Stories

QUENTIN TARANTINO, SUTRADARA YANG SUKA UTAK-ATIK SEJARAH LEWAT FILM

Utak-atik sejarah lewat film kayaknya udah jadi salah satu ciri khas Quentin Tarantino. Tapi hal itu sebenernya etis gak’ sih?

title

FROYONION.COM - Kalau kalian gemar nonton film Hollywood, pasti udah gak asing dengan sutradara yang namanya Quentin Tarantino. Untuk yang belum pernah denger namanya, bisa coba langsung googling orangnya plus karya-karyanya. Sutradara kelahiran Knoxville, Tennessee, ini merupakan salah satu tokoh senior di industri perfilman Amerika Serikat. 

Sebagai penikmat film-film Hollywood, gue lumayan ngikutin karya-karyanya Quentin Tarantino. Bisa dibilang, gue udah suka sama Tarantino sejak pertama kali nonton film doi yang judulnya Pulp Fiction. Film itu dirilis tahun 1994 dan dibintangin aktor-aktor besar kayak Bruce Willis, John Travolta, sama Samuel L. Jackson. 

Setelah nontonin karya-karyanya Tarantino, gue tersadar satu hal; ternyata sutradara yang sekarang berumur 59 tahun itu punya kebiasaan “ngebelokin” atau ngubah sejarah di beberapa filmnya. Buat ulasan di tulisan ini, gue ambil tiga filmnya yang judulnya Inglorious Basterds (2009), Django Unchained (2012), dan Once Upon a Time in Hollywood (2019).

1. INGLOURIOUS BASTERDS

Film ini ngambil latar Perang Dunia II. Inti ceritanya adalah tentang upaya ngebunuh pemimpin Nazi Jerman, Adolf Hitler. Dalem film ini, Tarantino bikin skenario tentang dua pihak yang berencana ngebunuh Hitler. Pihak pertama adalah perempuan bernama Shosanna Dreyfus (diperanin Malenie Laurent). Sementara pihak kedua adalah tim tentara Amerika yang dipimpin Letnan Aldo Raine (diperanin Brad Pitt). 

Di Inglorious Basterds, Hitler diceritain bakal dibunuh saat datang ke acara pemutaran film propaganda Nazi di sebuah bioskop di Prancis. Pemilik bioskop tersebut ternyata adalah Shossana, wanita keturunan Yahudi yang punya dendam sama Nazi dan ingin ngebunuh Hitler. Karena punya misi sama, meski gak kenal dengan Shosanna, timnya Letnan Aldo Raine juga datang ke bioskop itu. Mereka nyamar sebagai orang Italia yang berkecimpung di industri perfilman. 

Singkat cerita, Shosanna, karena keluarganya dibunuh oleh Nazi, mutusin buat ngebakar gedung bioskopnya. Harapannya biar Hitler ikut mati dalam kebakaran. Sesaat sebelum Shosanna ngebakar bioskopnya, dua anak buahnya Letnan Aldo Raine berhasil nyusup ke balkon di ruang pemutaran film, tempat Hitler duduk dan nonton. 

Di momen itu dua anak buah Letnan Aldo Raine langsung lepasin berondongan tembakan ke arah Hitler. Pemimpin Nazi itu pun tewas mengenaskan dengan puluhan peluru bersarang ke badan dan kepalanya. Di saat bersamaan dengan Hitler tewas, bioskop mulai dilahap kobaran api. 

Adegan kematian Hitler di Inglorious Basterds tentu hanya fiksi alias gak sesuai riwayat faktual sejarah. Karena menurut sejarah, Hitler mati bunuh diri di bunkernya di Berlin, April 1945, setelah Nazi dipastikan kalah dalam Perang Dunia II. Hitler makan kapsul sianida terus nembak kepalanya sendiri. Dia gak mau jadi tawanan perang dan diadili atas kejahatannya. Jadi soal cara kematian Hitler, kalian lebih pilih versi faktual sejarah atau versinya Quentin Tarantino, nih? 

BACA JUGA: 3 REKOMENDASI FILM BARAT YANG WAJIB DITONTON DI 2023

2. DJANGO UNCHAINED

Film Django Unchained ngambil latar Amerika Serikat tahun 1858. Tokoh utama di film ini adalah Django (diperanin Jamie Foxx), seorang budak kulit hitam. Di era itu, budak adalah properti orang kulit putih dan bisa diperjualbelikan. Dalam film ini, Django diceritakan berhasil dibebaskan sebagai budak dari majikannya oleh Dr. King Schultz (diperanin Christoph Waltz), seorang bounty hunter alias pemburu penjahat dan buronan asal Jerman.

Kenapa Dr. King Schultz ngebebasin Django? Karena Django ternyata pernah bekerja atau jadi budak Brittle bersaudara, dua tokoh yang lagi jadi target Dr. King Schultz. Django akhirnya mau nemenin Dr. King Schultz nyari Brittle bersaudara. Tapi Django ngajuin syarat, yakni Dr. King Schultz juga harus ngebantuin dia nyari dan nyelamatin istrinya, Broomhilda (diperanin Kerry Washington), yang udah dijual majikannya entah ke mana. 

Setelah dibebasin Dr. King Schultz, Quentin Tarantino ngebangun figur Django jadi seorang koboi. Enggak cuma outfit­-nya aja, tapi juga kemampuannya gunain senjata dan tembak menembak. Dari budak kulit hitam, Django tiba-tiba jadi sosok yang heroik dan superior. Salah satu adegan lucu di film ini adalah ketika orang-orang kulit putih ngeliat Django nunggangin kuda. Mereka heran kenapa bisa ada orang kulit hitam “dibiarin” berkuda kayak gitu, beriringan pula dengan kereta kuda yang dikendarain Dr. King Schultz, yang notabene orang kulit putih. J

Dalam sejarah Amerika Serikat pada masa perbudakan atau sebelum pecahnya Perang Saudara (1861-1865), tentu aja enggak ada sosok kayak Django. Hal itu karena adanya segregasi ras. Semua orang kulit hitam berada di bawah atau tunduk sama orang kulit putih. Enggak ada perlakuan setara, apalagi ngizinin orang kulit hitam bawa senjata api plus nunggangin kuda. Tapi Quentin Tarantino “ngerombak” sejarah negaranya sendiri dan ngebongkar semacam tabu di dalemnya. Dia munculin sosok budak kulit hitam superior dengan kemahirannya menembak layaknya koboi kulit putih. Kalo kalian udah pernah nonton Django Unchained, inget’ kan gimana Django, dengan kemampuan nembaknya, ngebunuhin satu per satu anak buahnya Calvin Candle (diperanin Leonardo DiCaprio) di bagian akhir film? J

Film ini nunjukin keluwesan Tarantino sebagai sutradara. Dia berusaha keluar dari narasi sejarah yang udah dianggap mutlak, kemudian bangun narasi alternatif sesuai imajinasi atau keinginan dia. Tapi meski ngubah narasi sejarah di film Django Unchained, Tarantino tetep pertahanin esensi dari masa itu; yakni orang kulit hitam merupakan korban perbudakan kulit putih.

3. ONCE UPON A TIME IN HOLLYWOOD

Seperti judulnya, film ini menceritakan tentang masa keemasan atau golden age Hollywood. Ngambil latar 1960-an akhir, film Once Upon a Time in Hollywood nampilin kehidupan dua tokoh utama, yaitu Rick Dalton (diperanin Leonardo DiCaprio) dan Cliff Booth (diperanin Brad Pitt). 

Rick ceritanya adalah seorang aktor kondang yang terkenal berkat perannya dalam serial bergenre koboi dengan judul Bounty Law. Sementara Cliff adalah sahabat sekaligus pemeran pengganti atau stuntman dari Rick. Di film ini, karier Rick dikisahkan mulai meredup. Dia pun ngerasa terjebak dengan karakter koboi yang udah telanjur nempel di dirinya. Rick dan Cliff akhirnya mutusin kerja sama untuk kembali ngeraih kesuksesan di industri film. 

Salah satu peristiwa sejarah yang dimasukin Quentin Tarantino di film Once Upon a Time in Hollywood adalah kematian aktris Sharon Tate (diperanin Margot Robbie), istri dari sutradara ternama Roman Polanski (diperanin Rafal Zawierucha). Tapi buat tulisan ini, gue mau ambil bagian lain dari film yang lebih menarik, yakni ketika Cliff berantem sama Bruce Lee (diperanin Mike Koh). 

Seperti kita tahu, Bruce Lee merupakan aktor film action yang emang beneran jago bela diri. Sosoknya udah jadi legenda di industri perfilman dunia. Karena itu pula sosok Bruce Lee kayak diselubungi mitos; bahwa dia orang yang tangguh dan gak akan mudah dikalahin lewat semacam duel tangan kosong. Tapi mitos ini gak digubris Quentin Tarantino. 

Di film Once Upon a Time in Hollywood, Tarantino bikin adegan berantem antara Cliff dan Bruce Lee. Adegan berantem ini dimulai ketika Bruce Lee lagi ngisahin filosofinya soal bela diri campuran atau lebih dikenal dengan istilah martial arts. Semua kru film yang lagi istirahat, termasuk Cliff, nyimak dan dengerin ceritanya Bruce Lee. Sampai tiba di satu titik, omongannya Bruce Lee bikin Cliff terkikik.

Bruce pun negor Cliff dan nanya kenapa dia ketawa. Cliff jawab santai dan bilang gak mau nyari masalah. Tapi Bruce Lee keburu tersinggung sama ketawanya Cliff dan langsung ngajakin dia duel. Cliff pun nerima tantangan itu. Mereka bikin kesepakatan buat gak nonjok muka biar hindarin efek fatal. Siapa yang lebih dulu roboh, dia yang menang.

Bruce mulai serangan pertama dengan loncat dan nendang badan Cliff. Tendangan itu bikin Cliff jatuh, tapi dia langsung bangkit lagi. Ngeliat hal itu, Bruce Lee nyoba untuk lari, loncat, dan nendang Cliff lagi. Tapi pas Bruce masih di udara, Cliff nyergap kakinya, kemudian ngelempar Bruce ke arah mobil yang lagi diparkir. Badan Bruce melayang terus ngehantem pintu mobil. Pintunya sampe penyok, guys. Bruce sama Cliff akhirnya dipisahin sama perempuan yang ternyata adalah sutradara sekaligus pemilik mobil yang penyok gara-gara kehantem badannya Bruce Lee. 

Pas nonton adegan berantem itu, gue ngakak sambil mikir, “Kok bisa-bisanya Quentin Tarantino bikin adegan Bruce Lee dihajar dan dipermalukan kayak gitu?”. Tapi sekali lagi, film Once Upon a Time in Hollywood nunjukin gimana Quentin Tarantino ngelepasin dirinya dari narasi sejarah dan mitos. Sosok Bruce Lee tentu aja bukan fiksi. Dia beneran legenda dalam industri perfilman, nggak cuma di Amerika, tapi juga dunia.

Tapi Tarantino, lewat Once Upon a Time in Hollywood, “ngancurin” mitos tentang Bruce Lee. Di filmnya Tarantino, enggak ada sosok Bruce Lee yang gagah, tangguh, dan perkasa. Yang ada adalah Bruce Lee yang dihajar oleh Cliff dan dilempar ke pintu mobil sampe pintunya penyok. 

Menurut kalian, apa’ sih kira-kira motifnya Quentin Tarantino ngutak-ngatik peristiwa sejarah di filmnya? Etis gak’ sih perbuatan Tarantino itu? Apakah pengubahan penggalan sejarah kayak yang dilakuin Tarantino itu perlu dimaklumi sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan berkarya? 

Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan itu, pengubahan narasi sejarah udah jadi semacam ciri khas di karyanya Quentin Tarantino. Seperti banyak orang bilang, kekhasan atau keunikan itu gak mudah didapet. Dan gue masih dan tetep menikmati, bahkan mengulang-ngulang beberapa film Tarantino. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Kamran Dikarma

Penulis lepas