In Depth

MENJADI ORANG JAWA DI JAKSEL 'WHICH IS LITERALLY' MUMET

Pengen ngomong ‘edan’ tapi di Jaksel ternyata mental health.. Pengen ngomong ‘wong e nesuan’ ternyata dia gaslighting.. Wes,wes, mumet!

title

Being young, dumb and Javanese in the middle of Jakselnese is not easy. Apakah kehidupan Jaksel sengonone (sebegitunya) banget? Seberapa rumit macam-macam hubungan dua insan manusia di Jaksel? Nggak cuma orangnya makanan dan minuman juga harus gaul? 

Seperti yang kita ketahui melalui media sosial bahwa pembahasan gaya hidup Jaksel ini sedang ramai dibicarakan dan berkembang. Dari yang dulu mungkin hanya tentang which is dan literally. Sekarang gaya kehidupannya pun juga ramai dibahas di berbagai platform media sosial. Sebagai pendatang yang baru saja tinggal di sini aku bisa mengamini pembicaraan di beberapa media tersebut.

Ya benar aku pendatang dari Jawa yang baru saja tinggal di daerah Jaksel. Suddenly aku langsung kena cancel culture, eh maksudnya culture shock, tukaaaan begitu saja sudah salah. Masak cancel culture kan aku nggak habis kabur dari karantina atau rebut suami orang. Kehidupan Jaksel yang sengonone banget membuat aku tercengang karena sebagai anak daerah yang terbiasa hidup sederhana dan jauh dari kehidupan gegap gempita menurutku ini memang lahpo banget guys

Misal kegiatan healing dengan staycation atau untuk yang punya duit lebih bakal ke Bali. Kalau dulu di Jawa, healing-ku cukup ngeliat orang angon kebo di bukit belakang kampus. Bukan lebih murah lagi. tapi memang gratis hahaha. Tetapi memang healing orang-orang berbedakan, kalau memang merasa baru bisa healing dengan ke Bali atau staycation apalagi dengan gebetan itu lebih manjur ya why not? Jumat malam ke senoparty, Sabtu-Minggu jangan lupa jalan-jalan ke GI atau PI. Kalau kalian berpikir aku nya saja mungkin yang nggak punya duit buat hedon, eeeeeh jangan salah! Ya memang betul. 

Namun ada hal lain lagi di sini istilah pacarannya juga lebih ribet daripada mengerti perasaan pacar kita sendiri dan banyak jenisnya ada FWB (Friend With Benefit) entah benefitnya apa hanya mereka dan Tuhan yang tahu, Human Diary jadi kalau kalian diberi laporan setiap saat tentang kegiatannya doi dari bangun tidur hingga tidur lagi. Jangan keburu GR dulu karena bisa aja kalian cuma dianggap sebagai tempat sambat (berkeluh-kesah). Ada lagi yang sudah melakukan kegiatan seperti orang pacaran namun nggak mau disebut pacaran dan nggak mau disebut FWB-an kalau seperti ini sebutannya apa, aku juga nggak tau mungkin yang menjalaninya pun mungkin juga bingung mereka ngapain. Sedangkan di daerah ya pacaran ya pacaran temenan ya temenan, simple kan?

Belum lagi istilah-istilah mental health yang harus kita ketahui biar kalau ada temen Jaksel kita curhat. Kita bisa tau sebenernya apa sih yang mereka lagi rasain jadi kita ga salah tangkap dan memberikan masukan salah yang malah bisa membuat mereka lebih down lagi bisa bahaya kan? 

Berikut contoh penggunaan salah satu istilahnya yaitu overthinking: “FWB-an aku suka nge like-in foto-foto seksi selebgram di IG,  bikin aku jadi overthinking dan insecure deh”, maka kita tau kalau dia lagi mumet ndase dan nggak PD. Maka kita bisa menyarankan dia untuk tenang dahulu dengan mendengarkan lagu Kunto Aji-Rehat dan menginformasikan paham stoicism bahwa kita tidak bisa mengontrol orang lain tapi hanya diri kita sendiri dan menjadi diri sendiri adalah hal yang sudah lebih dari cukup.

Lalu tentang perzodiakan yang sepertinya sudah menjadi ideologi dalam pergaulan. Kita harus hafal tanggal zodiak dan karakternya biar bisa memaklumi. Misalnya orang itu gamau ngalah, berarti dia Taurus, atau kalau cowok suka flirting ke banyak cewek itu wajar karena dia emang Gemini. Padahal mau Gemini atau bukan, kalau gatel ya gatel wae maszeh! Jujurly kalau ini aku tidak mau begitu mendalami takut, jadi judging atau proclaiming, apalagi kalau kebablasan bisa menjadi syirik.

Untuk makanan dan minuman di sini juga pasti berbeda. Kalau biasanya cemilan favorit waktu di daerah  itu tahu petis, kalau di Jaksel adalah croffle yang harga 1 croffle bisa dapet tahu petis seplastik. Balik lagi ya selera lidah orang memang beda-beda apalagi isi dompetnya hehehe. Untuk minuman bisa boba atau kopi-kopian yang harganya bisa cukup buat makan berdua di angkringan. Untuk tempat nongkrong, jelas café-café aesthetic yang bisa dibikin story dengan backsound lagu indie dengan caption: “Secangkir kopi dan sebuah hati yang telah tersakiti”. Kalau aku bersama teman-teman dulu ya cukup ke burjo (kalau di sini Namanya warkop) bawa kartu remi pesennya cukup mie dokdok dan es milo tapi bisa nongkrong sampai pagi.

Begitulah kiranya pandangan aku sebagai anak daerah yang baru saja tinggal di Jaksel. Disclaimer ini hanya murni pendapatku dan dalam hal ini aku juga menyisipkan kegiatan yang biasa dilakukan di daerah maka dari itu kalian bisa lihat bagaimana perbedaan kehidupannya. Sehingga aku bisa merasakan hal yang sudah aku tuliskan di atas. Untuk SJW-SJW nyuwun sewu ya, tidak ada maksud apa-apa hehehe, inget kata Dwi Andhika peace love and gawl! 

Jadi sebagai pendatang di Jaksel walaupun gaya hidup, dan sosial budaya di sini masih sangat sukar masuk di akal maupun di kantong. Namun sebagai makhluk sosial, adaptasi memang perlu dilakukan untuk dapat bertahan hidup seperti peribahasa, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.” Walaupun di sini langitnya udah ketutupan gedung-gedung. Menjalani hidup di Jaksel bukan berarti kita juga harus menjadi sama persis atau berubah menjadi orang daerah tersebut. Bunglon pun masih bisa menjadi bunglon, tidak harus berubah menjadi pohon ketika beradaptasi dengan mimikri untuk dapat tinggal di situ, ya kan? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Tria

Pendatang yang suka bahasa tapi kerja menghitung duit orang.