Kreatif

KEKUATAN KULINER BISA MENJADI AMUNISI DIPLOMASI INDONESIA UNTUK G20 NANTI

Alih-alih melalui kekuatan militer maupun ancaman ekonomi, keunikan kuliner di Indonesia dapat menjadi amunisi diplomasi dalam pertemuan G20 mendatang. Kok bisa? Yuk, simak penjelasannya!

title

FROYONION.COM - Semua orang pasti tau dengan rendang, olahan daging sapi atau kerbau yang ditaburkan dengan berbagai rempah dan santan kering ini merupakan makanan khas Minangkabau. Mengenai rasa? cukup ketenarannya saja yang menjawab. Bahkan saking enaknya, pada tahun 2017 rendang pernah di akui di belantika kuliner Internasional sebagai makanan terenak di dunia versi CNN Travel loh, civs.

Gak cuman rendang, dengan kekayaan dan budaya yang beragam, Indonesia mempunyai segudang kuliner yang berpotensi mencuri hari pencinta kuliner di dunia. Mulai dari sate, soto, rawon, gudeg, dll.

Dengan kekuatan kulinernya, Indonesia berpotensi besar untuk melebarkan pengaruhnya di G20 nanti dengan soft power, yang berfokus pada kerja sama dan pendekatan seperti melalui budaya maupun pangan. 

Salah satu peneliti dari BRIN yang bernama Iskandar Azmy Harahap mengatakan dalam risetnya bahwa sebagai tuan rumah perhelatan G20 2022 Indonesia bisa mengenalkan produk kulinernya untuk memperluas pengaruhnya dan membangun kedekatan antarnegara anggota melalui gastrodiplomasi.

GASTRODIPLOMASI MENJADI SENI PDKT LEWAT MAKANAN.

Seorang pengamat gastrodiplomasi, Anna Lipscomb, dari The Yale Review of International Studies dalam peneleitiannya berjudul Culinary Relations: Gastrodiplomacy in Thailand, South Korea, and Taiwan (2019), mengatakan bahwa karena gastrodiplomasi terkait dengan upaya membangun citra bangsa melalui makanan, ia berada dalam ranah perjuangan diplomasi kebudayaan suatu negara untuk menumbuhkan rasa saling pengertian antarbangsa.

Sederhananya Gastrodiplomasi ini mempromosikan kuliner suatu negara untuk menarik minat warga internasional. Jadi dengan cara tersebut, Indonesia bisa membangun pengaruhnya melalui keragaman cita rasa makanan diberbagai daerahnya civs. 

Negara-negara seperti Jepang maupun Korea bisa dikatakan berhasil dalam mempelopori kuliner menjadi media diplomasi. Jepang  dengan program "Shoku-bunka kenkyū suishin kondankai" berhasil memperkenalkan Sushi sebagai makanan khas Jepang ke kancah Internasional. Bahkan karena itu, lu bisa sering banget nemuin restoran sushi maupun masakan jepang lain di berbagai sudut kota. Itu menjadi bukti akan keberhasilan gastrodiplomasi ini, civs.

Begitupun juga di Korea Selatan, negeri ginseng tersebut juga berhasil mencitrakan gastrodiplomasinya secara ajib dan luas. Uniknya, korsel memanfaatkan kepopuleran dunia hiburannya seperti K-Pop, K-Movies, K-drama untuk mengenalkan kulinernya seperti fermentasi lobak, kimchi. Itu menjadi alasan kenapa gastrodiplomasi Korsel disebut dengan "Kimchi Diplomacy". 

GASTRODIPLOMASI MENJADI MOMENTUM INDONESIA DI G20?

Indonesia memang sudah menjalankan praktik gastrodiplomasinya sejak zaman Soekarno, namun selepas itu, bisa dikatakan upaya pemerintah membangun kecintaan terhadap Indonesia lewat kuliner masih minim. 

Menurut seorang pakar gastridiplomasi, Agus Trihartono gastrodiplomasi di Indonesia saat ini tidak berkembang terlalu banyak. Namun, sedikit demi sedikit pada tahun 2021 Indonesia mulai bangkit menjalankan program Indonesia Spice Up The World yang  bertujuan untuk memasarkan produk bumbu dan rempah sebagai komoditas unggulan Indonesia.

Bumbu-bumbu yang dipromosikan merupakan bumbu yang sering digunakan oleh masyarakat kita civs. Seperti bumbu nasgor, sate, gado-gado, soto, dan bumbu pendukung lainnya. Dengan begitu Indonesia juga bisa memperkenalkan kembali rempah-rempah terbaiknya nanti saat G20 nanti civs. 

Bahkan dengan program ini, bisa jadi Indonesia mendorong kulinernya dengan menargetkan ribuan restoran Indonesia di berbagai sudut negara, seperti yang dilakukan oleh negara Thailand dalam program "Global Thai-nya"

Disamping itu, selain rempah-rempah Indonesia juga bisa memamerkan produk pangan dari suatu daerah yang memiliki keunikan tersendiri. Seperti lemper, rendang, bakwan malang, plencing kangkung, dawet ayu atau bahkan produk kopi seperti kopi Toraja maupun kopi Kintamani asal Bali.

Tentu, bukan hal yang mustahil bagi Indonesia untuk memanfaatkan momentum G20 mendatang, dengan memasarkan berbagai macam kuliner di berbagai daerah. Apalagi di tengah situasi global yang tengah panas akibat konflik yang tengah berkecamuk di Ukraina, pendekatan soft power bagian pangan ini bisa saja mencairkan suasana dan tetap menjaga laju diskusi di antara kubu-kubu yang lagi cekcok.

Kalau kata Ehsan dalam serial Upin-Ipin " apabila perut kenyanggg, hatipun senangg". (*/)

BACA JUGA: EMANG APA SIH DAMPAK G20 BUAT ANAK MUDA?

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Bayu Dewantara

Mahasiswa UI(n) Jakarta, Content Writer, Civillion, Penulis buku antologi "Jangan Bandingkan Diriku" dan "Kumpulan Esai Tafsir Progresif"