Esensi

STASIUN TELEVISI SEBAIKNYA TAK MENGHADIRKAN NEWS ANCHOR AI

Munculnya news anchor AI adalah salah satu dampak dari kecanggihan AI. Namun, menggunakan news anchor AI sebenarnya bisa menurunkan nilai jurnalistik berita. Lalu, mengapa demikian?

title

FROYONION.COM – Pada akhir bulan April lalu, stasiun televisi TV One memperkenalkan beberapa orang penyiar berita AI (Artificial Intelligence)

Dalam dunia AI, teknologi ini sebenarnya bukan hal baru. Sebelum stasiun televisi yang dimiliki oleh Grup Bakrie ini memperkenalkannya, penyiar berita AI sudah digunakan stasiun televisi di beberapa negara. 

Antara lain di Korea, Qatar, China, dan India. China tercatat sebagai negara pertama di dunia yang mulai mempopulerkan penyair berita AI. Negeri Tirai Bambu ini mulai menggunakannya sejak tahun 2018.

Saat ini, menggunakan penyiar berita AI memang menjadi tren di dalam dunia jurnalistik. 

Tak tertutup kemungkinan, hal yang dilakukan stasiun televisi swasta tersebut akan diikuti banyak stasiun televisi di Indonesia lainnya. 

Dengan kata lain, tak tertutup kemungkinan akan semakin banyak stasiun televisi di Indonesia yang menggunakan penyiar berita AI. 

BACA JUGA: HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN SEBELUM MEMBELI SMART TV ATAU TV DIGITAL

Dibandingkan penyiar berita sesungguhnya, penyiar berita AI menawarkan beberapa kelebihan. Antara lain bisa menyiarkan berita sepanjang hari dan menghemat pengeluaran karena tak perlu menggaji. 

Meskipun demikian, stasiun televisi sebaiknya menghindari menggunakan penyair berita AI. Lebih baik menggunakan penyiar berita sesungguhnya yang berbentuk manusia untuk menginformasikan berita kepada masyarakat luas. Lalu, mengapa sih?

PEMIRSA CENDERUNG CEPAT BOSAN MENYAKSIKAN BERITA DENGAN PENYIAR BERITA AI

Saat kita menyaksikan berita di televisi, penyiarnya sebenarnya sedang berkomunikasi dengan pemirsa. Proses komunikasi ini berlangsung satu arah. Yaitu dari penyair menuju pemirsa. 

Penyiar melakukan speaking, sedangkan pemirsa melakukan listening. Bila acara berita menggunakan penyiar berita AI, pemirsa ibarat disuguhkan robot yang berbicara. 

Pada dasarnya, penyiar berita AI memang adalah robot yang diatur dirancang sedemikian rupa agar memiliki kemampuan seperti seorang penyiar berita.

Perlu kita ketahui, menurut suatu penelitian, komunikasi akan berjalan komunikatif bila 93% proses diisi bahasa nonverbal. 

Sisanya, yaitu sebanyak 7%, diisi bahasa verbal. Bahasa nonverbal yang sering digunakan penyiar berita antara lain kontak mata, gerak kepala, nada bicara, gerak anggota tubuh, dan ekspresi wajah. 

Dalam buku berjudul The Interpersonal Communication karya Joseph A. Devito, bahasa nonverbal penting dalam berkomunikasi. Sebabnya, tanpa menggunakan bahasa nonverbal, orang tak tertarik berkomunikasi.

Nah, penyiar berita AI sebenarnya tak mampu menyuguhkan bahasa nonverbal yang komunikatif. 

Misalnya, apakah mereka melakukan kontak mata, nada bicara, dan ekspresi wajah secara alami seperti halnya yang dilakukan manusia? 

Karena hal tersebut, kita cenderung cepat merasa bosan saat menyaksikan berita. Tak tertutup kemungkinan, menggunakan penyiar berita AI membuat orang akan tak berminat menyaksikan berita. 

Penyiar berita AI memang bisa diprogram agar menampilkan bahasa nonverbal yang komunikatif. Namun, sebaik-baiknya program tersebut, bahasa nonverbal yang ditampilkan tak akan sebaik seperti yang dilakukan manusia.

Nah, bagaimana bila ada berita penting yang perlu disebarkan kepada masyarakat luas melalui televisi? 

Misalnya, berita tentang perkembangan prediksi bencana alam. Dalam berita ini, diinformasikan juga beberapa kiat menghadapinya dari beberapa pakar bila bencana alam tersebut terjadi. 

Karena berita menggunakan penyiar berita AI, masyarakat menjadi tak berminat menyimaknya. Bila pun menyimaknya, akan kurang fokus. Padahal, berita tersebut sangat penting.

Singkatnya, menggunakan penyiar berita AI sebenarnya bisa menurunkan nilai jurnalistik berita. Sebabnya, menjadikan orang kurang tertarik menyimak berita.

PENYIAR BERITA AI TAK BISA MELAKUKAN WAWANCARA LIVE

Dalam acara berita, terkadang penyiarnya perlu mewawancarai narasumber secara live. 

Umpama, BMKG memprediksikan terjadi banjir besar pada beberapa bulan mendatang di sebagian besar wilayah Indonesia. 

Untuk menggali lebih dalam prediksi tersebut, penyiar berita tentunya perlu mewawancarai beberapa narasumber terkait. 

Misalnya, staf BMKG. Biasanya, wawancara dilakukan setelah menyiarkan berita prediksi tersebut. 

Penyiar berita biasanya mengawali wawancara tersebut seperti ini, “Untuk menggali lebih dalam prediksi tersebut, kami saat ini sudah terhubung dengan seorang staf BMKG.”

Dengan menampilkan wawancara live dengan narasumber terkait setelah menyiarkan berita tersebut, menjadikan berita ini lebih bernilai jurnalisme. Sebabnya menjadikan berita menjadi penting untuk disimak. Masyarakat memandang bahwa prediksi banjir besar bukan hal yang main-main.

Bila berita menggunakan penyiar berita AI, apakah penyiar berita AI bisa mampu mewawancara narasumber dengan baik? 

Apakah penyiar berita AI bisa mengetahui apa saja pertanyaan-pertanyaan penting untuk ditanyakan kepadanya?

Apakah penyiar berita AI bisa mengeksplorasi jawaban-jawaban yang diberikan narasumber untuk mengetahui suatu hal tertentu terkait prediksi bencana tersebut? Tidak, kan? 

Untuk menampilkan wawancara tersebut, sebenarnya pihak televisi bisa mewawancarainya terlebih dahulu. 

Lalu, memberitakan wawancara ini dalam berita. Namun, wawancara live dengan narasumber lebih bernilai jurnalisme dibandingkan memberitakan wawancara tersebut di dalam berita.

Karena penyiar berita AI memang tak bisa mewawancara narasumber, berita yang disampaikan sebenarnya menjadi tanggung. Karena tanggung, mengurangi nilai jurnalistik berita. Sebabnya, mengurangi tingkat urgensi informasi dalam berita tersebut. Padahal, berita prediksi bencana banjir besar adalah hal yang sangat urgen.

Itulah, beberapa alasan mengapa stasiun televisi sebaiknya tetap menggunakan penyiar berita berbentuk manusia dan menghindari menggunakan penyiar berita AI. 

Secanggih-canggihnya teknologi penyiar berita AI sebenarnya tak dapat menggantikan penyiar berita yang sesungguhnya. 

Selain itu, bisa menurunkan nilai jurnalistik berita yang diinformasikan. Meskipun penyiar berita AI meniru fisik penyiar berita asli semirip mungkin. 

Tentu saja, karena penyiar berita AI pada dasarnya adalah robot yang pada dasarnya memang tak bisa berkomunikasi dengan manusia. 

Dengan demikian, kehadiran penyiar berita sebenarnya tak akan membunuh pekerjaan penyiar berita yang sesungguhnya. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Rahadian

Sarjana hubungan internasional yang kecanduan menulis artikel dan berbisnis kreatif.