
Perilaku catcalling sudah sangat menjamur dimasyarakat kita. Apa yang sebaiknya kita semua sadari diawal untuk mengurangi tindak catcalling? Simak artikel berikut ini ya, Civs.
FROYONION.COM - Setiap orang, baik pria maupun wanita pasti menginginkan kehidupan yang nyaman dan aman. Tapi bagaimana jika justru perilaku orang lain membuat kenyamanan dan keamanan yang diidamkan terganggu? Lebih parahnya lagi, perilaku ini sering dimaklumi oleh lingkungan masyarakat kita. Perilaku memalukan ini dinamakan catcalling.
Perilaku ini biasanya banyak dilakukan oleh manusia-manusia yang ngga bersyukur, sudah diberi anugerah kecerdasan tapi tidak pernah digunakan. Manusia-manusia yang menganggap catcalling adalah hal yang tak asing dan seakan menjadikan mereka prince charming.
Catcalling merupakan salah satu bentuk gangguan dan pelecehan (harassment), yaitu tindakan yang tidak diinginkan dan dipaksakan pada seseorang di ruang publik seperti bersiul, dipanggil dengan kata-kata yang menggoda seperti “cantik”, “sayang”, “dek”, dan komentar verbal lain yang tidak diinginkan kepada orang yang sedang lewat.
Catcalling merupakan perilaku kekerasan seksual berbasis gender dengan kasus terbanyak. Hal ini terjadi karena umumnya dilingkungan masyarakat kerapkali menganggap catcalling sebagai hal yang biasa.
Catcalling bisa dialami oleh siapapun tanpa pandang jenis kelamin. Tapi rata-rata korban adalah seorang wanita. Bersumber pada penelitian yang dilakukan oleh Stop Street Harassment, hampir 99% narasumber wanita pernah mengalami pelecehan di jalanan, termasuk catcalling.
Selain di jalanan, catcalling juga kerapkali terjadi di lingkungan pekerjaan hingga lingkungan pendidikan. Bagaimana ngga waspada para wanita dengan kehadiran pria? Apakah sudah tidak ada lagi tempat yang nyaman dan aman bagi para wanita?
Banyak orang menyalahkan pakaian terbuka korban sebagai pemicu kekerasan seksual. Faktanya dilapangan, tetap saja terjadi perilaku catcalling saat korban berpakaian tertutup. Dengan kata lain, hubungan antara catcalling dengan stereotipe cara berpakaian wanita hanya mengada-ada untuk dijadikan pembenaran otak kotor dalam diri pelaku catcalling tersebut.
Perlu diingat dengan jelas bahwa ada dampak psikologis yang dirasakan korban saat mengalami catcalling. Korban bisa merasa kesal, marah, malu, takut, dan merasa tidak dihargai bahkan sampai depresi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 300 juta orang di dunia mengalami depresi.
BACA JUGA: BENARKAH PARKIR KHUSUS PEREMPUAN KONTRADIKTIF DENGAN KESETARAAN GENDER?
Kasus catcalling merupakan salah satu kasus yang menyebabkan seseorang mengalami depresi. Umumnya hal ini disebabkan karena kebanyakan korban catcalling memilih diam karena justru sering disalahkan.
Lebih parahnya lagi terkadang malah orang-orang terdekat korban yang seharusnya mendukung malah meminta agar korban sebaiknya tidak berbuat apa-apa. Hal ini menyebabkan korban memendam luka dan emosi yang dirasakan dan hal ini bisa sangat berbahaya bagi korban.
Selain itu, sebuah studi di Norwegia yang dilakukan pada hampir 3.000 siswa-siswi sekolah menengah atas, mengungkapkan bahwa pelecehan seksual nonfisik seperti catcalling dapat meningkatkan gangguan pada mental. Mulai dari depresi, kecemasan, rendah diri dan citra negatif terhadap tubuh.
Muncul perasaan ‘terancam’ ketika wanita berada di tempat umum yang bahkan ada banyak orang di sekitarnya. Penurunan harga diri yang terlihat dari cara berpakaian, ekspresi wajah, dan emosi yang diperlihatkan di depan umum.
Terus-menerus mendapat catcalling juga dapat mengakibatkan wanita menerima bahwa dirinya hanyalah objek, bukan wanita yang berhak bersuara atas keinginannya sendiri. Keadaan-keadaan emosi ini bukanlah hal yang biasa dan bukan juga hal yang mudah dimaklumi. Terlebih jika pemicunya adalah suatu tindak kejahatan yang bisa terjadi kapanpun dan dimanapun. Dampak trauma yang dirasakan korban bisa sampai berlarut-larut. Bukankah ini sungguh hal yang menyakitkan bagi para wanita?
“Halah begitu doang”
“Semua orang juga pernah malu, marah, kesal, takut”
“Hal yang biasa kok itu”
Heyyy, bukan seperti itu mindsetnya.
Luka fisik mungkin umumnya bersifat sementara, tapi luka di hati bisa sangat berbahaya, karena sifatnya yang berlangsung lama atau bahkan akan tetap terus ada. Dalam kehidupan masyarakat, kita diajarkan tentang apa yang harus dilakukan saat kita mengalami luka fisik. Kita ngga pernah diajarkan tentang apa yang harus dilakukan saat mengalami luka di hati dan perasaan. Bahkan mungkin ada diantara kita yang ngga pernah diajarkan bahwa luka di hati, perasaan, dan emosi itu benar-benar ada.
Perlu kita sadari sedari dini, walaupun mungkin tidak kelihatan layaknya luka fisik, tapi luka pada hati itu sama bahayanya atau bahkan mungkin jauh lebih berbahaya. Dan catcalling berpeluang besar menjadi salah satu penyebab berbahaya terjadinya luka pada batin korban.
Hal lainnya yang perlu kita semua cermati juga bahwa pria dan wanita dilahirkan dengan perbedaan yang khas, sampai ke cara berpikir dan ber-emosi. Mengutip dari bukunya Claudia Sabrina dalam Seni Memahami Wanita, dijelaskan bahwa Wanita melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dengan pria. Bahkan emosi yang mengalir dari tubuh wanita dan pria juga tidak sama. Setiap wanita itu unik dan berbeda. Bahkan setiap wanita pun memiliki perjalanan hidup, kondisi kekinian, dan pengalaman yang berbeda.
Wanita adalah makhluk yang lebih mementingkan perasaan dibanding logika. Maka tak heran jika perasaan, emosi, empati, simpati, dan perilaku lemah lembut melekat pada wanita. Wanita cenderung menyenangi hal-hal yang ia ingin dengar. Otomatis para wanita tentu tidak menyukai hal-hal yang tidak ingin ia dengar seperti catcalling kan?
Alangkah baiknya sebagai manusia yang dianugerahi akal budi, jangan pernah samakan pola pikir pelaku dengan pola pikir korban catcalling. Korban menganggap catcalling adalah hal yang buruk, tetapi pelaku menganggap catcalling hanya sebuah candaan dan hal biasa, karena biasanya pelaku tidak pernah berpikir dalam melancarkan aksinya.
Lalu harus bagaimana?
Ada sebuah cerita anekdot yang pernah dimuat dalam koran harian kompas di tahun 1997. Jika kita refleksikan dalam-dalam, cerita ini niscaya mampu membuka mata kita semua. Cerita ini berjudul “Cantik”.
Konon suatu hari para ahli luar angkasa menerima pesan dari makhluk planet lain. Mereka menyatakan minat berkunjung dan mengadakan studi perbandingan ke bumi. Sambutan meledak-ledak bukan saja dari kalangan ahli. Perusahaan pemancar televisi, dan pembuat film berlomba-lomba mendapat tempat dalam acara sambutan itu. Pabrik sepatu, kemeja, minuman dan parfum berlomba ikut menjadi sponsor acara.
Akhirnya tibalah hari H, para tamu dari planet lain itu diajak berkeliling ke pusat-pusat peradaban manusia, baik warisan budaya klasik, maupun puncak teknologi kontemporer. Seluruh acara kunjungan diikuti ratusan juta penduduk bumi lewat siaran langsung televisi. Diujung kunjungan resmi itu diadakan upacara perpisahan. Para tamu diminta memberikan kesan-kesannya. Aneka pujian dihamburkan bak kembang api. Tepuk tangan berkali-kali menggelegar diantara hadirin makhluk bumi yang bangga.
“Tapi”, kata sang tamu tiba-tiba, “ada yang ganjil tentang kehidupan dibumi ini.” Serentak perhatian hadirin tertuju kepadanya. “Apa? Katakan, apa yang ganjil,” teriak mereka hampir bersamaan. “Yang aneh”, kata sang tamu, “setiap kali kami berjalan-jalan dipusat kota-kota metropolitan dimalam hari, yang kelihatan hanya pria. Baik di Jakarta, New Delhi, Tokyo, ataupun New York.” Para hadirin menjadi lega, “oh itu.” Seorang petinggi dari bumi menjelaskan, “itu lumrah. Maklum, kalau malam pusat-pusat kota kurang aman. Demi alasan keamanan, kebanyakan wanita dan anak-anak tinggal di dalam rumah.”
Penjelasan ini kurang memuaskan para tamu. Mereka kelihatan bingung dan sibuk berbisik-bisik dalam bahasa planet mereka. Sampai-sampai tuan rumahnya bertanya, “Apakah penjelasan tadi kurang jelas?” Salah seorang tamu itu menjawab, “Terus terang kami masih tak paham. Kalau di planet kami ada binatang yang buas dan berbahaya bagi umum, maka yang dikurung adalah binatang itu. Bukan korbannya.”
Menjadi manusia baik penuh dengan perjuangan, perjuangan untuk memahami perbedaan, mengendalikan dan menahan ego serta masih banyak lagi perjuangan lainnya. Perjuangan bukan hal yang terkesan berat, itu semua bisa dimulai sendiri melalui hal-hal kecil dalam keseharian. Hal kecil yang patut mendapat apresiasi besar. Hal kecil yang bisa bikin kita semua chill. (*/)