Stories

WIDAYAT, SEORANG MAESTRO YANG SEDANG BERJUANG UNTUK EKSISTENSI KETOPRAK RADIO DI YOGYAKARTA

Menjadi seorang maestro ketoprak bukan berarti sudah berada di puncak karir, Widayat masih harus memperjuangkan eksistensi ketoprak radio. Apa saja hal sudah ia lakukan sebagai maestro?

title

FROYONION.COM - Pertengahan tahun 2023 ini, tepatnya pada tanggal 09 Juni 2023 tim Froyonion.com berkesempatan untuk bertemu dengan seorang maestro ketoprak Yogyakarta, Widayat

Mengawali karir sebagai seorang pemain ketoprak dan pegawai di Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta pada tahun 1964, ia aktif pada kegiatan kesenian tersebut dengan mengisi mata acara ketoprak di RRI yang diproduksi setiap satu minggu sekali dengan format audio dan disiarkan setiap malam Kamis. 

Mungkin terdengar asing atau aneh ketika sebuah pertunjukan ketoprak yang biasanya bisa kita lihat di panggung disajikan dengan format suara. Namun, itu yang membuatnya unik dan Widayat yakin itu bisa diterima oleh para pendengar radio.

BACA JUGA: KENAPA BAKPIA SANGAT IDENTIK DENGAN YOGYAKARTA?

Widayat pernah menjadi pegawai kontrak yang bisa sewaktu-waktu dicabut statusnya, hingga pada tahun 1968-1970 ia mengalami kekosongan pekerjaan sebagai seniman karena ketoprak radio hanya ada di RRI Yogyakarta. Lalu pada tahun 1971 ia dikontrak lagi oleh RRI dan langsung diangkat sebagai pegawai tetap.

Bertempat di rumahnya yang berada di Kadisono, Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Yogyakarta, tim Froyonion.com berbincang tentang alasan dan upaya Widayat dalam menjaga eksistensi ketoprak radio di Yogyakarta.

KEMUNDURAN KETOPRAK RADIO DI YOGYAKARTA

Widayat mengatakan bahwa saat ini karyawan kesenian di RRI sebagai motor gerakan ketoprak radio semakin berkurang yang memengaruhi kualitas mata acara dan kuantitas produksi ketoprak radio. Ketoprak radio saat ini hanya mengandalkan berbagai digital platform untuk menyiarkannya. 

Namun, yang cukup disayangkan oleh Widayat adalah RRI Yogyakarta hanya mengulang-ulang hasil produksi ketoprak radio yang dibuat 2 tahun lalu. 

Terhitung sejak tahun 2020 Widayat sudah tidak memproduksi ketoprak radio karena tidak adanya sumber daya manusia dan adanya kebijakan dari RRI Yogyakarta yang tidak memperbolehkan para seniman untuk produksi lagi karena adanya Covid-19 saat itu.

Cukup jadi pertanyaan Widayat hingga saat ini mengapa RRI Yogyakarta tidak lagi memproduksi mata acara ketoprak radio, padahal segala kebijakan yang bersangkutan dengan Covid-19 sudah dihapuskan.

“Nah, mustinya pejabat-pejabat RRI Yogyakarta sekarang mustinya buka hatinya mata acara ketoprak itu diharapkan sekali, kenapa tidak bekerja sama dengan grup-grup yang ada di sini, mengumpulkan grup-grup yang ada untuk tetap memproduksi siaran, produksi mata siaran  ketoprak,” cetusnya.

MEMBUAT SANGGAR KESENIAN KETOPRAK

Widayat akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah sanggar kesenian ketoprak bersama istrinya, Marsidah, seorang senior seniman ketoprak juga di Yogyakarta. 

Pada tahun 2021 Widayat membuat sanggar dengan nama Perkumpulan Seniman Kethoprak Mataram Yogyakarta (PSKMY).

Bukan tanpa alasan Widayat membuat sanggar ini. Selain untuk mengajak para anak muda tetap mengenal dan melestarikan budaya sendiri, ia berharap sanggar dan orang-orang di dalamnya bisa berkolaborasi dengan RRI Yogyakarta untuk memproduksi mata acara ketoprak radio.

Meskipun sanggar yang ia buat merupakan sanggar untuk ketoprak panggung, Widayat tetap melatih para anggotanya mengenai ketoprak radio, karena menurutnya jarang sekali grup-grup ketoprak yang mempelajari secara tuntas tentang ketoprak radio.

Jadi tidak hanya fokus pada ketoprak panggung, Widayat mempersiapkan mereka untuk ketoprak auditif juga agar mereka memiliki banyak orientasi pengemasan yang menjadikan mereka sebuah paket lengkap.

MEMBUAT KOMPAS KETOPRAK RADIO DI YOGYAKARTA

Widayat melihat produksi ketoprak radio sudah melenceng dan tidak memiliki arahnya dalam segi pengemasan yang seharusnya auditif. Hal ini dikarenakan permintaan dari Dinas Kebudayaan.

“Mestinya instansi RRI itu membentuk suatu tim untuk mengisi mata acara lokal. Mata acara lokalnya jogja apa, ya ketoprak sama wayang kulit, tapi kenapa tidak mau bekerja sama misalnya dengan PSKMY mengisi mata acara siaran ketoprak,” tuturnya.

Widayat menjadikan RRI dan kesenian di kota Solo sebagai preferensi eksistensi kebudayaan lokal di media radio. Mereka bekerjasama dengan ISI Surakarta dan teman-teman dari taman budaya dengan menyajikan siaran wayang orang sehingga Widayat merasa sulit untuk merangkul birokrasi dan kebijakan RRI.

Yogyakarta tentang ketoprak radio yang terkesan kehilangan kompas dalam pelestariannya.

MEMBELI MATA ACARA KETOPRAK RADIO

Meskipun sudah membuat sebuah sanggar dan berharap bisa berkolaborasi dengan RRI Yogyakarta untuk memproduksi ketoprak radio, ternyata hasilnya nihil. Widayat tidak pernah memiliki kesempatan untuk produksi dan siaran ketoprak radio di sana.

“Saya pernah ngomong sama pimpinan RRI, bu siapa pada waktu itu, mata acara ketoprak mau saya beli, saya isi ndak boleh kok, ndak boleh kok pada waktu itu,” cetusnya.

Banyak harapan dan keyakinan yang Widayat berikan untuk ketoprak radio agar tetap eksis di tengah banyaknya budaya asing yang masuk dari luar. Menurutnya, tugas kita sebagai penerus hanyalah nguri-nguri (memelihara) dan mengembangkan ketoprak selagi masih bisa. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Dinar Nur Zaky

Mahasiswa Ilmu Komunikas yang sedang iseng-iseng nulis dan nyobain media musik, senang juga melakukan liputan-liputan independent.