Stories

ADHI SETIAWAN: SEORANG ARTIFICIAL INTELLIGENCE ENGINEER YANG NGGAK SUKA MATEMATIKA

Di balik teknologi Artificial Intelligence (AI) yang mengagumkan, ternyata deret demi deret rumus matematika ada di baliknya. Uniknya, Adhi Setiawan yang sekarang berkarier sebagai AI Engineer, malah awalnya nggak suka pelajaran satu itu.

title

FROYONION.COM - Teknologi Artificial Intelligence (AI) semakin populer digunakan. 

Mulai dari filter AI di media sosial yang bisa mengubah foto kita menjadi sebuah lukisan karya Monet, kehadiran Chat GPT yang memudahkan pekerjaan para Content Writer, hingga penggunaan AI di bidang kesehatan untuk konsultasi digital hingga memberikan resep obat. 

Adhi Setiawan, adalah salah satu anak muda yang kini berkarier sebagai AI Engineer di PT Kalbe Farma, Tbk. 

Lulus dari Universitas Brawijaya jurusan Teknik Informatika pada tahun 2021 lalu dan mengikuti program Bangkit 2021, Adhi kini semakin paham soal  potensi-potensi AI yang luar biasa luas. 

Uniknya, cowok yang sudah mulai ngoding sejak SMK ini tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan berkarier di bidang AI. Pasalnya, teknologi satu ini melibatkan banyak rumus dan hitungan matematika yang rumit. Sedangkan matematika, bukan mata pelajaran kesukaan Adhi. 

JATUH CINTA SAMA ‘MUSUH’ SENDIRI

Seperti anak sekolah pada umumnya, matematika jelas menjadi mata pelajaran pertama yang paling dibenci. 

Adhi pun  turut merasakan hal yang sama. Bahkan pemikiran seperti,”Emangnya rumus ini kepake ya di kehidupan sehari-hari?”, juga pernah muncul di benaknya.

Saat memutuskan untuk melanjutkan bangku kuliah di Ilmu Komputer Universitas Brawijaya, ketidaksukaan Adhi pada matematika masih belum luntur. Karena itu, saat ia masuk semester 5 dan harus memilih peminatan, Komputasi Cerdas (salah satu peminatan yang mempelajari AI di dalamnya) bukan menjadi pilihan utama Adhi.

“Karena saya merasa matematika saya kurang, justru dulu saya nggak pernah kepikiran untuk belajar lebih dalam tentang AI. Niatnya mau ngambil peminatan yang lain aja,” tuturnya saat diwawancarai secara daring oleh tim Froyonion.com pada Selasa (18/7) lalu.  

Namun, pandangan Adhi mulai berubah saat ia mengikuti semester pendek. Keharusan untuk mengulang mata kuliah berbasis matematika saat itu justru membuat Adhi merasa tertantang. 

Di samping kewajiban untuk menaikkan nilai D+ agar bisa lulus, rasa suka Adhi akan matematika turut timbul. Alhasil, ia berhasil lulus mata kuliah tersebut dengan nilai yang memuaskan. 

Heran, bukan? Mengapa anak muda yang tadinya membenci matematika tiba-tiba jadi jatuh cinta?

“Saya rasa karena saya merasa tertantang makanya saya bisa punya dorongan untuk belajar lebih giat dan lulus mata kuliah itu. Ketika dijalani, saya juga heran, kok malah jadi tambah paham? Kok malah jadi suka? Kok malah merasa seru? Saya rasa akhirnya pandangan saya akan matematika juga turut berubah,” ceritanya.

‘Jatuh cinta sama musuh sendiri’ mungkin jadi julukan yang tepat untuk Adhi.

Alih-alih meneruskan keinginan awalnya untuk menghindari peminatan Komputasi Cerdas, Adhi justru mengambil peminatan itu dan menyelam lebih dalam untuk belajar AI.

KETERBATASAN MOBILITAS TAK JADI HALANGAN

Sebagai penyandang disabilitas, mobilitas Adhi yang terbatas kerap menjadi salah satu tantangan baginya, termasuk dalam proses pembelajarannya. 

Untungnya, tahun 2021 lalu program Bangkit yang dihelat oleh Google, Kampus Merdeka, dan bekerja sama dengan GoTo dan Traveloka, terselenggara secara daring. 

Setelah mendaftar, akhirnya Adhi lolos menjadi salah satu peserta Bangkit 2021. Melalui program tersebut, Adhi pun mendapat kesempatan lebih banyak untuk belajar teori serta praktik mengenai AI. 

“Ikut program Bangkit itu seperti dapat kursus gratis yang ngajarin sampai mahir. Mungkin ada orang yang berpikir kalau belajar coding atau AI bisa sendiri. Tapi di Bangkit saya justru mendapat lebih banyak kesempatan untuk ngotak-ngatik dan praktik sendiri. Dibantu dengan mentor-mentor yang ada, akhirnya saya juga bisa makin paham dan makin suka,” jelasnya. 

AI BAGI MASA DEPAN MANUSIA

Maraknya tindak kejahatan seperti penipuan dan kriminalitas lainnya yang menyalahgunakan teknologi AI rupanya cukup menggelitik perasaan Adhi. 

Tentu, sebagai seorang yang bergelut di bidang AI, Adhi punya idealisme tersendiri tentang kegunaan teknologi ini.

“Kalau di Kalbe sendiri, AI itu bisa diimplementasikan ke dalam berbagai aspek. Misalkan untuk mendeteksi suatu penyakit menggunakan AI, atau bisa juga sampai untuk mengidentifikasi kelainan genetik,” cetusnya.

Namun sangat disayangkan, teknologi yang seharusnya memudahkan dan menguntungkan kehidupan manusia ini masih sering disalahgunakan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Kendati begitu, Adhi justru berpendapat,”AI itu ibarat pisau. Kita kan nggak tahu pisau itu akan dibuat memotong sayurkah, dagingkah, atau untuk membunuh orang. Tergantung siapa yang pakai pisaunya.”

Untuk itu, Adhi pun turut berpesan,”Menurut saya selama manusia masih ada, AI nggak akan menggantikan peran manusia. Maka kita nggak perlu takut kalau nanti akan tergantikan sama teknologi. Agar kita bisa memandang teknologi AI ini sebagai helper bagi manusia, bukan sebagai senjata. Maka gunakanlah AI sebijak-bijaknya dan sebaik-baiknya.” (*/) 

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Grace Angel

Sehari-hari menulis dan mengajukan pertanyaan random ke orang-orang. Di akhir pekan sibuk menyelami seni tarik suara dan keliling Jakarta.