Carut marut ekonomi, ketimpangan hukum, hingga diskriminasi dalam mencari kerja jadi alasan sebagian orang berpikir untuk berpindah kewarganegaraan. Tapi, apakah tinggal di luar negeri memang seindah itu?
FROYONION.COM - Belakangan, pindah negara sedang jadi ide yang cukup banyak diperbincangkan. Mengganti paspor dinilai sebagai solusi atas semua keruwetan yang terjadi dan sudah terlalu menumpuk di negeri ini.
Kerakusan oligarki, ketidakpuasan akan kebijakan pemerintah, pembangunan infrastruktur yang tidak merata sampai adanya pembatasan umur dalam mencari kerja sering jadi alasan seseorang berpikir untuk pindah negara saja.
BACA JUGA: KEPIKIRAN PINDAH WARGA NEGARA? 4 NEGARA INI BISA JADI ALTERNATIF
Apalagi, akhir-akhir ini banyak pejabat yang kerap mengeluarkan statement kocak pada momen-momen genting yang seharusnya ditanggapi secara lebih serius.
Tinggal di luar negeri konon lebih menjamin kesejahteraan hidup. Udaranya lebih bersih karena bebas polusi, transportasi umum lebih mudah diakses, tidak perlu takut sakit karena layanan kesehatan yang memadai hingga besaran gaji yang lebih tinggi.
Tapi … benarkah demikian?
Berganti kewarganegaraan itu tidak gratis. Selain kelengkapan dokumen, ada sejumlah biaya yang harus kita keluarkan. Besarnya biaya ini akan berbeda-beda tergantung dari negara tujuan.
Untuk negara tetangga kita, misalnya Singapura, orang dewasa yang telah mendapat status Permanent Resident atau PR dikenakan biaya USD100 atau sekitar Rp1.6 juta.
BACA JUGA: PINDAH KE DESA BISA LEBIH MURAH TAPI BELUM TENTU LEBIH MUDAH
Sementara untuk negara-negara di Eropa, per 2017 lalu biaya yang harus dibayar adalah Rp17.7 juta untuk menjadi warga negara Inggris, Rp819 ribu untuk menjadi warga negara Jerman, Rp1.2 juta untuk menjadi warga negara Belgia dan Rp883 ribu untuk menjadi warga negara Prancis.
Ingat, ini harga per tahun 2017. Sekarang, besar kemungkinan biaya-biaya di atas semakin membengkak.
Okelah, mungkin orang-orang yang telah memantapkan hati berganti kewarganegaraan pasti sudah menyiapkan dananya. Sekarang, lanjut ke poin berikutnya, bahwa proses ini tetaplah bukan hal yang mudah.
Adaptasi dengan bahasa, budaya hingga iklim di negara tujuan jadi hal selanjutnya yang mau tidak mau harus dilalui. Kecuali kalau kalian sudah terlebih dahulu tinggal di negara tersebut selama beberapa waktu, akan ada culture shock besar-besaran yang dirasakan.
Berpindah negara artinya berpindah peraturan dari hal-hal yang biasanya kita lakukan sehari-hari. Kalau di Indonesia kita bisa langsung memanggil tukang untuk memperbaiki plafon rumah yang rusak, maka di beberapa negara ada sistem janjian atau appointment yang bisa makan waktu hingga berminggu-minggu.
Pernah dengar katanya buang sampah sembarangan di Singapura akan dikenai denda jutaan? Atau, mengendarai sepeda dalam keadaan lampu mati akan didenda 50 euro di Belanda?
Itu semua benar karena memang begitulah peraturannya dan sebagai warga negara, peraturan tersebut wajib ditaati.
Tinggal di negara dengan iklim berbeda juga memungkinkan kita menderita gangguan afektif musiman. Belum lagi serangan homesick dan fakta bahwa di luar negeri sana, mendapatkan makanan khas Indonesia tidak semudah berteriak “beli bang!” dari balik pagar rumah.
Jika kalian termasuk kaum mayoritas di Indonesia, maka di luar negeri kalian akan menjadi minoritas. Sudah siap menerima kemungkinan mendapat perlakuan rasis atau diskriminasi?
Mungkin, orang-orang berniat pindah negara karena melihat sisi positifnya saja dari negara tujuan yang diminati. Atau bahkan hanya dari postingan traveller yang sekedar melancong beberapa hari di negara tersebut.
Faktanya, tiap negara pasti punya plus minusnya masing-masing. Kebijakan nyeleneh, cuaca yang tidak menentu, watak penduduk asli yang kurang bersahabat hingga aksi terorisme yang kerap terjadi akan sangat mungkin kita temui.
Sekarang pertanyaannya, apakah kalian sudah siap menukar kenyamanan hidup di Indonesia dengan setumpuk permasalahan lain di luar negeri demi kesempatan hidup dan pemerintahan yang katanya lebih baik itu?
Berpindah negara adalah pilihan tiap orang. Satu hal yang perlu jadi perhatian adalah, bahkan berpindah kota atau pulau saja butuh banyak pertimbangan, apalagi pindah negara.
Carilah informasi sebanyak-banyaknya sebelum memutuskan untuk berganti paspor. Mungkin, ini akan jadi keputusan yang mengubah jalan hidup dan kalian tidak akan lagi menengok ke belakang. Jadi, pastikan keputusan ini tidak akan disesali di kemudian hari.
Tinggal di luar negeri mungkin bukan untuk semua orang. Tidak ada negara yang sempurna, dan pada akhirnya kita akan betah tinggal di suatu negara yang nilai minusnya paling bisa ditolerir.
Jangan takut untuk mencoba selama ada kesempatan. Tapi, jika memang Indonesia masih dirasa sebagai negara paling ideal untuk ditinggali, maka tidak ada salahnya untuk terus bertahan sembari mengusahakan perbaikan hidup yang lebih baik ke depannya. (*/)