Esensi

STUDI: GEN Z DAN BABY BOOMER SAMA BURUKNYA DALAM MERESPON HOAX

Menurut data Gen Z tidak jauh lebih baik dalam mengelola berita hoax dibanding Baby Boomers. Kok bisa?

title

FROYONION.COM -  Sudah seharusnya dalam sebuah peradaban, setiap generasi baru agaknya harus menjadi lebih baik dari para pendahulunya. Entah itu dalam segi sosio-ekonomi, pendidikan, cara berpikir dan sebagainya. 

Namun akan menjadi sebuah masalah serius ketika kebiasaan buruk yang dimiliki oleh generasi pendahulu masih terus diwariskan, bahkan lebih parah. Penyebaran berita hoax adalah salah satu masalah tersebut.

Generasi Baby Boomers memang dikenal memiliki kebiasaan buruknya merespon hoax. Sayangnya dalam kasus ini, Generasi Z dan Milenial juga sama buruknya dalam merespon hoax. Tidak percaya?

Jadi terdapat riset yang dilakukan oleh YouGov, sebuah organisasi riset data International asal London. Survei dilakukan terhadap 1.516 orang dewasa di Amerika Serikat untuk memeriksa seberapa besar kemungkinan seseorang dapat dibodohi oleh sebuah berita palsu.

Survei ini dilakukan berdasar pada Misinformation Susceptibility Test yang dikembangkan oleh Cambridge University

Tes yang dilakukan selama dua menit ini, mengharuskan peserta untuk melihat 20 headline berita, lalu menentukan mana berita yang benar dan mana yang salah atau palsu.

Ditemukan bahwa rata-rata dari 65% responden dapat menentukan mana headline berita yang benar.

Namun anehnya, survei tersebut juga menemukan bahwa responden yang lebih muda tidak lebih baik dalam menentukan headline berita yang benar dibanding responden yang memiliki umur lebih tua dari mereka.

Padahal umumnya generasi tua atau Baby Boomers-lah yang lebih sering dikritik karena kenaifan mereka dalam mencerna informasi palsu.

Hanya 11% anak berusia 18-29 tahun yang berhasil mengidentifikasi lebih dari 16 judul dengan benar. Dan sebesar 36% menjawab kurang dari 10 headline dengan benar. 

Sementara itu 36% dari mereka yang berusia 65 tahun ke atas mendapat skor yang lebih tinggi dan hanya sebesar 9% yang mendapatkan skor lebih rendah.

Skor rendah yang diterima oleh Gen Z dan Milenial sebenarnya dapat dikaitkan dengan fakta bahwa mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk online. 

BACA JUGA: MENGATASI RASA HAUS ATENSI DI ERA MEDIA SOSIAL

Tidak mengherankan, apabila survei dalam tes tersebut menemukan lebih dari separuh responden yang mendapatkan berita dari sumber atau media tepercaya mendapat nilai tinggi dalam tes tersebut. 

Tetapi mereka yang menerima berita dari platform seperti Snapchat, WhatsApp, dan TikTok mendapatkan nilai terendah dalam tes tersebut. 

Memang stereotip tentang orang tua yang sering membagikan hoax di Facebook berakar pada kenyataan. Hal ini berdasarkan temuan sebuah riset pada tahun 2019 oleh para peneliti di New York University

Mereka menemukan bahwa responden yang berusia 65 tahun cenderung membagikan berita hoax pada media sosial Facebook.

Akan tetapi karena semakin maraknya peralihan media sosial dari ke yang satu dan lainnya. Kemungkinan seseorang dibohongi oleh hoax menjadi masalah yang terus menerus dan tidak terelakkan oleh semua kelompok umur.

Untuk itulah penting dalam meningkatkan literasi digital dalam membentuk kekritisan pola pikir saat bermedia sosial. Dan Indonesia sendiri terkenal dengan tingkat literasi media yang sosialnya yang cukup rendah.(*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Khalid Asmadi

Seorang mahasiswa di jurusan Ilmu Komunikasi, katanya sih suka baca buku filsafat, cuma ga pinter pinter amat. Pengen jago ngegambar biar bisa bikin anime.