FroyonionHQ

PENGALAMAN PERDANA JUAL-BELI NFT: HAL-HAL YANG PERLU LO TAHU SEBAGAI KREATOR

Dalam series pengalaman perdana jual-beli NFT ini, gue bakal nyeritain pengalaman yang gue lalui pas beli artwork-nya Mario. Mulai dari top-up mata uang kripto, buka akun crypto wallet, sampe akhirnya bisa kebeli artwork yang gue suka. Cekidot!

title

FROYONION.COMKalo di artikel sebelumnya gue udah membahas tentang istilah-istilah umum tentang NFT, sekarang gue mau cerita sedikit nih tentang hal-hal apa aja yang perlu lo tahu kalo lo mau jadi artist yang jual karya sebagai NFT.

Awalnya, gue pikir seorang digital artist yang jualan NFT tuh bakal sesimpel lo dagang sebuah produk di e-commerce kayak Shopee dan Tokopedia. Punya produk, bikin toko di marketplace, dan mungkin sisihin sedikit modal buat bayar ads supaya produk lo tampil paling atas di marketplace.

Tapi ternyata, jualan karya sebagai NFT tuh nggak semudah kedengarannya. Kalo lo mau jualan yang sustain dan membangun komunitas yang loyal, ada banyak banget yang perlu lo perhatikan.

Pertama, jualan NFT itu nggak sesimpel taro produk dan berharap ada orang yang notice dan beli.

Kalo di e-commerce, rata-rata produk yang dijual adalah produk primer dan sekunder. Barang-barangnya cenderung sangat dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Bahkan, meskipun lo nggak pake ads sekalipun, kalo barang yang lo jual di e-commerce itu emang dibutuhkan mayoritas masyarakat, gue yakin pasti ada satu atau dua orang yang bakal consider untuk beli produk lo.

Di sisi lain, karya seni digital sebagai NFT ini gue bisa bilang termasuk ke golongan kebutuhan tersier. Artinya, nggak semua orang butuh untuk beli karya seni untuk kelangsungan hidupnya sehari-hari. Value yang dimiliki oleh karya seni ini seluruhnya tergantung dari sudut pandang buyer.

Oleh karena itu, sebagai seorang digital artist, lo perlu aktif ikut komunitas atau bakan menciptakan komunitas lo sendiri. Melalui komunitas ini, nantinya lo bisa menjalin relasi baru sama artists lainnya dan shilling karya seni digital yang lo buat supaya makin banyak calon buyer yang tau karya lo.

Lo harus bisa buat online presence lo diketahui komunitas.

Jadi, jangan terlalu berharap karya lo bakal laku tanpa ada andil dari komunitas yang melihat value di karya lo. 

Contohnya kayak kasus Ghozali, menurut penuturan Chef Arnold Poernomo di podcast-nya Deddy Corbuzier, karya ‘ Ghozali Everyday’ ini bisa laku keras awalnya karena circle-nya Chef Arnold ini melihat value berupa usaha Ghozali yang konsisten foto selfie selama bertahun-tahun, dan juga karena kompilasi selfie ini lucu dan akhirnya jadi meme di komunitas mereka.

BACA JUGA: PENGALAMAN PERDANA JUAL-BELI NFT: APA ITU PRIMARY SALE, SECONDARY SALE, DAN SHILLING?

Hal kedua yang perlu lo ketahui adalah buyer punya ekspektasi bahwa karya yang lo jual sebagai NFT harus bisa sustain atau keberlangsungannya harus terjaga.

Apa sih maksudnya?

Jadi, perspektif paling umum seorang buyer ketika membeli digital art pastinya pengen karya itu ada di marketplace yang terjamin segala aspeknya. Utamanya kalo marketplace-nya suka down, atau bahkan terkesan eksperimental sehingga membuat calon buyer ‘ogah’ membeli karya seni lo di marketplace itu.

Sebelum minting, ada baiknya lo paham mana marketplace yang punya reputasi baik dan berpotensi awet tanpa adanya gangguan server atau bahkan discontinued kayak kasus marketplace HEN waktu itu.

NFT yang berbasis Ethereum diklaim paling aman tanpa adanya down. Jadi, pikirin mateng-mateng di blockchain dan marketplace mana lo mau menjual karya seni lo.

Ketiga, lo harus sadar sama downside atau sisi negatif NFT, karena dunia NFT isinya nggak cuma hal yang bikin seneng dan aliran uang keluar-masuk yang melimpah aja.

Kenapa artist harus sadar sama hal ini? Ya karena menyelami dunia NFT juga butuh mindset yang tepat.

Masa depan blockchain dan metaverse emang nggak bisa terelakkan, makin banyak pemimpin dunia yang bersiap sama kehadiran masa depan yang serba digital ini, tapi rasanya kok too good to be true, ya?

Jelas, pasti banyak banget sisi negatifnya yang mungkin kalah rame dibandingkan sisi positifnya.

Dari sisi lingkungan, teknologi ini juga cukup menyedot perhatian masyarakat dunia, terutama sistem mining ini yang mengkonsumsi daya listrik yang cukup gila. Bahkan ada salah satu studi yang menyebutkan kalo emisi atau pembuangan zat-zat yang diakibatkan mining Bitcoin bisa mendorong kenaikan suhu global sampe 2 derajat celcius dalam kurang dari 30 tahun.

Di luar isu lingkungan, NFT sebagai instrumen investasi dengan harga yang volatil ini bisa memicu risiko yang besar dari sisi keuangan.

Ada istilah ‘Pump and Dump’ di ranah NFT, di mana harga suatu karya seni bisa tiba-tiba melonjak tinggi karena adanya dugaan permainan belakang layar dari oknum. Ketika karya itu laku di pasaran, selanjutnya oknum bisa ‘kabur’ dengan nominal uang itu, dan permainan harga di pasar dihentikan, alhasil, buyer terakhir yang membeli NFT itu kesulitan untuk menjual karya di atas harga beli.

Jadi, penting banget buat lo yang pengen jadi kreator NFT untuk tau beberapa hal di atas. Nggak cuma menyoal teknis, tapi juga soal mindset dan etika yang tepat, baru deh lo bisa lebih ‘mantep’ jadi seorang kreator. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Garry

Content writer Froyonion, suka belajar hal-hal baru, gaming, dunia kreatif lah pokoknya.