Movies

MEME: LEBIH DARI SEKEDAR POSTINGAN LUCU, TAPI JUGA BAGIAN DARI BUDAYA

Siapa sangka kalau meme yang menghiasi halaman media sosial kita sekarang sudah ada dari tahun 1921. Walau maknanya berubah seiring perubahan zaman, rupanya meme yang kita sangka hanya hiburan semata, bisa punya lain makna.

title

FROYONION.COM - Kalo ngomongin meme, mungkin anak-anak seumuran kita tahu dari platform 9GAG atau 1CAK. Sebutlah meme dari karakter fiksi kayak Thanos, dari ekspresi orang yang kocak kayak meme Yao Ming, atau bahkan yang pake figur politik kayak Donald Trump pasti banyak kita lihat. Bahkan tampaknya, saling ngirimin meme juga udah termasuk budaya anak muda Indonesia juga. 

Tapi lo tahu nggak kalo meme pertama itu udah ada dari tahun 1921? Dilansir dari Vice, sebuah majalah bernama Judge yang terbit tahun 1921 ditemukan dalam arsip Universitas Iowa, Amerika Serikat. 

Dalam majalah tersebut ada sebuah gambar yang kalo zaman sekarang disebutnya meme. Gambar yang dikasih judul ‘What You Think You Look Like vs. What You Actually Look Like’ diketahui sebagai meme pertama di dunia. 

Meme dulunya punya definisi sebagai warisan budaya yang diturunkan turun temurun. Tapi seiring berkembangnya zaman dan perubahan budaya tak terkecuali pada anak muda Indonesia, meme jadi dikenal sebagai video, gambar, atau tulisan yang disebarkan lewat internet.
Meme pertama yang ada di dalam majalah Judge tahu 1921 (Foto: BBC)

BACA JUGA: FENOMENA 'KOPLO WAVE' MEMBUAT DANGDUT KOPLO SEMAKIN EKSIS

Nah, uniknya treatment meme kayak begini masih relate sampe sekarang. Bukan cuma selera humor zaman dulu yang masih masuk, tapi juga penggunaan meme yang berkelanjutan dan bisa menyesuaikan sama perkembangan zaman jadi satu hal yang menarik. 

Ternyata, para peneliti dari Amerika juga penasaran sama penyebaran meme dan kenapa meme bisa bertahan sampe lebih dari 100 tahun. 

RAHASIA KENAPA MEME TETEP RELATE SAMPE SEKARANG

Menurut penelitian berjudul The growth, spread, and mutation of internet phenomena: A study of memes dalam jurnal Result in Applied Mathematics tahun 2020, para peneliti menemukan bahwa sebutan ‘meme’ sendiri sudah ada sejak tahun 1976. 

Dalam buku berjudul The Selfish Gene, kata-kata ‘meme’ pertama kali digunakan untuk mendeskripsikan sebuah unit budaya yang diwariskan secara turun-temurun kayak gen manusia. Kalo dilihat sama bentukan meme yang sekarang, definisinya ternyata udah beda jauh ya. 

BACA JUGA: KENAPA PREDIKSI MASA DEPAN ‘THE SIMPSONS’ BISA AKURAT?

Itu karena definisi meme sendiri udah kena modernisasi. Sehingga yang tadinya meme merupakan salah satu bentuk warisan budaya, sekarang lebih kita kenal sebagai posting-an lucu yang kadang bernada nyindir juga. 

Walaupun definisinya berbeda, tapi masih ada satu kesamaan yang sama bahwa meme tetaplah produk budaya. Misalkan meme pertama di atas tadi, secara tidak langsung udah mencerminkan gimana selera humor orang zaman itu, gimana cara orang berpakaian kalo diliat dari gambarnya, sampe gimana bentuk insecurity manusia soal penampilan di tahun 1921. 

Bayangin kalo dari satu meme itu aja udah bisa memberikan banyak informasi soal budaya pada suatu masa. Begitu juga dengan meme zaman sekarang. Misal meme Condescending Wonka yang rame dipake beberapa tahun lalu. 

 

Meme juga merupakan cerminan dari suatu budaya. Tak terkecuali budaya anak muda Indonesia yang turut mempengaruhi perubahan meme dari tahun ke tahun.
Meme Condescending Wonka yang sering dipakai untuk candaan bernada sindiran. (Foto: knowyourmeme.com)

Meme tersebut bisa mencerminkan film apa yang lagi hits di zaman tersebut. Dalam kasus ini adalah film Charlie and The Chocolate Factory, yang walaupun rilisnya udah tahun 1971, tapi masih relate buat anak-anak muda Indonesia karena remake-nya sempet kita tonton waktu masa kecil. 

BACA JUGA: 2 MUSISI INDONESIA YANG PATUT DIJADIKAN MATA KULIAH KAYAK TAYLOR SWIFT

Selain dari film, tokoh-tokoh masyarakat sampe politik yang dijadikan meme juga bisa mencerminkan keadaan suatu negara pada masa itu. Sebutlah meme Donald Trump. Adanya meme tersebut juga menandakan kalau rakyat Amerika Serikat banyak mengkritik pemerintahan Trump saat menjabat. Artinya, meme bahkan bisa jadi instrumen demokrasi, loh. 

Ternyata, kalo menurut penelitian, rahasia kenapa meme tetep bisa relate sampe sekarang adalah karena dia bisa menyesuaikan sama isu sosial bahkan politik pada zaman tersebut. 

Fleksibilitas meme ini jadi salah satu kelebihannya, sehingga bikin meme nggak lekang oleh waktu. 

FORMULA PENTING DARI MEME

Nah, dari jurnal ilmiah tadi juga dibocorin satu formula yang bikin meme bisa populer. Formula ini juga bisa lo pake dalam marketing apapun.

Ada 3 unsur penting: objek yang pengen diviralkan, target pasar, sama faktor yang bikin target pasar tadi jadi keinget sama si objek. 

Gini, misal objeknya itu meme, target pasarnya adalah seluruh pengguna internet, dan faktor yang bikin orang keinget sama meme adalah hal yang kita cari. 

Dalam jurnal penelitian tersebut, udah ketahuan nih kalo faktor penting yang kita cari itu adalah imunitas seseorang untuk bosen pake meme-nya. Kita ambil contoh meme Condescending Wonka di atas. Ternyata, yang bisa bikin orang nggak bosen-bosen untuk pake meme itu padahal memenya udah ada dari tahun 2011 adalah karena visualisasi si meme yang nempel di benak orang. 

Nah, faktor ‘imunitas’ yang bikin orang jadi balik lagi ke meme tersebut juga bisa lo pake di teknik marketing jasa atau produk. 

Misal lo jualan NFT deh. Lo udah buat nih karya NFT lo yang bagus banget. Misal target lo adalah para kolektor NFT. Terus, supaya karya lo bisa bersaing sama NFT-NFT lain apa dong? Di sinilah faktor ‘imunitas’ tadi berperan. 

BACA JUGA: PENGALAMAN PERDANA JUAL-BELI NFT: HAL-HAL YANG PERLU LO TAHU SEBAGAI KREATOR

Kalo lo bisa nemuin hal yang bikin kolektor NFT jadi balik lagi ke karya-karya lo, berarti lo udah nemuin faktor imunitasnya. Misal, karena desain lo yang unik, atau NFT lo yang beda dari yang lain, atau diferensiasi lainnya. Karena faktor ‘imunitas’ juga bisa di-trigger sama keunikan. 

Menurut gue, ada beberapa brand lokal yang menerapkan faktor ‘imunitas’ ini. Salah satunya adalah ScarlettKenapa gitu? Karena kalo orang bilang, “Eh, gue pake lotion yang wanginya nampol nih,” kemungkinan besar orang akan mengarah ke Scarlett, apalagi target pasarnya yang luas mulai dari masyarakat biasa sampe artis pun kenal sama brand satu ini. 

Makanya, sekali lo nemuin faktor ‘imunitas’ itu, produk atau jasa lo bakal keinget terus kayak meme-meme legendaris yang lo tahu. 

Siapa sangka, kalo dari meme yang kita kira buat lucu-lucuan aja ternyata bisa ngajarin kita teknik marketing? Ternyata bener, di dalam komedi sekalipun ada ilmu yang dikandung, ya. (*/) 

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Grace Angel

Sehari-hari menulis dan mengajukan pertanyaan random ke orang-orang. Di akhir pekan sibuk menyelami seni tarik suara dan keliling Jakarta.