Stories

PROFESI ILUSTRATOR ATAU SENIMAN TAK AKAN TERGANTIKAN OLEH AI

Muhammad Taufiq selaku ilustrator atau visual artist menilai bahwa manusia selalu punya kreativitas dan keaslian dalam membuat karya seni. Keaslian tersebut tidak akan tergantikan bahkan oleh Artificial Intelligence (AI) sekalipun.

title

FROYONION.COM - Lo pasti pernah nemuin cerita begini: ada orang tua bilang ke anaknya, “Kamu gak usah jadi seniman atau ilustrator. Mau jadi apa nanti?”

Ucapan di atas emang gak salah sih, tapi juga nggak sepenuhnya betul. Baiknya lo dengerin langsung bagaimana iklim industri seni langsung dari pekerja seninya.

Froyonion beberapa waktu lalu sempat berbincang dengan Muhammad Taufiq alias Emte (44), sosok di balik komik Gugug yang rencananya akan diadaptasi menjadi sebuah film oleh Palari Films

Pada kesempatan tersebut, Emte menceritakan bahwa iklim industri seni khususnya profesi ilustrator atau komikus sejauh ini amat positif apalagi di zaman sekarang teknologi sudah maju banget. 

“Dengan teknologi, para seniman atau ilustrator jadi punya wadah untuk membagikan karyanya ke publik dengan banyak cara,” terang Emte. 

APAKAH SENI HARUS DIGITAL?

Dalam berkarya, Emte tidak menilai teknologi sebagai musuh. Mempelajari teknologi atau membuat karya seni digital sebetulnya bikin lo punya peluang lebih dalam bekerja.

“Gue dulu awalnya bikin karya serba manual,” ujarnya. “Lalu begitu ada komputer, gue mulai belajar cara bikin komik dan mewarnai secara digital. Gak harus pakai watercolor terus.”

Menurut Emte, seniman bisa melihat teknologi dari sisi positif. Teknologi dapat membantu, misalnya untuk pengarsipan karya ilustrasi. Dengan melakukan pengarsipan secara digital, karya lo bakal tersimpan dengan baik dalam bentuk portofolio.

Lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini menjelaskan bahwa banyak sekali cara untuk berkarya bagi seorang seniman. Bisa mulai dengan membuat merchandise, membuat komik fisik dan digital, kirim commission ke luar negeri, serta bekerja sama dengan jenama (brand).

“Bikin komik pun gak harus ke penerbit, lo bisa coba dengan metode pre order dan jual secara online,” ucap Emte. “Setelah itu mungkin lo bisa tawarkan ke penerbit. Bisa juga lo coba ke platform Webtoon. Teknologi bikin lo punya banyak peluang buat maju. Hal itu gue alamin sendiri.”

BACA JUGA: KENAPA AI ART DINILAI PROBLEMATIK DAN NGGAK ETIS OLEH BANYAK SENIMAN?

SENIMAN VERSUS AI

Di zaman sekarang, anak muda mulai familiar dengan AI. Mereka bisa menggunakan AI untuk membuat karya tulis maupun karya seni digital. Beberapa media pun belakangan mulai menggunakan AI untuk membuat postingan di media sosial Instagram sebagai pengganti ilustrasi.

Artificial Intelligence alias AI merupakan hal baru yang lagi ramai dibicarakan dari banyak sisi. Sebagian menilai AI sebagai ancaman yang bisa mengambil alih kerja ilustrator. Sebagian yang lain menilai bahwa AI adalah sarana bagus untuk mencari referensi sekaligus untuk belajar bagi seniman.

Mengenai hal ini, Emte memposisikan diri sebagai seniman atau ilustrator yang menggunakan AI sebagai wadah untuk mencari referensi. Emte beranggapan bahwa manusia memiliki pikiran dan imajinasi dan selalu bisa jadi tokoh utama dalam membuat karya.

“AI membantu gue membikin karya,” ujar Emte. “Biasanya sebelum menggambar, gue membuat sketsa atau rancangan kasar. Dengan tampilan yang rapi dan detail, AI biasa jadi acuan buat gue menggambar.”

Emte mengatakan bahwa AI tidak membuat karya atau sesuatu yang baru. Hasil menggunakan AI adalah rekonstruksi dari kumpulan karya manusia. AI hanyalah mencaplok dan menyusun gambar yang sudah ada menjadi visual. AI menurut Emte tidak bisa menciptakan karya, melainkan hanya mengumpulkan.

Manusia dalam hal membuat karya bisa mengembangkan lebih baik karena memiliki kreativitas dan otak untuk berpikir. Walaupun karya seni visual selalu berulang atau serupa, manusia selaku seniman atau ilustrator tetap mampu membuat karya seni yang khas.

Bagi Emte, seniman harus bisa menikmati proses membuat karya. Dalam proses menerjemahkan ide menjadi sebuah karya, lo enggak usah terlalu memikirkan kalau karya lo bakal laku atau disukai. Mulai aja dulu. Yang terpenting lo bisa menikmati prosesnya.

“Apakah bisa mapan dengan menjadi komikus? Standar mapan tiap orang berbeda-beda,” ucap Emte. “Yang jelas gue bisa mandiri dari (profesi) ini dan nggak bergantung pada orang lain.”

Emte yang selama ini berprofesi sebagai ilustrator atau visual artist menilai bahwa prospek menjadi sebuah ilustrator sejauh ini bagus. Lo yang menggeluti bidang ini harus percaya bahwa hal yang lo kerjakan saat ini bisa mendatangkan manfaat buat diri lo. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Fadhil

Content writer Froyonion, suka pameran seni dan museum, sesekali naik gunung