Stories

KENNY TJAHYADI, COUNTRY DIRECTOR KOPIKALYAN JAPAN: ‘SAYA BERHARAP LEBIH BANYAK ORANG JEPANG YANG BISA MERASAKAN KOPI SPESIAL INDONESIA’

Membawa misi yang besar, Kenny Tjahyadi berupaya memperkenalkan kopi-kopi spesial dari Indonesia agar lebih dikenal masyarakat Jepang dan dunia.

title

FROYONION.COM - Awal Mei lalu, crew Froyonion TikTok mengunjungi Jepang–khususnya Tokyo, dalam sebuah rangkaian petualangan dalam membuat konten di Negeri Matahari Terbit yang bertajuk Froyonion Ikuzo.

Tak disangka, bahwa petualangan itu membawa crew Froyonion pada suasana yang cukup familiar, salah satunya berkat sebuah tempat kopi di sudut Jingūmae, sebuah gang yang dikenal sebagai pionir street fashion di Harajuku, Shibuya.

Tempat di sudut terkenal Shibuya itu adalah Kopikalyan Japan, sebuah coffee shop asal Indonesia, yang dibesarkan dan dikembangkan oleh Kenny Erawan Tjahyadi, sebagai Country Director Kopikalyan di Jepang.

Kepada Froyonion, Kenny berbincang-bincang tentang awal penciptaan Kopikalyan di Tokyo, serta plus-minus dari menjalani karier dan bisnis di Negeri Sakura. Berikut hasil obrolan kami:

Sejak kapan memiliki ketertarikan dengan kopi?

Awalnya saya sempat sekolah di Melbourne. Tadinya saya sekolah di perhotelan, di cookery gitu, saya suka banget masak. Selama sekolah di Australia, saya kena culture kopi yang keras dari Melbourne, karena orang biasa bilang Melbourne sebagai  “home of cafe & coffee shop”, dari situ saya mulai mengenal kopi.

Kemudian saya pulang ke Indonesia, saya mulai kerja F&B (food and beverage), buka [bisnis] bakery dan cafe. Kebetulan, keluarga saya di Bali juga punya background di kopi, kakek menciptakan Bhineka Djaja, salah satu perusahaan kopi yang tertua di Bali.

Kakek juga sempat bertanya, “Kenapa nggak kerja di kopi?”. Dari situ saya kepikiran buka coffee shop di Bali, yang akhirnya mempertemukan saya kembali dengan teman-teman sekolah dari Melbourne. Dari situ, saya mulai ketemu dengan Kopikalyan.

Bagaimana awalnya memutuskan untuk tinggal dan mengembangkan Kopikalyan di Tokyo?

Suatu saat saya mendapat ajakan dari teman-teman di Kopikalyan untuk start cafe baru di Tokyo. Sebelum pandemi, kebetulan Jepang berencana untuk menyelenggarakan Tokyo Olympics, jadi pasti kebayang bakal ramai dan seru.

Tim juga sudah mempersiapkan banyak hal dari beberapa tahun sebelumnya, riset beberapa kali, jadi sudah kebayang mau buka coffee shop seperti apa di Tokyo.

Kopikalyan Tokyo, dan menu favorit, Es Kopikalyan. (Sumber: Garry/Froyonion)

Dengan background saya yang pernah menjadi konsultan untuk perusahaan-perusahaan dari luar negeri, jadi saya berpikir hal ini adalah challenge baru saya untuk belajar buka usaha asal Indonesia di Jepang. Mulai dari handling di awal,  seperti mengembangkan konsep toko dengan tim, mengurus izin, bikin kantor, establish company, ngurusin perpajakan, staffing dan lainnya.

Project ini [Kopikalyan Tokyo] sempat berhenti sebentar karena pandemi, setelah 7–8 bulan, kita tetap decide untuk buka, dan saya stay di Jepang sejak itu.

Bagaimana ekspektasi awal Anda sesaat sebelum bekerja di Jepang?

Tinggal di Jepang, mungkin kalau orang pada liburan kayak “Seru, ya”, makan, jalan-jalan. Saya belum pernah tinggal lama di Jepang, jadi saya pikir semuanya akan lancar, orang Jepang enak ngobrolnya, nyantai

Ternyata begitu sampai di sini ada plus dan minusnya juga, beda negara beda kultur. Jadi, orang [Jepang] di sini berpikir bahwa semua orang itu “berpendidikan”, ekspektasi mereka terhadap orang lain itu seperti “Lo tahu lah ya,”, “Kamu tahu kan begini, begitu,” semua.

Tiga hal utama dalam pekerjaan [telepon, email, dan meeting] juga agak ribet di jepang. Terkadang, kalau memperkenalkan diri ke orang lain harus versi panjang, kayak versi ‘rapi’-nya gitu. Berbeda di Indonesia, atau negara-negara berbahasa Inggris yang cukup dengan “Hi, my name is….. Nice to meet you.”

Punya pengalaman beberapa kali dimarahin sama lawan bicara karena ngomong terlalu kayak ‘biasa’, sedangkan kalau perusahaan sama perusahaan harus saling memperkenalkan diri, ekstra sopan.

Tapi plusnya banyak banget. Salah satunya, saya pikir di sini [Jepang] bakal susah mengurus pajak, dll. Luckily, di Jepang sistem pendaftaran kewarganegaraan bagus banget, rapi, walaupun saya orang asing, tapi daftar kartu pengenal, penduduk, segala macam lancar banget.

Tantangan yang dihadapi Kenny dan tim dalam mengembangkan Kopikalyan Tokyo?

Tantangan ada 2. 

Pertama, usaha kopi nggak akan mulai kalau nggak ada kopinya. Sementara, varian kopi Indonesia sedikit sekali di Jepang. Setelah saya kulik, ternyata agak susah mengirim kopi Indonesia ke Jepang.

Pernah beberapa kali ketemu kopi dari Indonesia yang ada kandungan seperti pupuk, atau bahan kimia, kebetulan Jepang tuh strict untuk hal itu, jadi beans-nya nggak bisa masuk ke Jepang. Beberapa importir juga ada yang enggan untuk enggan ‘main’ kopi Indonesia. Padahal, kopi Indonesia itu enak banget.

Saya sedang bekerja keras, untuk bagaimanapun caranya, membawa lebih banyak [beans] kopi dari Indonesia lagi [ke Jepang]. Banyak dibantu oleh berbagai pihak, dari KBRI Tokyo, Bank Indonesia, dan berbagai BUMN supaya bisa bawa kopi dari Indonesia.

Kedua, lebih ke masalah staffing. Di Jepang, makin lama lebih sedikit [tenaga kerja]. Mau mencari barista dan roaster juga nggak semudah dulu. Jadi, kebanyakan [staff] di Tokyo itu palugada (apa lu mau, gue ada). 

Saya jadi director, sambil jadi Admin juga, sambil packaging juga. Kalau ke cafe hari Sabtu / Minggu, saya juga goreng tempe juga di belakang, hahaha. 

Jadi, susah banget nyari dedicated staff kayak barista. Di Jepang, tenaga kerja F&B semakin lama semakin sedikit. Angka kelahiran juga rendah, jadi anak mudanya tambah sedikit.

Diferensiasi seperti apa yang berusaha Kopikalyan hadirkan untuk dapat bersaing dengan coffee shop lainnya di Tokyo?

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia. Setelah kita lihat-lihat, negara penghasil kopi yang membuka [dan memiliki kultur] coffee shop itu sedikit.

Di Tokyo, saat itu, nggak begitu banyak. Saya lihat ada Kona’s Coffee dari Hawaii. Lalu kita berpikir, kenapa kita sebagai negara penghasil kopi nggak buka coffee shop di Jepang untuk mempromosikan kopi kita?

Agak risky sih, tapi turned out lumayan bagus [bisnis]. Jadi, untuk warga Jepang, kalau mau tahu kopi Indonesia, [Kopikalyan] inilah tempatnya.

Walaupun sebenarnya di Jepang ada 8 coffee shop yang menjual kopi khusus Indonesia, misalnya Mahameru Coffee.

Lalu, coffee shop kita nggak seperti restoran / cafe Indonesia yang terlalu ethnic secara penampilan luar. Bukan berarti kita nggak appreciate budaya itu, tetapi kita mencoba untuk membuat toko [Kopikalyan] nggak terlalu memperlihatkan ‘identitas’ Indonesia dulu, biarkanlah customer datang, dia minum kopinya, baru dia tahu itu kopi apa.

Kita nggak pengen ngasih stereotype “Oh, kopi Indonesia kan,”, karena orang Jepang punya stereotype bahwa kopi Indonesia itu rasanya earthy berdasarkan beans Indonesia yang paling banyak ada di Jepang, yang berasal dari Mandailing dan Toraja, dan biasa diminum ala kopi tubruk. Padahal, culture kopi kita ‘kaya’ kok, kita ada espresso, drip coffee, dan jenis kopi lainnya. Jadi, cukup dinilai setelah mereka minum kopi kita.

Adakah kisah unik dari customer Jepang yang datang ke Kopikalyan?

Pernah ada customer yang begitu kaget saat mencicipi kopi salah satu produk favorit di Kopikalyan Tokyo, yaitu kopi dari Argopuro. Saya coba grind-kan untuk dia, begitu dia minum, dia kaget dan nggak menyangka kalau beans itu berasal dari Indonesia. Terlebih karena stereotype kopi Indonesia yang terkenal earthy, sedangkan Argopuro memiliki flavor yang cukup fruity.

Sejak saat itu, hampir setiap hari dia datang ke Kopikalyan, hanya untuk meminum drip coffee dari Argopuro, langsung jadi fan.

Ada satu lagi, banyak orang Korea yang datang ke cafe kita, karena mereka menyangka Kopikalyan itu dari Korea. Ternyata, ada kesamaan dalam kata kopi yang disebut ‘keopi’ dalam bahasa Korea, jadi mirip ‘kopi’ gitu.

Menu favorit customer Kopikalyan di Tokyo?

Cafe kita ada di Jingūmae, Harajuku, jadi 90% dari tamu yang datang itu perempuan di kisaran umur 18–24 tahun. Kita nggak mungkin jual coffee yang terlalu ribet, jadi fokus jual produk favorit kita dari Indonesia juga, yaitu Es Kopikalyan, yaitu espresso, susu, dan dicampur gula aren. Itu laris banget, kita juga ada Kalyan Coffee Jelly, yang terbuat dari special espresso blend, krim gula aren, dan strawberry, Itu kita siapkan untuk Gen-Z. Untuk pecinta kopi, tentunya kita siapkan 6–8 macam specialty coffee dari Indonesia, ada dari Flores, Papua, dan Argopuro.

Tips untuk anak muda Indonesia yang ingin berkarier atau membuka usaha di luar negeri?

Kenny Tjahyadi, Country Director Kopikalyan Japan. (Sumber: Kenny)

Pertama, cari tahu dulu market-nya.

Saya dulu sebelum datang ke sini sudah riset juga. Tapi mungkin saat nggak begitu mengerti terlalu dalam. Saya berpikir, kalau saya bisa lebih mengerti [pasar] lagi di tahap awal, mungkin akan lebih banyak produk yang dijual, atau achievement yang bisa didapat.

Kedua, bahasa Inggris. Orang Jepang terkadang nggak percaya diri dengan bahasa Inggrisnya. Bisa bahasa Inggris di Jepang itu nilai plus banget. Antara kita bisa berkomunikasi dengan orang luar negeri lainnya di Jepang, atau di pekerjaan seperti menulis email dan urusan lainnya.

Lalu, kita juga perlu lebih toleran dan pengertian. Karena kita tinggal di negara orang, kita harus bisa mengerti peraturan dan norma-norma di tempat itu, baru deh kita bisa kasih opini atau pemikiran kita setelahnya. Setelah melalui banyak tantangan selama kurang lebih 6 bulan, mungkin culture gap sudah mulai bisa diatasi.

Ke depannya, hal apa yang ingin dilakukan atau dicapai oleh Kopikalyan Japan?

Kita ingin buka cabang lebih banyak. Tapi di Jepang, buka cabang di daerah-daerah penting itu butuh kepercayaan customer lagi. Contoh brand kopi luar negeri yang sudah berhasil di Jepang seperti Bluebottle Coffee dan Sarutahiko Coffee. Mereka sudah ‘main’ 5–10 tahun, baru mereka bisa buka [cabang] di tempat-tempat bagus di Jepang.

Jadi kami akan fokus di 1 outlet ini untuk meningkatkan nama dan reputasi brand kami. Kemudian saya ingin banget buka roastery khusus. Dengan kita buka roastery, kita bisa jangkau penikmat kopi dengan lebih jauh, misalnya ke Kyushu, Hokkaido, atau ke Osaka.

Karena saya yakin, menjual kopi Indonesia nggak harus dari coffee shop kita sendiri, tapi kita juga bisa menjual melalui coffee shop [asli Jepang] lainnya. Kita berharap lebih banyak orang Jepang yang bisa merasakan kopi spesial Indonesia.

(*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Garry

Content writer Froyonion, suka belajar hal-hal baru, gaming, dunia kreatif lah pokoknya.