Tips

PERHATIKAN INI SEBELUM JADI RESPONDEN PENELITIAN ORANG ASING DI MEDIA SOSIAL

Pernah dapat DM berisi permintaan untuk jadi responden penelitian dan harus mengisi kuesioner? Mau ditolak rasanya nggak enak, mau diterima tapi pernah ada track record jelek terkait survey beginian. Harus bagaimana?

title

FROYONION.COM Penyusunan karya ilmiah seperti skripsi dan tesis biasanya melibatkan survey pada sekian responden yang dirasa sesuai dengan tujuan penelitian mereka. Untuk mendapat responden ini sendiri bisa melalui beragam cara, salah satunya melalui internet. 

Penelitian tentang perilaku penonton platform OTT, misalnya, akan menyasar mereka yang berlangganan di platform tersebut. Responden biasanya akan dicari melalui kolom komentar akun media sosial platform terkait untuk kemudian diminta bantuannya mengisi kuesioner melalui Direct Message

Masalahnya, metode survey seperti ini, apalagi yang dilakukan oleh orang yang nggak kita kenal, rentan disalahgunakan. Masih ingat kasus Gilang Bungkus yang sempat viral beberapa tahun lalu? Mengatasnamakan tugas akhir dari perguruan tingginya, ia lalu meminta responden surveynya untuk membungkus diri mereka menggunakan lakban. 

Usut punya usut, ia sengaja melakukan hal absurd ini karena punya fetish saat melihat orang terbungkus. Modus yang sama ditemukan lagi baru-baru ini. Mengaku sebagai mahasiswi prodi Kebidanan, seseorang yang masih belum diketahui identitas aslinya menyebar kuesioner terkait kesehatan alat reproduksi perempuan.

Ia lalu menyebar kuesionernya dan meminta responden mengirim foto diri dalam keadaan setengah telanjang. Korban yang nggak curiga karena mengira si pengirim survey adalah sesama perempuan, kemudian benar-benar mengirim foto dirinya. 

Naas, setelah itu akun Instagram korban di-block dan semua pesan di-unsend guna menghilangkan barang bukti. Foto korban kemudian dijual dan jika ingin dihapus selamanya, maka korban wajib mengirim foto dalam keadaan nggak pantas. 

Thread di Twitter yang membahas kasus ini telah mencapai 1.8 juta penayangan dan kita semua tentu berharap kasusnya bisa segera selesai. Dari kasus ini juga kita belajar, apa yang seharusnya kita lakukan saat diminta untuk jadi responden penelitian orang lain melalui sosmed. 

Niat kita tentu membantu, namun pahami dulu kalau orang yang mau kita bantu itu tetaplah orang asing. Jika ada strangers yang mengatasnamakan mahasiswa dan butuh responden penelitian, ini yang harus kalian lakukan.

BACA JUGA: INI YANG HARUS KAMU LAKUKAN SAAT JADI NARASUMBER WAWANCARA UNTUK KONTEN ORANG LAIN

1. TANYAKAN NOMOR HP, ALAMAT EMAIL DAN NAMA LENGKAP DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI

Ketiga hal ini HARUS dijawab secara sukarela. Logikanya begini: penelitiannya kan sudah dibantu, jadi nggak apa-apa dong kalau kita sebagai responden minta data-data dosen pembimbingnya?  

Informasi ini adalah hak responden sekaligus untuk berjaga-jaga kalau-kalau terjadi hal yang nggak diinginkan nantinya. Kalau peneliti menolak memberikannya, maka calon responden juga berhak menolak untuk menjadi responden.

Jangan lupa juga untuk meminta data-data si peneliti secara lengkap. Tanyakan nama, nomor HP, asal perguruan tingginya dan nomor mahasiswanya. Cek di PDDikti untuk memastikan apakah benar peneliti adalah mahasiswa di perguruan tinggi tersebut. 

Ribet, ya? Tapi percayalah, lebih baik memastikan semuanya di awal daripada menyesal di akhir. 

2. PAHAMI ADANYA ETHICAL CLEARANCE 

Perlu kalian ketahui, untuk penelitian yang menggunakan manusia terutama dari jurusan kesehatan, dibutuhkan EC alias ethical clearance. Artinya adalah keterangan tertulis dari Komisi Etik Penelitian khusus untuk riset yang melibatkan makhluk hidup guna menyatakan proposal risetnya layak dilaksanakan jika sudah memenuhi persyaratan tertentu.

Termasuk dalam EC ini adalah wajib ada tanda tangan dari responden, nggak cukup hanya dengan lampiran bukti surat turun lapang dari kampus atau jurusan. Penelitian di jurusan kesehatan sendiri sangat jarang melakukan penyebaran kuesioner melalui internet dengan metode yang asal-asalan. 

Biasanya, penelitian seperti ini akan menyasar kelompok tertentu seperti komunitas, posyandu, rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk mempermudah perizinan seperti izin turun lapang, izin instansi sampai dengan izin responden. 

Artinya, penelitian kesehatan nggak akan asal sebar kuesioner seperti menyebar jala ikan. Kalian wajib waspada saat mendapat permintaan jadi responden penelitian jenis ini.

BACA JUGA: 5 HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN AGAR LOLOS WAWANCARA KERJA

3. RESPONDEN BERHAK MENOLAK 

Sebagai responden, kalian memiliki hak untuk nggak melanjutkan menjadi responden di tengah jalan sebelum pengisian kuesioner atau wawancara survey selesai. Itu hak kalian, terutama kalau kalian menemukan kejanggalan dalam prosesnya. 

Peneliti seharusnya tahu ini dan bisa menerimanya dengan lapang dada. Mereka juga wajib untuk tetap bertanggungjawab atas kerahasiaan dan keamanan sebagian data responden yang sudah diberikan. 

Jika informasi penelitian ini bocor, baik sebagian maupun keseluruhannya, maka responden sangat bisa menuntut peneliti. Bisa dikasuskan dan bisa minta ganti rugi! Tapi dengan syarat ada tanda tangan surat informed consent. Kalau nggak ada, maka ini bisa mempersulit proses menuntut ke meja hijau. 

4. HINDARI MEMBERI INFORMASI SENSITIF

Nama, nomor HP, alamat dan foto diri saja sudah termasuk informasi sensitif yang rawan disalahgunakan, lho. Memberikan semuanya saat mengisi kuesioner terbilang cukup riskan, apalagi jika si peneliti mulai meminta hal lain yang aneh-aneh. 

Foto bagian tubuh, misalnya. Bahkan bagian tubuh yang tampak nggak mencurigakan seperti tangan atau kaki. Tetap tolak permintaan peneliti jika sudah menjurus ke foto-foto seperti ini. 

Mungkin, kalian sempat merasa percaya pada si peneliti karena memiliki gender yang sama. “Ah, sesama cewek ini, nggak mungkin aneh-aneh. Foto profil sosmednya aja kelihatan berjilbab kok.”

Masalahnya, kalian nggak pernah benar-benar tahu apakah itu foto aslinya atau bukan. Di balik foto profil yang cantik itu bisa saja ada laki-laki nggak bertanggung jawab yang berniat buruk. Tetap waspada dan jangan pernah mau untuk memberikan informasi pribadi yang sifatnya sensitif apalagi foto diri dalam keadaan tanpa busana.

Adanya kasus seperti ini memang cukup miris. Kalau dipikir-pikir, korbannya bukan hanya mereka yang sudah terlanjur mengirim foto, tapi juga peneliti lain yang serius mengerjakan tugas akhirnya. Mencari responden bisa jadi akan semakin susah karena banyak orang merasa takut data-datanya disebarluaskan. 

Kuncinya adalah tetap waspada dan jangan takut untuk menolak jika memang penelitiannya dirasa janggal. Sementara kalian yang berada di posisi peneliti, tetap semangat dan lengkapi semua perizinan yang dibutuhkan agar bisa mendapat responden sesuai kebutuhan. (*/) (Photo credit: Fauxels)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Wahyu Tri Utami

Sometimes I write, most of the time I read