Esensi

BENARKAH PARKIR KHUSUS PEREMPUAN KONTRADIKTIF DENGAN KESETARAAN GENDER?

Lelucon seorang komika yang menyindir adanya fasilitas khusus perempuan beberapa waktu yang lalu menjadi perdebatan warganet di dunia maya dan menimbulkan banyak persepsi yang keliru terhadap feminisme. Ternyata masih banyak orang yang salah kaprah soal feminisme.

title

FROYONION.COM - Beberapa waktu yang lalu, seorang komika mengunggah video berdurasi 45 menit di akun media sosial Twitter yang berisikan potongan materi stand up comedy-nya. Lewat materi stand up tersebut, sang komika menyampaikan keresahannya soal parkir khusus perempuan yang ada di berbagai pusat perbelanjaan. 

Di tengah panggung komedi tunggal itu, sang komika menyampaikan bahwa para perempuan harusnya tersinggung dengan adanya fasilitas parkir khusus perempuan. Lebih lanjut, sang komika juga mempertanyakan mengapa para perempuan ingin disetarakan dengan kaum difabel. Ia juga berasumsi bahwa adanya fasilitas khusus, seperti parkir khusus perempuan ini menunjukkan sikap standar ganda kelompok pendukung feminisme yang tak hanya menginginkan perempuan untuk mandiri, namun juga meminta untuk diistimewakan. 

Narasi dalam video singkat yang diunggah tersebut dinilai para warganet menyinggung serta memojokkan kaum perempuan dan kaum difabel. Selain itu, sang komika juga menjadikan tindakan pelecehan seksual sebagai sebuah lelucon yang ditertawakan oleh penonton pertunjukannya. Bagi sang komika tersebut, tindak pelecehan seksual tidak berpotensi terjadi di parkiran mobil.

Materi stand up comedy yang viral di Twitter tersebut sontak menjadi diskusi yang sengit di media sosial tentang urgensi dari parkir khusus perempuan tersebut. Di media sosial, lelucon itu kemudian merembet ke berbagai persoalan lain terkait fasilitas di ruang publik yang dikhususkan bagi perempuan, seperti gerbong kereta dan bus khusus penumpang perempuan. Banyak warganet yang kemudian ikut berkomentar bahwa ‘kekhususan’ seperti itu bertolak belakang dengan semangat feminisme yang menuntut kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.

Menurut mereka, perempuan ingin ditempatkan sejajar dan setara dengan laki-laki, namun belum tentu mau dan mampu mengangkat galon serta mengerjakan pekerjaan lain yang lebih mengandalkan fisik yang masih didominasi oleh laki-laki. Pandangan umum yang salah soal feminisme adalah saat esensi kesetaraan gender hanya dilihat ketika perempuan bisa melakukan hal-hal yang sama seperti laki-laki. Selain tidak tepat, pandangan semacam ini juga cenderung menyesatkan sehingga perlu diluruskan.

BACA JUGA: MENURUT LO MANA YANG LEBIH KREATIF, COWOK ATAU CEWEK?

SALAH KAPRAH PEMAHAMAN FEMINISME

Sebagai sebuah gerakan, feminisme pertama kali lahir pada abad ke-19 untuk memperjuangkan hak-hak perempuan yang dalam sejarahnya dirampas oleh budaya dan struktur patriarki, sebuah anggapan yang menempatkan laki-laki pada posisi superior yang menempatkan laki-laki di posisi yang lebih memiliki kuasa dan kontrol bahkan atas tubuh perempuan.

Sebelum ada gerakan feminisme, laki-laki telah memperoleh banyak sekali privilege seperti hak politik, akses menempuh pendidikan, dan mendapat pekerjaan. Sementara perempuan justru terkungkung di ranah domestik. Gerakan feminisme muncul sebagai upaya untuk membuat perempuan dapat menikmati hak yang setara dan adil dengan laki-laki, baik dalam aspek sosial, ekonomi, politik, di ruang publik, bahkan di ranah domestik.

Untuk mencapai keadilan tersebut, perlakuan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki masih sangat mungkin terjadi dan berlaku sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.

Fasilitas parkir khusus perempuan, contohnya, diperlukan agar perempuan dapat terhindar dari ancaman kekerasan seksual, mengingat layanan parkir biasanya minim penerangan, sunyi, dan relatif jauh dari pintu masuk utama gedung. Begitu pula dengan gerbong kereta dan bus khusus penumpang perempuan yang bertujuan untuk menghilangkan hambatan perempuan dalam mengakses sarana transportasi yang layak dan aman.

Itu semua merupakan bentuk tindakan afirmatif yang dirancang untuk mencapai kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki dalam mengakses ruang publik yang aman. Ada kalanya perempuan memerlukan tindakan afirmatif untuk membuka peluang yang setara ke berbagai macam akses ke ruang publik, bukan untuk menunjukkan bahwa perempuan lebih lemah dari laki-laki karena tidak bisa menggunakan cara yang sama untuk ‘bersaing’ dengan laki-laki.

Lalu mengapa ‘kekhususan’ di ruang publik itu masih diperlukan? Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) pada 2022 ini dikutip dari theconversation.com menemukan bahwa 14% dari kasus pelecehan seksual pada perempuan terjadi di toko umum dan pusat perbelanjaan; 23% terjadi di sarana transportasi umum; 12% di tempat kerja; 26% di kawasan pemukiman, dan 70% di jalanan umum atau taman. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa 4 dari 5 orang perempuan rentan mengalami pelecehan seksual di ruang publik, bahkan di masa pandemi COVID-19 yang menuntut pembatasan aktivitas fisik.

Sekali lagi, ‘tindakan afirmatif’ semacam itu saat ini masih diperlukan agar perempuan dan laki-laki sama-sama dapat mengakses ruang publik dengan leluasa dan penuh rasa aman, meskipun dengan cara yang berbeda. Ini adalah esensi sebenarnya dari kesetaraan gender.

BACA JUGA: ALASAN KENAPA CEWEK LEBIH SUKA SAMA ‘FUCKBOY’ DARIPADA ‘SOFTBOY’

MUSUH FEMINISME, PATRIARKI

Feminisme terkesan hanya fokus memperjuangkan hak perempuan yang melibatkan relasi gender antara laki-laki dan perempuan saja. Hal ini cukup dapat dimengerti, mengingat pondasi gerakan feminisme di awal kemunculannya memang untuk memperjuangkan hak-hak perempuan yang dalam sejarahnya direpresi oleh budaya patriarki.

Namun, seiring kehidupan masyarakat yang semakin dinamis, feminisme tidak lagi hanya berbicara mengenai perempuan dan laki-laki, melainkan juga tentang identitas gender yang lain. Judith Butler, seorang teoritisi gender, mengemukakan pendapat atas studi gender yang lebih banyak berbicara soal laki-laki dan perempuan, serta terkesan mengabaikan diskusi tentang kelompok gender non-biner. 

Yang kemudian perlu ditekankan adalah, pemikiran feminisme tidak bertujuan untuk memusuhi laki-laki, melainkan melawan budaya patriarki yang selama ini dianggap meminggirkan kaum perempuan dan lebih menguntungkan laki-laki.

Perlu diingat bahwa konstruksi patriarki sebenarnya tidak hanya menindas perempuan, tetapi juga laki-laki itu sendiri. Hal ini terjadi karena patriarki melanggengkan toxic masculinity yang membuat laki-laki harus selalu tampil maskulin dan superior. Kondisi ini berdampak pada sulitnya laki-laki mengafirmasi pengalaman dan mencari tempat perlindungan ketika mereka mengalami pelecehan seksual. 

Dalam konteks rumah tangga, kuatnya konstruksi patriarki membuat laki-laki memikul beban berat untuk mencari sumber pendapatan untuk hidup sehari-hari. Padahal, tanggung jawab finansial dalam rumah tangga sebenarnya sangat mungkin dipikul bersama dengan perempuan. Dengan demikian, feminisme sejatinya bukan hanya milik perempuan, melainkan milik seluruh identitas gender dengan misi utama untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan di segala aspek. (*/)

 BACA JUGA: MASANG FOTO KUCING DI DATING APP BISA MENARIK PERHATIAN CEWEK, EMANG IYA?

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Satrio Adi Pradipto

Hamba tuhan yang selalu mencintai sepakbola (dan kamu).