In Depth

STUDI BILANG KALAU AGAMA BISA MENGATASI MASALAH KESEHATAN MENTAL SEPERTI DEPRESI

Menurut penelitian baru, religiusitas memiliki efek perlindungan terhadap gejala depresi. Dalam hal ini, agama bisa menjadi "antidepresan alami" bagi sebagian orang. Kok bisa?

title

FROYONION.COM - Individu yang merasa depresi biasanya merasa cemas, sedih, dan hampa. Hal ini bisa terjadi ketika seseorang mengalami kegagalan, penolakan, atau merasa tidak berharga. Penelitian baru menemukan bahwa agama bisa mengatasi masalah kesehatan mental berupa gejala depresi bagi pemeluknya.

Perlu lo ketahui juga bahwa masing-masing pemeluk agama manapun kerap ada yang melawan dogma agamanya karena menilai hal tersebut tidaklah bermanfaat bermanfaat bagi mereka. Golongan ini terdiskualifikasi dari kategori individu yang mendapat antidepresan alami dari agama yang dia peluk.

Orang yang merasa hampa kerap mempertanyakan tujuan hidup ataupun makna dari hidup itu sendiri. Pertanyaan tentang makna tetap menjadi salah satu pertanyaan terbesar dalam hidupnya. Dalam hal ini, apakah agama diperlukan untuk memperoleh makna hidup? 

Pertanyaan di tidaklah harus terjawab saat ini juga. Bisa jadi seiring berjalannya waktu dan kita tumbuh dewasa, pertanyaan tersebut akan terjawab dengan sendirinya. 

BACA JUGA: KATA PENELITI: KURANG TIDUR BISA BIKIN LO DEPRESI, DAN DEPRESI BIKIN LO SUSAH TIDUR

Sebuah studi baru oleh para peneliti Brasil yang diterbitkan dalam jurnal Trends in Psychology telah menemukan, bahwa agama meredakan gejala depresi pada orang yang percaya. 

Para peneliti meminta 279 responden (72% perempuan) untuk menanggapi kuesioner online yang berfokus pada religiusitas intrinsik, makna hidup, serta tingkat kecemasan dan depresi. Para penulis mencatat bahwa 4,4% dari populasi global menderita depresi, dengan wanita 1,5 hingga 3 kali lebih mungkin mengalami gejala depresi daripada pria.

Tim menyimpulkan: “religiusitas intrinsik memiliki efek perlindungan terhadap gejala depresi; namun, hal itu terjadi secara tidak langsung melalui makna dalam hidupnya.”

Religiusitas intrinsik, fokus penelitian ini, condong ke arah hubungan individu dengan nilai-nilai sakral, bukan utilitarian—dimensi ekstrinsik. Misalnya kalau dalam agama Islam, pemeluknya menilai salat sebagai perintah yang harus diikuti untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya, bukan menilai bahwa gerakan salat menyehatkan tubuh, dan sebagainya.

BACA JUGA: COWOK RELIGIUS LEBIH SERING NONTON VIDEO BOKEP, EMANGNYA IYA?

Mengutip dari Big Think, agama tampaknya menyediakan landasan untuk berkomunikasi dengan yang suci. Mereka mendefinisikan agama sebagai “kepercayaan, praktik, dan ritual umum yang berhubungan dengan yang sakral dan berbeda-beda menurut setiap tradisi agama.” 

Tim peneliti di Brasil mungkin setuju. Salah satu gejala depresi yang menentukan adalah ketidakmampuan untuk meramalkan masa depan yang lebih baik. Angka depresi tingkat global mungkin 4,4%, tetapi di Amerika jumlahnya mendekati angka 8%. 

Amerika sekarang dianggap sebagai negara terkaya ke-12 di dunia, tapi peringkat ketiga dalam hal depresi. Pada akhirnya, uang tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan. Entah mungkin karena uangnya kurang banyak, atau angka yang besar menjadi tidak berarti karena hari-hari mereka dipenuhi dengan masalah.

Penelitian baru ini menghibur rasa percaya intrinsik akan kesucian hidup sebagai antidepresan alami, seperti yang diungkapkan oleh peneliti Robert Sapolsky. “Selama masa kegelisahan yang semakin meningkat, penangguhan ketidakpercayaan mungkin adalah apa yang diperintahkan dokter—setidaknya untuk beberapa orang.”

Seperti yang Sapolsky bilang, lu diminta untuk menurut dan percaya aja dan hal itu bisa mengurangi rasa gelisah. Saat ini pun beberapa anak muda tampaknya mulai tertarik untuk menjadi atheis atau agnostik. 

BACA JUGA: EFEK POSITIF DARI ‘BDSM’ BAGI KESEHATAN MENTAL YANG BELUM LO KETAHUI

Menurut jajak pendapat Pew 2019, orang dewasa Amerika yang mengaku percaya dengan agama (Kristen) turun 12 poin dalam dekade terakhir. Secara keseluruhan, 26% orang dewasa mengidentifikasi sebagai "nones" yang berarti tidak ada adalah istilah umum yang menandakan seorang ateis, agnostik, atau seseorang yang tidak tertarik pada sesuatu yang khusus terkait agama. Proses berpikir orang tentunya berbeda-beda. 

Lagipula, tidak ada paksaan dalam memeluk agama, pun belum tentu semua orang mempercayai adanya akhirat. Setiap orang tentu punya cara sendiri untuk mengatasi masalah kesehatan mental atau depresi yang sedang dialami. 

Bagi sebagian orang, mungkin agama bisa menjadi antidepresan alami yang bisa mengatasi masalahnya. Bagi sebagian yang lain, mereka pun memiliki caranya masing-masing. Namun, apabila masalah kesehatan mental yang lo hadapi cukup serius, sebaiknya lo melakukan konseling ke psikolog. (*/)

BACA JUGA: DAMPAK ‘HUSTLE CULTURE’ BAGI KESEHATAN MENTAL ANAK MUDA DAN CARA MENGATASINYA

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Fadhil

Content writer Froyonion, suka pameran seni dan museum, sesekali naik gunung