Esensi

MENGULIK SINDIRAN DEDDY CORBUZIER SOAL PENGUSAHA DENGAN KONSEP THE GOLDEN CIRCLE

Sindiran Om Deddy tentang pengusaha yang ngaku-ngaku mulai dari nol menimbulkan diskusi lebih dalam. Hal ini cukup menarik, karena berkaitan dengan memotivasi seseorang. Seperti yang sudah lo tau bahwa motivasi itu bisa didapatkan dari dua hal: eksternal dan internal. Mana yang lebih baik dari dua itu? Mencoba mengulik dengan konsep The Golden Circle.

title

FROYONION.COM – Baru-baru ini sang pemegang atensi masyarakat di media digital, yang namanya akan tersemat di kepala ketika lo mendengar kata podcast, mantan pesulap tanah air yang mendunia, siapa lagi kalau bukan Om Deddy Corbuzier, ia mengunggah sebuah video di Instagram yang berisi tentang sindiran kepada para pengusaha yang sukses.

Di dalam postingannya itu Om Deddy menyampaikan ketidaksukaannya terhadap mereka yang mengaku-ngaku kalo dirinya memulai bisnis atau merintis usahanya dari nol.

"Gue tuh mulai nggak suka sama pengusaha sukses yang kaya raya. Mereka bilang bahwa mereka itu mulainya dari nol. Pokoknya benar-benar dari nol, mereka pernah hidup susah." Ujar Om Deddy dalam akun Instagramnya, @mastercorbuzier, dikutip Minggu (9/1/22).

Ketidaksukaannya itu dilatarbelakangi oleh para pengusaha yang tidak menyampaikan pendapatnya secara jujur tentang merintis bisnis. Mereka berbicara tentang memulai dari nol, tapi sebetulnya di balik itu semua ada keistimewaan atau privilege yang dimilikinya. Dengan kata lain, beberapa pengusaha tersebut sebetulnya nggak benar-benar merintis dari nol.

"Tapi, mereka nggak pernah ngasih tahu kalau mereka itu punya privilege yang luar biasa," kata Om Deddy menambahkan.

Lebih jelas kemudian Om Ded menganalogikan hal itu dengan sebuah kondisi dua kos-kosan yang berada di negara yang berbeda. Yang satu ngekos sendirian di Australia atau di Amerika, sedangkan yang satunya lagi ngekos di indonesia.

Menurutnya tentu ini dua hal yang berbeda, walaupun keduanya sama-sama ngekos. Bisa dilihat dari segi kelayakan fasilitas kos-kosan keduanya amat sangat berbeda. Makanya dari dua analogi tersebut Om Ded menghimbau kepada para pengusaha agar jujur. Bahwa mereka nggak benar-benar memulai dari nol, mungkin saja mereka ada yang mulai dari 10 atau bahkan 100.

"Jadi gini bro, beda ya ngekos sendiri di Australia atau di Amerika, sama lo ngekos di Cawang itu beda. Jadi kalau lo mulainya nggak dari nol, mulai dari 10 atau mulai dari 100 bahkan, karena privilege lo, mending jujur," tambahnya lagi.

Alasan di balik sindiran Om Deddy ini agar orang-orang nggak berpikir soal membandingkan kehidupannya dengan orang lain yang telah lebih dulu sukses meski sama-sama mulai dari nol.

"Karena nanti banyak orang-orang yang merasa, 'Wah gue mulai dari nol kok gue nggak bisa kayak lo?'. Nggak, beda! Susah ngekos di Cawang dan Jepang, beda. Jadi mendingan you be honest, be honest be yourself and be honest for people, people will appreciate more," pungkas Om Deddy.

Secara keseluruhan gue sependapat banget sama apa yang Om Deddy omongin. Beberapa pengusaha memang kerap kali menyampaikan kisahnya dengan sedikit mendramatisir – dalam hal ini adalah mereka mengaku-ngaku mulai dari nol. Padahal kenyataannya nggak demikian.

Ada orang yang mungkin lebih beruntung. Dapet modal dari orang tuanya, atau punya relasi dengan rekan-rekan orang tuanya. Alhasil dia mendapatkan sesuatu yang berharga, yaitu modal atau sebuah relasi, yang mana hal itu nggak harus diusahakan lagi. Karena udah dapet dari orang tuanya. Kondisi itu yang kadang-kadang nggak disampaikan secara jujur kepada para perintis usaha yang bener-bener berjuang dari nol.

Terlepas dari itu, sebetulnya para pengusaha “sukses”, yang nggak menyampaikan secara jujur privilege yang dimilikinya kepada para perintis usaha yang beneran mulai dari nol, itu dilatarbelakangi oleh rasa kehati-hatian atau bisa juga dianggap sebagai bentuk kecil perhatiannya.

Mereka nggak mau menyampaikan sesuatu hal yang kemungkinan besar nggak bisa didapatkan oleh para perintis yang mulai dari nol beneran ini. Khawatirnya mereka yang bener-bener berjuang dari bawah ini kecewa, dan merasa bahwa dirinya nggak mungkin bisa sukses. Karena mereka menyadari bahwa nggak punya privilege itu. Dan skenario terburuknya adalah mereka berhenti dari perjuangannya menjadi sukses.

Itulah mungkin mengapa akhirnya para pengusaha sukses ini terkesan “bohong” – nggak menyampaikan secara jujur kisah-kisah yang selama ini dia alami, dan keistimewaan-keistimewaan yang dimilikinya. Hal itu untuk menghindari kemungkinan skenario buruk itu terjadi. Itu juga sebagai perhatian kecil para pengusaha “sukses” tadi dalam mempertahankan perjuangannya.

Kalo dibahas lebih dalam lagi, fenomena ini cukup menarik. Karena berkenaan dengan sebuah motivasi seseorang dalam mendapatkan apa yang dia inginkan. Seperti yang sudah lo tau bahwa motivasi untuk berjuang itu bisa didapatkan dari dua hal: eksternal dan internal.

Kalo motivasi yang didapat dari eksternal itu sama kasusnya seperti yang dibahas tadi. Seorang pengusaha sukses memotivasi orang-orang yang masih berjuang atau masih merintis usahanya.

Nah, sebaliknya kalo motivasi internal itu berasal dari dalam diri lo. Artinya motivasi itu bersumber dari tekad yang dimiliki. Pada tahap ini biasanya orang yang sudah memiliki kesadaran tinggi terhadap dirinya sendiri. Alhasil dia nggak terlalu butuh motivasi dari luar atau dari orang lain. Dan juga biasanya orang yang sudah tau tujuan besarnya apa.

Lalu, motivasi mana yang lebih baik?

Menurut pendapat gue secara pribadi, motivasi internal lah yang lebih baik. Karena motivasi ini mengisyaratkan bahwa kita sebagai makhluk yang independen, bisa mengelola segala hal tentang diri, termasuk motivasi itu sendiri.

Untuk mencapai tahap itu cukup sulit kalo lo nggak kenal sama diri sendiri dan nggak tau tujuan besarnya apa. Karena itu gue akan sedikit berbagi tips. Dari tips ini harapannya bisa menemukan tujuan besar yang akan memotivasi diri lo ke depannya.

THE GOLDEN CIRCLE

Gue mengacu pada konsep The Golden Circle atau lingkaran emas yang dibawakan oleh Simon Sinek. Intinya konsep ini membahas tentang lingkaran yang nantinya akan membawa lo menuju sesuatu hal yang selama ini lo inginkan. Atau konsep ini bisa juga mengajarkan cara mendapatkan tujuan besar yang selama ini nggak lo notice. 

The Golden Circle ini terdiri dari: why, how, and whatKetiga unsur ini memiliki perannya masing-masing dan saling berhubungan. Secara sederhana unsur why ini bisa dipahami sebagai alat untuk menemukan tujuan besar lo yang sebenarnya.

Mungkin lo kebingungan untuk menemukan tujuan besar yang sebenarnya. Karena di kepala lo pasti ada banyak banget gambaran-gambaran tentang tujuan, yang mana masih belum tau nih tujuan yang sebenarnya itu apa. Intinya konsep tujuan ini masih abstrak banget, gitu.

Nah, unsur why ini nantinya akan menyeleksi atau mengeliminasi sesuatu yang abstrak tersebut, kemudian akhirnya lo menemukan tujuan besar yang sebenarnya.

Kalo how sendiri sederhananya bisa dipahami sebagai rangkaian cara untuk mencapai tujuan. Sedangkan what bisa lo pahami sebagai hasil dari serangkaian perbuatan yang dilakukan dari peran how tersebut.

TEMUKAN ‘BIG WHY’

Nah langsung saja. Ketika ingin melakukan sesuatu, lo harus temukan dulu big why lo yang sebenarnya. Apa yang menjadi dasar mengapa lo akhirnya melakukan apa yang lo lakukan saat ini? (Muter-muter nggak sih, hehe).

Misalnya dalam konteks bisnis. Lo mengapa melakukan bisnis ini? Apa yang mendasari lo melakukan ini semua? Apakah ingin mendapatkan uang? Soalnya uang bisa didapatkan nggak cuma dari bisnis aja. Apakah ingin membahagiakan kedua orang tua lo? Nggak berbisnis pun lo bisa membahagiakan kedua orang tua.

Nah, terus tanyain ke dalam diri lo big why lo sebenarnya itu apa? Sampai akhirnya lo dapet jawaban yang tepat, itulah yang nantinya akan mempengaruhi lo dalam bertindak dan berusaha untuk mencapai tujuan lo itu. Nantinya juga akan memotivasi lo untuk terus tetap berjuang di jalan yang udah lo tentukan dan targetkan itu.

Kalo bisa tujuan itu cuma bisa dicapai dengan apa yang lo lakukan saat ini. Misalnya tujuan besar bisnis lo adalah ingin masyarakat daerah yang merantau di Jakarta merasakan makanan khas kampung halamannya masing-masing.

Maka bisnis yang harus lo bangun adalah bisnis kuliner dan serangkaian langkah yang harus lo lakukan adalah menyediakan semua jenis makanan asal daerah yang ada di Indonesia. Nah, serangkaian itu bisa dibilang sebagai how dari konsep yang dibawa oleh Simon Sinek ini. Sedangkan makanan yang tersedia di rumah makan lo itu adalah sebagai what-nya.

Walaupun pada dasarnya konsep ini dibuat dengan pendekatan bisnis, tapi sebetulnya konsep ini juga bisa digunakan dengan pendekatan sehari-hari yang bertujuan untuk mengembangkan diri.

Misalnya lo pengen jadi penyanyi (why). Katakanlah hal itu sebagai tujuan yang pengen banget lo capai. Kemudian serangkaian yang harus dilakukan adalah belajar nyanyi dengan teknik-teknik tertentu yang lo pelajari dari les atau dari internet (how)

Lalu, suara merdu yang lo keluarkan adalah hasil dari usaha dan proses lo tadi (what). Pada akhirnya dengan serangkaian itu semua akan mencapai tujuan atau meraih cita-cita yang selama ini lo inginkan.

Dalam praktiknya konsep lingkaran emas ini lebih fleksibel sebetulnya. Bisa lo temukan how dan what dulu, lalu menemukan why untuk memperkuat motivasi lo melakukan how dan what tadi. Atau bisa juga lo menemukan why dulu biar bisa tau cara-cara dan hasilnya (how and what). Intinya, mau lo menemukan why dulu atau how dan what dulu, pada akhirnya sama aja, akan bermuara pada tujuan lo.

Pertanyaannya, siapkah lo meraih tujuan dan memotivasi diri dengan konsep The Golden Circle yang dibawakan oleh Simon Sinek ini, Civs? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Afrija Nurul Hikam

Penulis anak kemaren sore yang berangan-angan ketemu hari esok yang cerah.