Lifestyle

DI BALIK KEKARNYA PEVITA PEARCE, ADA PESAN MENOHOK SOAL TOXIC FEMININITY YANG WAJIB LO TAU!

Singkatnya, toxic femininity adalah istilah yang mewajibkan perempuan untuk tunduk terhadap stereotip tradisional perempuan sebagaimana mestinya. Selengkapnya, baca di sini, Civs!

title

FROYONION.COMNgomongin selebriti asal Indonesia, sosok Pevita Pearce dikenal sebagai artis yang hobi berolahraga dan diketahui kerap memamerkan otot lengannya lewat media sosial. Jelas, hal ini bikin netizen se-Indonesia raya heboh, Civs!

Faktanya, lewat unggahan foto tersebut, Pevita emang sengaja menuliskan caption berisi pesan yang lumayan menohok. Tulisannya seperti ini:

“Muscles aren’t feminine…” - - - Untuk semua temen-temen yang suka workout dan weight lift… Girl, YOU do YOU and f- what other people say.

Jika kita menganalisis caption yang ia tulis, tulisan itu menandakan bahwa kaum cewek juga berhak buat olahraga, khususnya latihan beban. Di sisi lain, apa yang ditulis Pevita juga jadi cara elegan untuk menepis stereotip perempuan terkait toxic femininity, Civs.

Eh, tapi toxic femininity itu apa sih? 

Melansir Healthlinetoxic femininity adalah situasi di mana kaum perempuan harus menyesuaikan diri sebagaimana stereotipe tradisional perempuan. Misalnya, lemah lembut, anggun, berparas cantik, dan menghindari aktivitas yang dilakukan kaum laki-laki.

Istilah tersebut juga bersanding dengan toxic masculinity yang kini jadi tren anak muda Indonesia untuk dibahas persoalannya. Misalnya, kaum laki-laki harus tahan banting, nggak boleh nangis, wajib punya wajah yang tampan, dan lain sebagainya.

Mungkin lo sebagai kaum laki-laki yang melihat hal itu jadi fenomena yang lumrah, ya. Namun, bagi kaum perempuan, terlebih Pevita Pearce, stigma seperti itu sungguh mengganggu mereka buat mengekspresikan diri.

Makanya, sekarang penting banget bagi kita buat melek soal toxic femininity. Karena dampak yang dirasakan nantinya bisa memengaruhi fisik sampai kesehatan mental, loh!

Selengkapnya, simak artikel ini sampai tuntas, Civs!

BACA JUGA: JANGAN SALAH, 4 FESYEN FEMININ INI DULU SERING DIPAKAI KAUM COWOK

TOXIC FEMININITY, STEREOTIPE KUNO TENTANG CEWEK

Sesuai dengan penjelasan di atas bahwa toxic femininity merupakan stereotipe atau pelabelan yang kerap diberikan kepada kaum perempuan bahwa mereka harus lemah lembut, anggun, dan dan nggak melakukan aktivitas yang biasa dilakukan laki-laki.

Toxic femininity ini sebenarnya terjadi karena berbagai macam faktor. Umumnya karena pemikiran kaku soal perempuan yang sudah melekat di benak masyarakat. Stigma inilah yang secara nggak sadar juga menguatkan keberadaan tentang budaya patriarki.

Adapun, fenomena tersebut dapat muncul di hampir setiap lingkungan. Misalnya, lingkungan yang paling dekat yaitu berada di rumah, sekolah, kantor, dan baru-baru ini juga merambah hingga media sosial, Civs.

Seperti halnya yang dirasakan Pevita Pearce terhadap stereotip kuno tentang kaum perempuan, dirinya menyebut kalau olahraga latihan beban yang dikenal sebagai olahraga cowok, justru cewek-cewek juga bisa dan berhak melakukan, terlepas apapun itu gendernya.

DAMPAK-DAMPAK TOXIC FEMININITY

Toxic femininity bukan sekadar istilah, di dalamnya terdapat hal-hal yang memaksa ruang gerak dan kebebasan berekspresi kaum perempuan. Misalnya, ada tekanan bahwa cewek nggak boleh keluar rumah, kerjaannya hanya mengasuh anak, dan tunduk kepada kaum laki-laki sebagaimana budaya patriarki yang telah ada.

Nah, faktanya, Civs. Budaya toxic femininity ini terjadi juga di lingkungan kerja. Contoh gampangnya seperti posisi manajer atau pimpinan tertinggi perusahaan lebih sering ditempati kaum laki-laki dibanding kaum perempuan. Ya, walaupun kini udah banyak beberapa posisi yang diduduki oleh kaum perempuan.

Intinya, dilansir dari Very Well Mind, dampak-dampak toxic femininity dapat merugikan perjuangan kesetaraan kaum perempuan dalam mempertahankan struktur dan sistem kekuasaan gender yang begitu kaku di masyarakat hingga kini.

Di samping itu, mengutip Mensgroup, dampak secara fisik yang dirasakan kaum perempuan, misalnya tentang standar kecantikan, mereka merasa minder dan berlomba untuk tampil cantik. Hingga yang paling ekstrim, kaum perempuan rela melakukan operasi plastik dan lewat cara lainnya.

Toxic femininity juga membawa dampak serius bagi kesehatan mental. Di antaranya, perempuan jadi nggak percaya diri dan merasa ragu untuk tampil di depan umum, sulit menjadi diri sendiri, rawan membandingkan diri dengan perempuan lain, dan berakibat depresi, sedih, serta kelelahan mental.

CARA MENGHADAPI TOXIC FEMININITY

Bagi lo kaum perempuan atau siapapun yang begitu sadar pengaruh negatif dari toxic femininity, berikut adalah cara-cara yang bisa lo lakukan, yaitu:

1. Cari tau akar toxic femininity di lingkungan lo

Cari tau akar permasalahan toxic femininity yang lo alami. Apakah lewat lingkungan terdekat, misalnya di rumah, tempat tongkrongan, atau tempat kerja lo. Kemudian, jangan anggap remeh media yang lo konsumsi karena ada kemungkinan unsur-unsur toxic femininity terdapat di dalamnya.

2. Berlatih memvalidasi diri

Salah satu cara mudah menghadapi kondisi ini adalah dengan memvalidasi diri. Alih-alih lo terpaksa menerima, lo bisa menanamkan afirmasi postifi seperti, “Kesehatan mental gue lebih penting,” “Udah saatnya gue berani speak up,” “Cara ini bikin gue lebih tenang,” dan lain sebagainya.

3. Beri ruang untuk menjelajah diri lo

Seperti halnya poin kedua, lo bisa memberikan ruang untuk menjelajah dan mengekspresikan diri. Misalnya, lo tertarik untuk olahraga latihan beban tapi kepikiran bakal diomong. Maka, solusinya lakukanlah daripada lo merasa tertekan dari situasi ini. 

4. Lebih teliti mengkonsumsi media

Jika lo telah sadar bahwa ada beberapa media yang mengandung sisi toxic femininity, lebih baik lo perlu mempertimbangkan dulu dampak yang akan lo rasakan. Tentu, masih ada banyak media lainnya yang ramah terhadap semua gender dan lebih bermanfaat untuk lo konsumsi.

Udah saatnya kita nggak menormalisasi alias mewajarkan stereotip kuno ini diterapkan bagi seluruh kaum perempuan di dunia. Mereka juga berhak mengekspresikan diri dan bergerak sesuai dengan jati dirinya sebagai perempuan.

Walaupun bertentangan dengan norma-norma kehidupan sebagai perempuan, lo juga tetap bisa berperilaku sebagaimana mestinya, asalkan tetap dalam kendali diri yang wajar, diri lo juga merasa nyaman, dan nggak mengganggu orang lain. (*/)

BACA JUGA: TERNYATA SELF-DIAGNOSIS BERBAHAYA UNTUK KESEHATAN MENTAL LO

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Lukman Hakim

Penulis lepas yang menuangkan ide secara bebas tapi tetap berasas