Music

PERJALANAN DIMAS ALGUTOMO MENCINTAI MUSIK RAP DARI TANAH PAPUA

Dimas Algutomo adalah musisi asal Manokwari, Papua. Lirik dalam lagunya bercerita tentang kehidupan nyata yang ia alami. Berikut cerita Dimas mengenal musik rap.

title

FROYONION.COM - “Musik rap udah jadi Twitter-nya hidup, tempat mengekspresikan diri dan keresahan dengan gaya yang keren” ujar Dimas Algutomo, seorang lulusan S1 Kelautan yang menggemari musik rap. 

Seperti apa perjalanannyall Dimas sebagai orang Papua dalam mengenal musik rap?

Jika membicarakan musik dari Papua atau Indonesia Timur, mungkin kita akan terngiang dengan musik dan lagu yang viral di media sosial, seperti TikTok dan Instagram yang dijadikan sebagai sound video. 

Kalau kamu masih ingat dengan lagu “Karna Su Sayang”, “Cuma Saya”, dan “Kaka Main Salah”, mereka viral dalam beberapa bulan lalu kemudian hilang dan ada beberapa juga yang diakuisisi oleh negara tetangga (Malaysia).

Namun, ada satu musik yang identik dan merepresentatifkan teman-teman di Papua. Musik ini selaras dengan tempo mereka berbicara, dialek bahasa, dan cara mereka menyampaikan sebuah pesan ketika dijadikan menjadi sebuah lagu, yaitu musik rap.

Pada penghujung tahun 2023 kemarin, tepatnya pada Sabtu, 21 Oktober 2023 saya berkesempatan untuk ngobrol melalui Google Meet dengan Dimas Algutomo yang memiliki kecintaan dengan musik rap dan sekarang sedang bekerja sebagai karyawan kantoran di sebuah lembaga pemerintah.

AWAL MULA MENCINTAI MUSIK RAP

Setiap dari kita pasti memiliki kenangan terhadap musik-musik yang sering diputar atau didengar ketika masih kecil. Hal tersebut biasanya memberi pengaruh besar terhadap referensi musik kita. 

Angkatan 90-an akan identik dengan lagu-lagu lawas milik Nike Ardilla dan kerabatnya. Lalu angkatan 2000-an tentunya tidak asing dengan lagu-lagu khas warnet.

Hal ini juga dirasakan oleh Dimas pada saat kecil dulu, tepatnya kelas 5 SD dia sudah mulai mengenal dan didengarkan dengan musik rap dan hip-hop. 

Pada saat itu, tahun 2006 di Manokwari, Papua Barat sedang maraknya musik rap yang membuat Dimas kerap mendengarkannya di angkot ketika pulang sekolah.

“Dulu waktu SD, kalau pulang pakai taksi kan ngelewatin pasar nah mungkin karena lingkungan di Timur waktu itu lagi maraknya musik rap, hiphop, nah pas di pasar sering muter-muter musik, kaset bajakan dibeli dibawa pulang, terus waktu itu gara-gara sering nonton MTv ih musik apa kaya keren aja orang-orangnya keren.” ujarnya

Awalnya Dimas hanya melihat dari gaya berpakaian para rapper yang keren dan nyentrik ketika tampil. Hingga menginjak bangku SMP, Dimas benar-benar tahu bagaimana menikmati musik rap dengan tidak hanya mendengarkan tetapi mencoba membuat.

BACA JUGA: 'PHONK': GENRE BARU DALAM MUSIK HIPHOP YANG REBUT PERHATIAN DUNIA

EMANG BIKIN LAGU HARUS PUNYA STUDIO DULU?

Memproduksi sebuah lagu tidak harus memiliki studio rekaman dilengkapi dengan alat-alat mixing dan recording yang proper. Kaalau nunggu punya studio bakal lama dong bikin karyanya?

Mungkin itu yang ada di pikiran Dimas ketika mencoba untuk memproduksi sebuah lagu, buktinya dia sudah mempunyai dua musik lagi yang dia buat di kamarnya hanya dengan modal headset dan laptop, meskipun sudah lupa juga judul lagu yang dibuatnya.

“Lagu lama itu waktu awal-awal tau rekaman, sudah lama banget sampai lupa judulnya, sudah 2014 apa 2013 kalau gak salah. Dulu masih studio pinggir kasur (kamar), sekarang sudah pakai ruangan sendiri dengan alat-alat sekadarnya” ungkapnya sambil ketawa.

J.Cole, Mac Miller, Eminem, dan Laze, merupakan para rapper yang menjadi idola dan inspirasi Dimas untuk menyukai musik rap. 

PERKEMBANGAN INDUSTRI MUSIK DI PAPUA

Melihat perkembangan industri musik di Papua tidak secepat di kota-kota besar seperti Jakarta. Namun, teman-teman di Papua termasuk Dimas selalu memanfaatkan platform di sosial media untuk menunjukan bahwa mereka juga bisa berkarya, menolak paham Jakartasentris yang sangat segmented bagi orang Timur.

“Kalau sekarang Kak Dimas lagi senang melihat perkembangan musik rap di papua, kalau sekarang itu sudah jauh banget, kalau dulu itu belum terlalu melek dengan industri seperti ini, sekarag industri di sini lagi gila-gilaan, apalagi ditambah sosial media dan platform tapi itu di Jayapura, kalau di Manokwari belum terlalu industri” ujarnya.


BACA JUGA: TERNATE BUKAN HANYA REMPAH, ADA SKENA MUSIK ALTERNATIF JUGA

Menurut kacamata Dimas, saat ini persaingan di bidang musik sudah sangat sehat dengan saling adu karya dan kreativitas. Jika hari ini ada yang mengeluarkan lagu bagus, pasti nanti disusul dengan karya yang tidak kalah sedap.

Ketika industri kreatif/musik semakin besar, maka bisa membuka peluang bagi teman-teman di Papua untuk berkarya tidak hanya melalui kerja di kantoran dari pukul 09.00 hingga 17.00, tapi membuat sebuah karya yang mampu mempresentasikan teman-teman di Papua.

BERKOLABORASI DENGAN TEMAN-TEMAN PAPUA

Meskipun sibuk dengan pekerjaannya di kantor, Dimas selalu menyempatkan untuk tetap berkarya, pada 12 Juli 2023 dia sempat merilis sebuah video klip lagu berjudul “More Less” yang berkolaborasi dengan Bagarap dan ini merupakan kali kedua Dimas menggarap lagu dengan Bagarap. Pertama pada saat kuliah dan sempat dirilis di ReverbNation.

“More Less” memiliki arti sendiri bagi Dimas, lirik-lirik yang disampaikan merupakan sebuah kisah dan kenyataan yang terjadi saat ini, bagaimana harus hidup secara realistis.

“Jadi mereka buat satu project dan minta saya untuk ngisi di situ, cuma saat itu yang nentuin jalan cerita dan lagu kebetulan saya yang nemuin, itu kenapa judulnya More Less, itu tentang kisah dan kenyataan yang terjadi aja kurang lebih kaya gitu.” ungkap Dimas.

Tidak butuh waktu lama dalam menggarap musik dan video “More Less”, meskipun menurutnya output yang dihasilkan kurang memuaskan, namun Dimas mengakui kehebatan teman-temannya yang berkarya dengan cara on the spot seperti itu.

BACA JUGA: FLOWER MELANCHOLIA: BUAH KOLABORASI THE JANSEN DENGAN THE CAROLINE'S DAN LOON

Pasalnya, ketika selesai membuat lirik dan memproduksi musik, mereka langsung membuat video klip dengan modal videografer gratisan dari teman yang lain, sat-set-sat-set langsung jadi!

Dimas tidak ingin seumur hidupnya hanya duduk menghadap tumpukan berkas kantor, namun hidup dengan tetap berkarya melalui musik. Selain itu, dia juga tengah mengelola sebuah yayasan yang bergerak di bidang lingkungan dan pesisir, yaitu Yayasan Samudera Biru Papua.

“Musik rapp sudah jadi Twitter-nya hidup, tempat mengekspresikan diri dan keresahan dengan gaya yang keren” cetusnya.

Dimas berharap banyak anak muda di Papua yang terus berkarya dan menciptakan musik-musik yang berkualitas, membuktikan bahwa di timur Indonesia banyak potensi yang harus dilirik oleh industri musik saat ini. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Dinar Nur Zaky

Mahasiswa Ilmu Komunikas yang sedang iseng-iseng nulis dan nyobain media musik, senang juga melakukan liputan-liputan independent.