Esensi

MEMBONGKAR AKAR MASALAH RENDAHNYA LITERASI DAN MINAT BACA WARGA +62

Mungkin selama ini lo berpikir bahwa gadget jadi penyebab utama dari rendahnya literasi di Indonesia. Tapi ternyata, ada penyebab yang lebih besar lagi, dan jarang banget orang-orang notice. Akar masalah ini bisa disebut sebagai ‘raja terakhir’ dari segala masalah rendahnya literasi di Indonesia. Apa itu? Cekidot, Civs.

title

FROYONION.COM – Sudah jadi rahasia umum bahwa masyarakat kita rendah akan literasi. Beberapa survei udah ngebuktiin hal itu. Salah satunya survei yang dilakukan PISA beberapa tahun lalu. Didapati hasil, Indonesia menempati peringkat 74 dari 79 negara yang menjadi partisipan dalam survei tersebut. Walaupun survei itu partisipannya siswa usia dasar dan menengah, tapi nggak menepis persepsi bahwa hal itu terjadi juga pada orang dewasa.

Dari survei ini banyak respon yang beredar di tengah masyarakat. Ada yang cuek aja, dan ada juga yang peduli. Masyarakat yang peduli ini banyak yang pengen banget ngilangin image buruk tersebut. Dengan adanya hasil survei ini juga nggak menutup kemungkinan negara tetangga nganggep kita kurang peduli akan ilmu pengetahuan. Hal itulah yang nggak pengen sampe terjadi.

Masyarakat yang merasakan miris dari hasil survei tersebut, lebih baik ketimbang orang yang sama sekali nggak merasakan penyesalan apapun. Dengan adanya penyesalan itu, mengisyaratkan bahwa masyarakat masih ada yang peduli tentang kemajuan sumber daya manusia melalui literasi ini.

Fakta bahwa adanya respon yang menyesalkan hasil survei itu, mungkin buat sebagian orang bingung, dan bertanya-tanya. Kenapa orang-orang pada ngerasa prihatin dan ngerasa sakit hati? Padahalkan bisa aja kita merespon survei itu dengan santai. Emangnya apa dampak yang akan terjadi kalo hal itu terus berulang sampe masa depan? Kenapa kesannya literasi ini penting banget buat bangsa khususnya buat setiap masing-masing orang? Hal itu yang mungkin coba pertanyakan sebagian orang.

PENTINGNYA LITERASI

Sebagai keterampilan dasar dalam hidup manusia, literasi udah pasti penting banget. Karena tanpa keterampilan dasar tersebut manusia sulit buat ngelanjutin ke tahap keterampilan berikutnya. Logikanya, gimana orang bisa melangkah ke level selanjutnya, kalo level dasar aja nggak bisa dilewati. Itu hal dasar mengapa literasi sangat penting bagi kehidupan.

Emang apa aja keterampilan dasar (literasi) yang harus dikuasai? Beberapa di antaranya yaitu: literasi baca dan tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi budaya dan literasi finansial. 

Lo kalo ingin melangkah ke tahap berikutnya, minimal lo harus kuasai literasi membaca, menulis, dan berhitung. ketiga keterampilan itu wajib banget lo kuasai, sebagai pondasi buat menguasai ilmu keterampilan selanjutnya.

Anggap aja ada orang yang nggak menguasai ketiga keterampilan dasar tersebut, dapat dipastikan dia nggak bisa mempelajari literasi finansial. Karena finansial sedikit banyaknya menyinggung soal hitung-menghitung. Gimana bisa seseorang pandai dalam mendapatkan, membelanjakan, dan mengelola uang, kalo ngitung aja nggak bisa. Mustahil banget buat nguasain ilmu finansial.

Kasus lain, gimana seseorang bisa mempelajari literasi budaya, kalo dia aja nggak menguasai keterampilan membaca. Hal itu karena budaya dapat dipelajari hanya dengan rajin membaca berbagai sumber.

Kenapa bisa gitu? Karena budaya menyangkut sejarah nenek moyang yang mengembangkan pola perilaku dan kebiasaan, sehingga terjadilah 'budaya' yang sekarang lo kenal. Tanpa membaca, hal itu semua nggak bisa dipelajari dengan mudah, bahkan mustahil.

Menyinggung soal sejarah, apa lo nggak penasaran dengan sejarah pendidikan di Indonesia, yang akhirnya ngaruh ke budaya literasi? Lo mungkin udah nyoba ngira-ngira, dan udah punya asumsi dasar mengenai literasi di Indo, “pasti ini mah gara-gara banyak yang main hp mulu”, “pasti gara-gara sekolah yang kurang menekankan literasi pada murid-muridnya”, “ini mah gara-gara nggak meratanya fasilitas baca”, “udah jelas ini sih salah presid–” *beep*. Wah yang terakhir ini cukup berbahaya ya, Civs asumsinya, hehe.

Nggak bisa dipungkiri, itu semua jadi beberapa sebab dari rendahnya literasi di Indonesia. Tapi pernah nggak lo mikir penyebab dari segala penyebab di atas. Ribet. Maksudnya, akar dari masalah ini atau asal-muasalnya.

Lo percaya kan, semua masalah pasti ada akar sebabnya, Civs? Coba deh lo pikir nih, mayoritas orang Indo milih buat main hp dan nontonin video pendek ketimbang baca, karena budaya baca di Indo belum mengakar. Terus kenapa di Indo nggak punya budaya literasi yang mengakar kayak di negara-negara lain?

Dari pertanyaan-pertanyaan tadi, gue berusaha coba buat jawab lewat perspektif sejarah panjang dari pendidikan di Indonesia. Kita cukup sadar semua pola perilaku yang kita jalankan sekarang, itu bersumber dari kebiasaan masa lalu yang kemudian menjadi budaya, Civs.

SEJARAH PANJANG

Menurut sumber yang gue baca (ceilah), Indonesia sejak zaman dulu sudah mengalami kesenjangan, termasuk dalam ranah pendidikan. Mulai dari kesenjangan sejak zaman dulu inilah sedikit banyaknya berpengaruh pada budaya literasi di Indonesia.

Lo mungkin juga udah beberapa kali denger, dan di sekolah pun kalo lo nggak molor,  ini udah sering diajarin. Indonesia sebagai negara yang dulunya adalah nusantara, dimana pada masa nusantara ini kerajaan sangat mendominasi. Pada saat itu semuanya masih belum menyatu, masih terpisah-pisah dengan corak kerajaan.

Awalnya pada masa kerajaan Hindu-Budha. Pada masa ini pendidikan masih bersifat aristokratis. Pendidikan hanya diikuti oleh segolongan masyarakat aja, yaitu para raja dan bangsawan. Kaum bangsawan biasanya ngundang guru buat ngajarin anak-anaknya di istana, di samping ada juga yang nyuruh anak-anaknya buat pergi belajar ke guru-guru tertentu.

Adanya kesenjangan dan batasan pendidikan antara penguasa dan rakyatnya, berpeluang terciptanya persepsi bahwa “pendidikan nggak penting-penting amat” tumbuh di tengah masyarakat. Persepsi itu secara nggak langsung tertanam dari kesenjangan pendidikan tersebut yang terus berlanjut. Pada akhirnya hal itu mungkin bikin masyarakat jadi abai pada ilmu pengetahuan.

Menurut info yang gue dapet, pada masa ini pendidikan buat masyarakat secara umum hampir nggak ada sama sekali. Masyarakat cuma difokuskan pada pekerjaan sehari-hari aja.

Kemudian pada masa selanjutnya, yaitu kerajaan Islam, sudah mulai adanya sistem pendidikan yang cukup jelas untuk masyarakat, namun tidak begitu banyak. Contohnya sudah adanya tempat menuntut ilmu yang dinamakan langgar. Tempat ini fungsi utamanya sebenernya buat kepentingan ibadah, tapi bisa dialihfungsikan jadi wadah masyarakat memperoleh ilmu pengetahuan.

Lagi-lagi nggak semuanya punya anggapan bahwa ilmu pengetahuan itu sangat penting. Berdasarkan asumsi gue, hal itu nggak terlepas dari periode sebelumnya, yang adanya batasan antara masyarakat umum dan penguasa. Sehingga perilaku menyepelekan belajar udah tertanam jadi habit.

Berlanjut pada masa datangnya bangsa eropa. Pada masa ini, sejarah adanya kesenjangan terulang kembali. Adanya beberapa kegiatan pembelajaran yang cuma dikhususkan buat orang-orang yang memiliki peran di dalam masyarakat. Nggak semuanya bisa ngakses pendidikan.

Apalagi pada masa kolonialisme belanda, kesenjangannya bisa dikatakan cukup kontroversi. Banyak juga berbagai kontroversi soal kesenjangan dalam pendidikan. Disamping udah ada lembaga-lembaga pendidikan yang ngatur secara jelas. Meski demikian, nggak menampik bahwa masih banyaknya masyarakat umum yang nggak bisa ngakses pendidikan dengan mudah.

Nah, dengan adanya sejarah panjang pendidikan di Indo pada zaman dulu, bisa dikatakan rendahnya literasi berakar pada kesenjangan sosial. Adanya kesenjangan membuat budaya ‘haus akan ilmu’ nggak dimiliki oleh masyarakat Indo. Kita cuma dapet budaya suram, yaitu nggak punya tekad untuk terus menggali ilmu.

KONDISI DI JEPANG

Jika dibandingkan dengan Jepang, mereka memiliki sejarah yang cukup baik tentang pendidikan. Makanya pada masa sekarang pun masyarakat di sana cukup sadar akan pentingnya membaca. Ditambah lagi dengan kerjasama antar lapisan masyarakat, menambah fasilitas baca di sana menjadi tersebar dimana-mana. Penduduk di sana banyak membangun toko buku yang mudah diakses, dan juga beberapa toko buku di Jepang menyediakan baca buku gratis.

Dengan sudah mengakarnya budaya baca di sana, toko buku yang menyediakan baca secara gratis tadi, banyak didatangi oleh para pengunjung. Para pengunjung biasanya membaca buku sambil berdiri. Kegiatan itu akhirnya membudaya, yang dinamakan Tachiyomi.

Dengan adanya budaya literasi yang tinggi dan kesadaran pentingnya ilmu pengetahuan, membuat para pelaku usaha kecil di sana memanfaatkan peluang tersebut. Bahkan penyedia buku bekas pun nggak sepi pengunjung.

Sangat jauh beda dengan fakta di Indo. Di sini budaya yang dibawa dari zaman dulu tadi masih membelenggu. Butuh waktu cukup lama buat wujudin budaya literasi.

Mengapa masih butuh waktu cukup lama?

Hal itu karena perkembangan digitalisasi dan teknologi semakin pesat. Dengan adanya teknologi yang semakin pesan itu, membuat masyarakat menjadi terdistraksi pada budaya “menunduk”. Dimana masyarakat selalu memainkan perangkat teknologi, khususnya gadget.

Belum mengakarnya budaya literasi pada masyarakat Indo, ditambah hadirnya digitalisasi yang berkembang pesat, bikin budaya literasi di Indo jadi lama proses terwujudnya. Butuh ekstra kerja keras dari berbagai lapisan masyarakat. Supaya budaya baik yang kita semua harapkan ini bisa terwujud.

HAL YANG HARUS DILAKUKAN

Menciptakan budaya baru emang cukup susah. Budaya bisa tercipta dari proses panjang. Bukan satu dua hari, seminggu dua minggu, sebulan dua bulan, bahkan setahun dua tahun, butuh waktu belasan hingga puluhan tahun.

Meski begitu, motivasi yang kita miliki buat wujudin itu semua nggak boleh luntur. Prosesnya emang panjang banget. Nggak semua orang aware sama pentingnya literasi. Bahkan ada aja yang cenderung abai sampe menyepelekan. Dengan begitu kita harus ekstra lebih keras lagi buat memperjuangkannya.

Manfaatin berbagai media digital buat nyebarin mindset pentingnya literasi. Maksimalin apa yang lo punya, seperti sosmed lo, circle tongkrongan lo dan lainnya.  Share dikit-dikit lewat story, 'lempar' dikit-dikit di tongkrongan. Terus aja lakuin kayak gitu.

Karena perubahan besar berawal dari langkah kecil, yang dilakuin sedikit demi sedikit secara konsisten. Terdengar klise memang, tapi hal itu bener banget, Civs.

Kalo orang lain belum pada ngeh sama pentingnya literasi, minimal dari lo dulu. Terakhir gue  mau nyampein sesuatu yang terdengar lebay. Dari proses perjuangan ini, bisa aja lo jadi tonggak perubahan, Civs, hehe. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Afrija Nurul Hikam

Penulis anak kemaren sore yang berangan-angan ketemu hari esok yang cerah.