Music

TAKABUR MENANGKAP REALITAS KEHIDUPAN POLITIK DALAM ALBUM ‘MANTRA PETAKA’

Band Takabur baru saja merilis album ‘Mantra Petaka’, sebuah album yang berangkat dari keresahan dalam melihat dinamika politik yang ada di Indonesia.

title

FROYONION.COM - Yogyakarta rasa-rasanya tidak pernah kehabisan orang-orang yang selalu antusias dalam jagad permusikan. Acara-acara musik terus berhamburan hingga band-band terus bermunculan dan berkembang di kota ini.

Salah satu kelompok musik yang bisa dibilang pendatang dan mencoba untuk serius dalam jagad permusikan adalah Takabur, sebuah yang terdiri dari Adika Gilang Satria (Vokal & Bass), Bayu Adhilaksono (guitar), dan Abam Virga (Drum). 

Band ini merupakan besutan anak-anak Wonosobo yang memilih untuk bermusik di Yogykarta sejak 2022 lalu. Single pertama yang mereka telurkan adalah “Residivis”. 

Hingga lambat laun mereka membuat dua album ‘Suara Rakyat Kecil’ dan ‘Mantra Petaka’. Untuk album ‘Suara Rakyat Kecil’ belum akan saya bahas dalam tulisan ini. 

Melainkan saya akan membahas album “Mantra Petaka”, sebuah album yang digarap sejak 2023 dan belum lama ini diudarakan ke berbagai platform digital.

BACA JUGA: BERJAJAR DENGAN V BTS, NAVICULA DAN ENDAH N RHESA AKAN RILIS SINGLE DI NEW YORK

Album ‘Mantra Petaka’ memuat 8 nomor yakni “Intro”, “Revidivis”, “Harimau Reputasi”, “Mimpi Jadi Rockstar”,  “Skandal Brutal” feat Ahmad Fandi, “Mantra Petaka”, “Persetan Nominal”, dan “Abad Anjing Tirani”.

Ke delapan nomor di album ini adalah tangkapan Takabur dalam melihat realitas politik dan sifat manusia yang cukup memuakan dalam kehidupan ini.  

“Lagu lagu tersebutlah yang kami artikan menjadi sebuah mantra-mantra petaka yang nantinya diharapkan bisa menjadi kritik atau bahasan bagi mereka dan generasi muda penerus,” kata Bayu Adhilaksono (gitaris Takabur).

MENUANGKAN KERESAHAN DALAM ALBUM MANTRA PETAKA

Lebih lanjut Bayu mengatakan bahwa album Mantra Petaka diangkat dari keresahan yang dilihat oleh masing-masing personil. 

“Mungkin karena kami masih muda dan sedang menggebu gebu yang akhirnya kami mengangkat keresahan politik. Secara keseluruhan kami tuangkan keresahan tersebut dalam album ini dengan merespon kasus fenomenal dan tidak manusiawi yang sudah diunggah di media,” imbuh Bayu.

Seperti halnya kalau dibedah nomor kedua setelah “intro” dalam album ini ada “Residivis”, lagu ini menyoroti bagaimana korupsi menjadi budaya dalam lingkungan kita hari ini, entah dalam skala skala kecil maupun skala besar seolah menjadi hal yang lumrah kita lihat. 

Bahkan walaupun sudah ramai diberitakan dalam berbagai portal berita dan membuat kesal banyak orang tapi korupsi masih terus terjadi.

Kemudian dalam nomor  yang kedua, “Harimau Reputasi”, Takabur menyoroti bagaimana sifat manusia yang selalu ingin melekatkan reputasi baik tapi menghalalkan segala cara adalah kuncinya. 

Tak ayal tidak sedikit kasus kebiadaban antar manusia dengan manusia bahkan sampai berujung ke pembunuhan.

Setelah dua nomor menyoroti tentang kehidupan manusia yang memuakan, dalam lagu “Mimpi Jadi Rockstar”, Takabur seolah bermain-main dengan musiknya. 

Sejenak melepaskan berbagai persoalan yang menyelimuti dan berandai-andai bagaimana ketika dirinya menjadi rockstar. Ya barangkali cita-cita paripurna anak band memang menjadi rockstar.

Walau begitu, nomor selanjutnya Takabur tidak berhenti untuk menyoroti sikap korup pemerintah lagi. Hal tersebut bisa terlihat ketika mendengarkan lagu “Skandal Brutal”. 

Sungguh tidak sulit menemukan skandal-skandal brutal yang dilakukan oleh pemegang jabatan dari waktu ke waktu. Lagu ini berkolaborasi dengan Ahmad Fandi.

Topik dalam lagu itu dipertegas lagi ketika mendengar “Persetan Nominal” di mana lagu ini menyoroti bagaimana dana bansos yang dikorupsi sewaktu pandemi Covid-19. 

Maka dari itu, saat mendengarnya pun rasa kekesalan terulang kembali karena kita akan mengingat bagaimana kerakusan pemerintah pada masa itu.

Di bagian penutup album, mereka berangkat dengan merekam kebengisan Soeharto yang kemudian berujung pada Reformasi 98 yang dituangkan dalam judul lagu “Anjing Tirani”. 

Walaupun masing-masing personil tidak ada pada masa Soeharto tapi sebagaimana anak muda kita bisa belajar dari sejarah. Toh informasi mengenai rezim orde baru telah termuat dalam berbagai media dan cerita dan sudah semestinya kita tidak menutup mata walau kita tidak pernah ada di masanya.

INSPIRASI TAKABUR DALAM BERMUSIK

Secara musik yang disuguhkan saya kira masih nyaman di telinga. Karena jujur saya sendiri tipikal orang yang lebih suka musik-musik keras dengan tempo yang masih teratur. 

Dan mengacu pada press realese bahwa musik-musik dari band-band luar negeri, salah satunya adalah Black Sabbath. Selain itu Kelompok Penerbang Roket juga menjadi salah satu inspirasi dalam mendengungkan alunan musik pada album mereka.

Pun rasa-rasanya sejauh ini musik menjadi media yang paling efektif dalam menyampaikan suatu realitas, keresahan, atau unek-unek belaka kepada masyarakat luas.

Sekadar informasi juga bahwa album ini  telah dipublikasi melalui layanan streaming digital seperti Youtube, Spotify, Apple Music, Amazon, Band Camp dan lain sebagainya. 

Dari situ sebagai pendengar kita bisa menilai bahwa kehidupan yang kita jalani sedang tidak baik-baik saja. Pun pendengar bisa meraba-raba bahwa tidak sedikit sifat manusia yang dulu bahkan sampai kini sudah tidak manusia lagi.

Pun Takabur memiliki motivasi bahwa album ini bisa menjadi pemantik untuk Takabur lebih terus termotivasi untuk berkarya di kancah musik. 

“Sedangkan harapan lain, bagi teman-teman khususnya kota Wonosobo, sebagai pemantik agar sarana prasarana musik di Wonosobo lebih di wadahi dan dilirik publik. Karena banyak musisi yang berbakat tetapi tidak mempunyai wadah, media dan kolektif musik masih jarang hanya beberapa saja,” tutup Bayu. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Khoirul Atfifudin

Masih berkuliah di Universitas Mercu Buana, Yogyakarta. Saat ini sedang memiliki ketertarikan pada dunia musik dan tulis-menulis.