In Depth

PERTUNJUKAN KONSER DAN KAITANNYA DENGAN WACANA KRISIS IKLIM

Apa hubungannya konser dengan krisis iklim? Jika tidak berhubungan, lantas kenapa Coldplay sangat perhatian dengan wacana tersebut? Jika saling berhubungan, apa yang menghubungkan keduanya?

title

FROYONION.COM – Coldplay dikenal sebagai salah satu band yang punya perhatian khusus terkait krisis iklim. Selain band asal Inggris tersebut, sejumlah pelaku panggung juga getol menyuarakan krisis iklim di konser mereka seperti Tame ImpalaMassive AttackEllie Goulding dan lain-lain. 

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa mereka melakukannya? Mengapa band dan penyanyi papan atas melakukan kampanye terkait krisis iklim? Salah satu dari sekian jawaban adalah karena bumi makin panas!

Harus diakui bahwa akhir-akhir ini cuaca terasa begitu panas. Belakangan ini paparan sinar matahari memang cukup berlebihan hingga membuat badan gerahnya minta ampun. Jika diusut lebih jauh, beberapa tahun ini suhu rata-rata bumi mengalami peningkatan yang cukup ekstrem.

BACA JUGA: KUPAS TUNTAS ALASAN MUSIK COLDPLAY SELALU JADI BERKESAN!

Menurut laporan dari NASA, suhu permukaan bumi mengalami peningkatan sebesar 0,89 derajat Celcius pada tahun 2022 dibanding suhu rata-rata sejak periode 1951-1980. 

Selain itu, masih laporan dari NASA yang diperkuat dengan data dari NOAA, pada tahun 2020 lalu, periode 2010-2019 merupakan periode yang paling panas sejak penelitian perubahan iklim dilakukan lebih dari 100 tahun lalu. 

ALASAN KENAPA BUMI MAKIN PANAS!

Selain faktor krisis iklim, beberapa faktor yang membuat bumi makin panas diantaranya seperti kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan, melakukan eksploitasi terhadap lingkungan secara berlebihan dan pembuangan limbah yang sembarangan akan memberikan dampak yang buruk dan memperbesar potensi terjadinya pemanasan global.

Meningkatnya suhu bumi sebenarnya hanya bagian kecil efek samping krisis iklim. Lebih jauh, dampak krisis iklim dapat dirasakan oleh banyak sektor. Diantaranya adalah gangguan kesehatan seperti penyakit infeksi dan alergi, ketidakseimbangan ekosistem, ekonomi yang tidak stabil dan krisis pangan yang diakibatkan kerusakan lingkungan.

Krisis iklim diakibatkan oleh pekerjaan industri yang menyisakan limbah dan pengolahan sampah yang tidak efisien, khususnya sampah plastik. Industri kimia dan manufaktur menyumbang emisi gas rumah kaca melalui proses produksi, penggunaan energi, dan limbah yang dihasilkan.

Efeknya, es di kutub jadi mencair dan akan terjadi peningkatan suhu bumi yang dapat memicu terjadinya pemanasan global. Ya, akibat ulah manusia yang tidak bijaksana dalam mengelola sumber daya berdampak pada tingginya potensi krisis iklim yang dapat mengganggu keberlangsungan kehidupan makhluk hidup.

Selain itu, faktor dari sisi budaya populer juga memiliki pengaruh besar terhadap terjadinya krisis iklim. Melesatnya trend fashion cepat (fast fashion) yang membuat pembelian pakaian terus-terusan akan meningkatkan limbah tekstil. 

Industri musik dan film juga memiliki jejak karbon yang signifikan terkait dengan produksi, distribusi, dan tur yang melibatkan perjalanan dan penggunaan energi yang tinggi.

Selain itu masih di industri yang sama, pembuatan film, rekaman musik, dan tur konser dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca dan memanfaatkan energi, air, dan bahan mentah secara besar-besaran. 

Lebih dari itu, konser-konser musik, festival, atau acara budaya populer lainnya sering melibatkan perjalanan jarak jauh dan penggunaan transportasi berat, yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Kegiatan-kegiatan buah hasil produk budaya populer atau modern juga dapat menjadi penyebab terjadinya krisis iklim. 

Hal inilah yang membuat band kenamaan macam Coldplay untuk turun tangan. Dengan popularitas yang mereka miliki, Coldplay berupaya meningkatkan kesadaran mengenai krisis iklim dan mendorong adanya tindakan lanjutan. 

Coldplay tidak hanya melakukan kampanye namun juga aksi nyata seperti menggunakan energi terbarukan, mengurangi limbah plastik, mengeksplorasi cara-cara baru untuk menjadikan industri musik lebih berkelanjutan, dan tidak melakukan konser di negara-negara yang tidak peduli dengan krisis iklim. 

Melalui tur-tur konsernya, Coldplay mencoba untuk memaksimalkan popularitas mereka untuk menjangkau segala segmen masyarakat agar lebih paham mengenai krisis iklim. 

DAMPAKNYA BURUK, KENAPA MASIH MINIM ATENSI UNTUK MELAKUKAN MITIGASI?

Masih soal Coldplay, baru-baru ini terkonfirmasi bahwa mereka akan menggelar konser di Indonesia untuk kali pertama. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kesadaran krisis iklim yang masih rendah. Malahan, Indonesia berada di daftar paling bontot negara-negara yang tidak aware terhadap isu krisis iklim. 

Negara lain yang memiliki kondisi serupa adalah Brasil, Rusia, Meksiko, Selandia Baru, Singapura dan Vietnam. Menurut data dari Climate Action Tracker (CAT), negara-negara tersebut perlu membuat tujuan jangka pendek terkait perubahan iklim dan memiliki target untuk menormalkan emisi karbon di negara mereka. 

Tidak semata-mata membuat rencana saja, namun diperlukan tindakan yang lebih masif dan ambisius dalam menyikapi krisis iklim ini. 

Minimnya kesadaran masyarakat terhadap isu krisis iklim jika ditinjau dari sisi psikologis memang cukup beralasan. Masyarakat cenderung menganggap bahwa krisis iklim merupakan peristiwa yang jauh dari kehidupan mereka dan efeknya tidak dirasakan secara langsung. 

Dari sisi psikologis, manusia memiliki naluri untuk abai dengan hal yang memang tidak berkaitan dengan mereka. 

Contohnya adalah jika terjadi bencana alam di luar negeri, masyarakat cenderung tidak begitu peduli dan memberikan atensi, malah cenderung pasif. Berbeda kasus jika bencana alam tersebut terjadi di daerah mereka, karena merasa berdampak, rasa saling membantu dan membangun ulang daerah yang terdampak akan dimiliki oleh masyarakat. 

Isu krisis iklim yang jauh dan efek yang tidak dirasakan secara langsung membuat masyarakat Indonesia tidak memiliki kesadaran untuk melakukan tindakan yang positif dan spesifik untuk menangani kondisi tersebut. 

Selain itu, minimnya sumber literasi yang mewadahi berita berkaitan dengan isu krisis iklim juga memiliki andil besar. Sederhananya, bagaimana masyarakat mau memberikan atensi dan peduli jika tidak ada berita dan ajakan untuk menjaga lingkungan untuk mengatasi krisis iklim?

Lalu, mengapa Coldplay memilih Indonesia? 

Meskipun ada tantangan dan isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan di Indonesia, banyak individu dan organisasi di negara tersebut juga sangat peduli dengan isu-isu lingkungan dan krisis iklim. 

Lebih-lebih ini bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran terkait isu lingkungan kepada para penggemarnya di Indonesia. Beberapa waktu lalu pun, Coldplay jugasudahah menyentil Presiden Jokowi agar Indonesia turut serta dalam kesadaran menjaga lingkungan. 

KONSER MUSIK DAN PEMBERITAAN YANG BERKELANJUTAN

Kampanye terkait krisis iklim tidak hanya dapat dilakukan di ranah konser, namun juga perlu adanya pemberitaan yang sifatnya berkelanjutan. Konser hanya salah satu wadah untuk menampung wacana ini. Diperlukan kolaborasi yang massif di tiap-tiap lini untuk mendapatkan hasil yang maksimal. 

Di sini, peran media sangat dibutuhkan. Media memainkan peran untuk memberikan informasi yang lebih massif terkait kondisi terkini, dampak, dan mitigasi sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengatasi krisis iklim.

Media memiliki sumber daya yang cukup untuk memberikan sumber literasi terkait isu krisis iklim kepada masyarakat. Media dapat melakukan berbagai cara untuk memenuhi target tersebut. Beberapa diantaranya dengan melakukan liputan mendalam, analisis peristiwa, wawancara narasumber terkait dan sosialisasi yang bersifat persuasif. 

Dengan begitu media dapat membantu masyarakat untuk lebih memahami pentingnya peran tiap individu untuk menjaga lingkungan, terlibat dalam mitigasi, dan mempersiapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan di masa mendatang.

Isu mengenai krisis iklim memang tidak seseksi berita politik dan sepakbola, dan itulah yang menjadi tantangan untuk media, baik media nasional maupun media independen sebagai bahan rujukan alternatif. 

Krisis iklim hanya mendapat perhatian yang relatif sedikit. Padahal, urgensi krisis iklim memerlukan lebih banyak perhatian dan liputan yang berkelanjutan dari berbagai media.

Selain memberikan berita dan liputan yang lebih massif, guna menarik atensi masyarakat, media perlu menggunakan strategi khusus seperti pengemasan konten yang bervariasi namun tidak keluar dari substansi. Pun masyarakat, tidak mungkin menaruh semua beban kepada media, namun masyarakat pun harus lebih berperan dan lebih bijak menggunakan sumber daya dan meningkatkan kesadaran untuk menjaga lingkungan. Ingat, bumi ini sudah tua. Mari kita rawat! (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Juhan Suraya

Juhan Suraya. Suka baca buku, suka menulis, cenderung realistis.