisa bicara. Buktinya sekarang beneran mendunia kan?

Intinya jempol netizen adalah potensi bangsa. Kayak SDA atau SDM, bisa berdampak buruk kalau nggak diarahkan dengan baik, bisa juga jadi baik kalau dimanfaatkan dengan cara yang tepat. Dapet predikat netizen nggak sopan itu nggak sepenuhnya jelek kok. Kayak yang udah dijelasin, hal ini di sisi baiknya juga membuktikan rakyat kita bisa vokal dalam berpendapat. Hanya saja yang namanya berpendapat kalau tanpa etika ya tetep percuma. Kita para netizen seharusnya lebih bisa berpikir milih diksi yang tepat dulu sebelum ngetik. 

Ayo dong pemerintah mulai dipertimbangkan potensi netizen kita. Gue yakin kalo beneran dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik, komen netizen bukan lagi sekedar notifikasi di sosmed doang, tapi juga bisa jadi kekuatan negara yang nggak pernah dibayangkan sebelumnya. (*/Grace)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Grace Angel

Sehari-hari menulis dan mengajukan pertanyaan random ke orang-orang. Di akhir pekan sibuk menyelami seni tarik suara dan keliling Jakarta.