Sports

4 ALASAN KENAPA KOMPETISI IBL TIDAK SEMEGAH DAN SESERU NBA

Seperti yang kita ketahui, basket di Indonesia memiliki kompetisi resmi yang bisa kita sebut dengan IBL (Indonesian Basketball League). Hampir mirip dengan NBA yang ada di Amerika sana, namun tidak semegah dan seseru NBA. Apa sih yang membedakan?

title

FROYONION.COM - Siapa sih yang nggak kenal sama Lebron James, Michael Jordan, Kobe Bryant, dan Stephen Curry? Sederet nama pemain basket  yang terkenal ini tak heran memiliki keistimewaan karena bakatnya. Hampir separuh hidupnya didedikasikan untuk bermain basket. Nama-nama yang udah gue sebut tadi menjadi pemain basket profesional di kejuaran NBA. 

Kalau lo belum tau, NBA ini industri olahraga khususnya basket yang sangat solid dan bagus di Amerika sana, bisa dibilang suatu bisnis sih sebenernya. Ini bisa dilihat bagaimana mereka mengelola kompetisi, bagaimana mereka memikirkan jenjang karir para pemain, bagaimana mereka mendistribusikan ke media, bagaimana pengelolaan penjualan merchandise, dan staf atau orang-orang yang ikut andil dalam kompetisi juga sangat profesional. Bahkan pendapatan per tahunnya bisa mencapai triliunan.

Hal tersebut sangat berbeda dengan industri basket di tanah air. Meski ada kompetisi resmi setiap tahunnya yaitu IBL, kepopulerannya tidak bisa menyaingi olahraga sepak bola. Setiap kompetisi dimulai pun rasanya nggak seru dan nggak semegah yang ada di NBA. Memang apa sih yang membedakan?

Fasilitas yang Kurang Lengkap

Di NBA sendiri, setiap tim yang ikut kompetisi ini sudah memiliki lapangan pribadi atau arena kandang mereka sendiri. Seperti gor gitu tapi kepemilikannya ada di tim masing-masing, bukan punyanya pemerintah. Fasilitasnya pun lengkap, mulai dari gym, locker roomATM center, bahkan ada bar juga. Kapasitas penonton pun bisa sampai 20 ribu orang lebih.

Di Indonesia, tidak semua klub basket memiliki arena atau lapangan pribadi. Setau gue cuma tim dari Satria Muda Pertamina saja yang punya arena pribadi yaitu di The Britama Arena, selebihnya mereka menggunakan gor yang dikelola pemerintah atau lapangan basket milik perorangan.

Hal ini membuat IBL di Indonesia tidak begitu menarik karena tidak adanya away di kandang lawan yang isinya ful oleh fans dari tuan rumah itu sendiri, kayak sepak bola gitu. Pertandingan NBA menggunakan sistem best of 7, 4 game berada di tim yang lebih unggul dan 3 game di kandang lawan. Karena fasilitas yang kurang memadai, Indonesia tidak bisa menerapkan sistem ini.

Kurangnya Promosi

Industri media kreatif di Amerika sendiri sangat maju dan berkembang pesat dibandingkan di Indonesia. NBA di sana sangat diagung-agungkan, mengingat basket menjadi olahraga nomor satu di sana. Mereka memiliki channel tv sendiri (NBA TV) dan sangat digemari di semua kalangan baik anak-anak maupun dewasa.

Stasiun televisi baik nasional maupun lokal di sana sangat mendukung dengan adanya kompetisi ini dan mereka saling bekerja sama (contoh ABC/ESPN dan TNT). Ini bisa dilihat dengan adanya post game press conference (konferensi pers setelah pertandingan selesai). Banyaknya sponsor yang ingin menjadi sponsor utama di tim juga sangat berpengaruh dengan promosi basket di sana.

Berbeda jauh dengan Indonesia, stasiun TV di Indonesia tidak begitu tertarik dengan kompetisi basket. Ini berbeda ketika ada pertandingan sepak bola, pasti disiarkan di TV nasional. Seinget gue, IBL pernah bekerja sama dengan TVRI di tahun 2020, tapi setelah itu IBL hanya bisa ditonton melalui layanan OTT Video atau channel youtube mereka (IBL TV).

Tidak adanya media yang tertarik dengan olahraga ini menjadi pemicu kenapa basket di Indonesia seolah-olah tenggelam. Banyak kok media promosi kreatif yang bisa kita gunakan agar olahraga ini bisa dikenal banyak orang (contoh Podcast Pemain Cadangan). Makin banyak yang tau, makin banyak orang yang datang ke arena untuk nonton langsung, makin seru jika arena penuh dengan penonton.

BACA JUGA: PERAN ANDAKARA PRASTAWA DALAM KEMENANGAN TIMNAS BASKET DI TENGAH HUJATAN NETIZEN

Tidak Adanya Pertunjukan di Sela Time Out

Kalian pasti nggak asing lagi dengan yang namanya cheerleaders, pemandu sorak yang mayoritas diisi perempuan ini (walaupun ada laki-laki juga) menjadi pertunjukan yang ditunggu juga ketika time out berlangsung. Di NBA sendiri tidak hanya cheerleaders saja yang mengisi kekosongan di sela time out, ada juga pertunjukan dari musisi atau DJ, ada dance juga yang isinya orang tua semua, ada challenge bagi penonton, dll.

IBL Allstar kemarin juga ada pertunjukan yang serupa saat half quarter, tapi hal ini berbeda dengan yang ada di NBA. Industri pertunjukkan atau hiburan di sana bisa bekerja sama dengan industri basket, sedangkan di Indonesia tidak. Ketika time out berlangsung, hanya ada kekosongan yang diisi komentator atau iklan.

Mungkin situasi di lapangan berbeda dengan yang ditampilkan di live streaming. Bisa jadi lagi bagi-bagi merchandise atau apapun itu di sela time out, tapi akan menjadi hal yang berbeda ketika industri pertunjukan di Indonesia bisa bekerja sama dengan industri basket. Mereka bisa memajukan industri mereka satu sama lain jika ini bisa terjadi. Lo tau sendiri kan budaya kita banyak banget yang bisa ditunjukin.

BACA JUGA: INI SEPATU TERBARU KEVIN DURANT YANG BAKAL RELEASE DI INDONESIA

Sistem Pertandingan Tidak Serumit NBA

Yang gue maksud di sini adalah semakin rumit dan lama pertandingan, semakin seru untuk di tonton. NBA memiliki sistem pertandingan yang lumayan lama karena diikuti oleh 30 tim, terbagi atas dua wilayah yaitu timur dan barat. Selama fase reguler, setiap tim akan bertanding dengan 29 tim lainnya. Suatu tim bisa bertemu hingga 4x dengan tim lain jika menempati wilayah yang sama dan 2x jika bertemu dengan tim wilayah yang berbeda.

Setelah fase reguler selesai, 8 tim terbaik dari masing-masing wilayah akan masuk babak Playoff. Setiap tim akan bertemu dengan lawan mereka sesuai hasil klasemen yang dimiliki. Pertandingan dijalankan dengan sistem best of 7 dan tim terbaik barat akan bertemu dengan tim terbaik timur untuk pertandingan partai Finals.

Hal ini sangat berbeda dengan IBL yang hanya menggunakan sistem best of 3 dari babak Playoff sampai Finals. Fase reguler pun dilaksanakan selama 8 seri yang terbagi di beberapa kota yang memiliki fasilitas basket yang memadai. Tim yang mengikuti IBL tahun ini pun hanya 16 tim (ini pun rekor terbanyak tim yang mengikuti IBL).

Menurut gue jika sistem pertandingannya serumit di NBA dan jumlah game-nya banyak, industri basket ini bisa menjadi ladang cuan yang lumayan juga. Semakin banyak pertandingan yang berlangsung maka semakin banyak pula yang hadir di stadion. Hasil penjualan tiket, merchandise, bahkan NFT bisa menjadi suatu komoditi tersendiri.

Itulah beberapa alasan mengapa industri basket di Indonesia tidak bisa semegah NBA. Sebenarnya yang menjadi faktor paling utama sih karena olahraga basket tidak merakyat bagi warga Indonesia sendiri. Masyarakat Indonesia lebih suka sepakbola karena bisa dimainkan di mana saja dan cuma pakai gawang dari sandal, sedangkan basket tidak sesederhana itu. 

Hal tersebut membuat industri basket di Indonesia tidak begitu berkembang pesat. Walaupun basket Indonesia berprestasi di SEA Games kemarin, jika media tidak tertarik untuk membahasnya, tidak akan ada yang tau kalo basket di Indonesia ini cukup bagus dan bisa menjadi ladang bisnis. (*/)

BACA JUGA: THE MINIONSWATI, HARAPAN BARU GANDA PUTRI INDONESIA

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Dynasti Savira

Investor Reksadana, pro player Blossom Blast Saga, pegiat hidup monoton, dan penikmat seni tapi bukan air. Motto hidup : Semua masalah pasti akan berlalu, iya berlalu lalang.