Esensi

RITUAL SIRAMAN AIR TERJUN SEDUDO: WARISAN KEARIFAN LOKAL INDONESIA YANG MEMUKAU

Kekayaan budaya dan spiritualitas Indonesia melalui ritual siraman air terjun Sedudo di Desa Ngliman, Kabupaten Nganjuk. Ritual ini mencerminkan harmoni di tengah keragaman agama dan budaya di Indonesia.

title

FROYONION.COMIndonesia, sebagai negeri yang kaya akan keberagaman adat, budaya, dan agama, memiliki ciri khas tersendiri dalam menjaga harmoni di tengah keragaman. Sebagai negara multikultural, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengejawantahkan arti sejati dari agama, yang berasal dari kata Sanskerta "a" yang berarti tidak, dan "gama" yang berarti kacau. 

Oleh karena itu, agama merujuk pada keadaan yang teratur, baik dalam aspek kehidupan manusia, spiritualitas, budi pekerti, maupun pergaulan bersama.

Terkait dengan konsep agama, pengertian yang dinyatakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menggambarkan agama sebagai sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa, serta norma yang mengarah pada interaksi sosial antarmanusia. 

Ada pandangan bahwa agama dan budaya saling berkaitan, di mana agama dapat meresap melalui budaya sebagai alat penyebaran ajaran, sementara budaya membutuhkan agama untuk mempertahankan eksistensinya.

Hal ini tampak jelas dalam keberagaman budaya di Indonesia, seperti yang tergambar di Kabupaten Nganjuk. Kabupaten ini memiliki beragam budaya lokal yang menandai identitasnya, dengan salah satu contoh di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan. Di sini, terdapat tradisi khas berupa ritual siraman air terjun Sedudo. Ritual ini merangkum nilai-nilai dan norma bagi masyarakatnya, serta memiliki tujuan yang bervariasi.

Ritual Siraman Sedudo bukan hanya acara rutin, tetapi juga merupakan sarana spiritual bagi masyarakat untuk mengekspresikan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Bupati Marhaen Djumadi menekankan pentingnya acara ini sebagai bagian dari warisan budaya dan spiritualitas yang terdapat dalam setiap individu warga Kabupaten Nganjuk. Ia menyampaikan pesan ini dengan langkah tegap dan suara penuh keyakinan.

''Pada tanggal 15 Suro, setiap tahun kami di Kabupaten Nganjuk menggelar acara siraman sedudo. Acara ini pada dasarnya adalah bentuk permohonan kepada Allah untuk memberikan rasa syukur,'' ujar Marhaen Djumadi, Bupati Nganjuk, Kamis (3/8/2023).

Marhaen Djumadi juga menambahkan bahwa ada persepsi mandi di Sedudo dapat memberikan efek awet muda dan memudahkan pencarian jodoh mungkin berasal dari kisah-kisah dan legenda-legenda yang berkembang di sekitar tempat ini.

Kombinasi antara lingkungan yang alami, udara segar, dan air terjun yang deras diyakini memiliki khasiat khusus bagi kesehatan dan kecantikan kulit. Dalam konteks ini, keyakinan akan efek awet muda berkaitan dengan keinginan manusia untuk menjaga kesehatan dan penampilan yang baik.

BACA JUGA: KREATIF MERAWAT BUDAYA, UNDIP ADAKAN PESTA RAKYAT BERTAJUK ‘GEMA BUDAYA’

Selain itu, pandangan bahwa ritual mandi di Sedudo dapat mempermudah pencarian jodoh juga mengandung aspek psikologis dan sosial. Bagi mereka yang belum menemukan pasangan hidup, seringkali terdapat tekanan sosial dan ekspektasi untuk menikah. Kepercayaan ini mungkin menjadi cara bagi masyarakat untuk menenangkan diri dan mencari harapan dalam rangkaian tradisi yang sarat makna.

Namun, penting untuk diingat bahwa kepercayaan ini lebih bersifat budaya dan mistis, dan tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Efek awet muda dan kemudahan dalam mencari jodoh lebih banyak berkaitan dengan dimensi psikologis dan sosial, serta keyakinan yang diyakini oleh masyarakat setempat. Meskipun demikian, kepercayaan ini menjadi bagian dari kekayaan budaya yang patut dihormati dan dijaga.

‘’Persepsi dimasayarakat mandi di sedudo ini membuat awet muda yang belum punya jodoh bakal dimudahkan jodohnya,'' tambahnya.

Ritual siraman Sedudo di Kabupaten Nganjuk dipenuhi dengan rangkaian prosesi yang kaya makna. Awalnya, tari amek tirto dilakukan oleh enam penari gadis, dilanjutkan oleh sembilan gadis berambut panjang yang dianggap suci. 

Ritual ini juga melibatkan sosok penting, yaitu Bupati, yang memberikan jun/klenting kepada gadis pengambil air. Setiap tahap dalam ritual diiringi dengan pembacaan mantra oleh juru kunci, yang membawa makna mendalam.

Mantra dalam ritual ini memiliki signifikansi yang dalam bagi masyarakat Desa Ngliman. Pertama, mantra "pangkur singgah-singgah" berfungsi mengusir makhluk halus yang mungkin mengganggu pelaksanaan ritual. Kemudian, "dhandhanggula rahayu" mengingatkan akan kematian sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan, mengajak manusia untuk merenungkan pentingnya menjaga hubungan dengan Tuhan. 

Terakhir, mantra "wirangrong" merupakan permohonan rezeki dan keselamatan kepada Tuhan, sambil mengingatkan agar mencari rezeki dengan cara yang halal.

Prosesi ritual ini juga melibatkan unsur alam, seperti bunga tujuh rupa yang dilemparkan ke air terjun dan makanan sesaji yang dilarung ke sungai. Setelah mengambil air dari air terjun, air tersebut dijaga dengan penuh kehormatan dan diabadikan sebagai bagian dari warisan budaya di Pendopo Kabupaten Nganjuk.

Walaupun begitu, ada larangan-larangan yang harus diikuti dalam pelaksanaan ritual ini, seperti tidak boleh memakai baju hijau atau putih polos serta tidak boleh ada wanita yang sedang menstruasi. Hal ini menunjukkan tingkat kesucian dan ketelitian yang dijunjung tinggi dalam menjalankan ritual.

BACA JUGA: CARA KREATIF MASYARAKAT SIAK BUAT GALAKKAN KESADARAN LINGKUNGAN

Secara keseluruhan, ritual siraman air terjun Sedudo di Desa Ngliman merupakan sebuah cahaya yang memancarkan kekayaan tak terhingga dari budaya Indonesia yang beraneka ragam. Ritual ini menjadi jendela yang membuka pandangan kita ke dalam kesejukan dan kompleksitas harmoni yang ada di balik perbedaan-perbedaan yang membangun negeri ini. 

Seperti untaian benang emas yang menghubungkan masa lalu, kini, dan masa depan, ritual ini mengajarkan nilai-nilai yang mengangkat martabat manusia dan menandai kedalaman relasi antara manusia, alam, dan Yang Maha Kuasa.

Mengamati setiap detil dari ritual siraman air terjun Sedudo, kita dapat melihat betapa dalamnya makna yang dikandungnya. Ritual ini bukan hanya sekadar rangkaian acara, tetapi pelajaran hidup yang menjelma dalam bentuk perbuatan dan simbol. 

Pesan yang diwariskan oleh ritual ini seperti sehelai kain yang dirajut dengan teliti, mengingatkan kita tentang keseimbangan yang perlu dijaga dalam hubungan antara manusia dan alam. Begitu pula, penghormatan terhadap leluhur adalah suatu cerminan dari penghargaan kita terhadap akar-akar budaya yang telah melahirkan identitas kita saat ini.

Lebih dari sekadar serangkaian tindakan, ritual ini juga merangkum esensi hubungan manusia dengan Tuhan. Ia mengingatkan kita akan keterkaitan kita dengan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang mendasari eksistensi kita. Dalam era modern yang sering kali sibuk dengan hiruk-pikuk aktivitas, ritual ini menawarkan tempat pelarian yang tenang untuk merenung, berterima kasih, dan berhubungan dengan dimensi spiritual kita.

Dalam kekayaan keberagaman Indonesia yang memukau, ritual siraman air terjun Sedudo menjadi teladan nyata dari kearifan lokal yang begitu berharga. Ia adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan nilai-nilai yang mengakar dalam kebudayaan kita sendiri. Seperti harta karun yang tersembunyi, ritual ini patut dilestarikan dan dihargai sebagai bagian integral dari warisan budaya kita.

Seiring dengan arus globalisasi yang terus bergerak maju, penting bagi kita untuk merenungkan nilai-nilai yang diwariskan oleh ritual ini. Ia mengajak kita untuk tidak melupakan akar kita, untuk tidak melupakan betapa pentingnya menjaga nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari. 

Ritual siraman air terjun Sedudo adalah suara lembut yang mengingatkan kita akan nilai-nilai manusiawi yang abadi, nilai-nilai yang menghubungkan kita dengan masa lalu, menuntun kita di masa sekarang, dan mempersiapkan kita untuk masa yang akan datang. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Abdillah Qomaru Zaman

Lulusan Ilmu Politik, freelance penulis dan pelatih silat.