
Siapa nih yang kemarin habis checkout banyak barang pas 12.12? Nah,coba kamu mempraktikkan mindful consumption. Apa sih mindful consumption itu? Simak penjelasannya.
FROYONION.COM - Apakah kamu termasuk orang yang sering mengikuti harbolnas alias hari belanja nasional tiap bulannya? Atau kamu termasuk orang yang mudah tergiur dengan kata “diskon”, “flash sale” atau “cashback”?
Siapa manusia di dunia ini yang tidak suka berbelanja? Kegiatan yang satu ini memang seolah menjadi salah satu cara manusia, terutama anak muda sekarang untuk melepas kepenatan dan berbelanja adalah hal yang paling menyenangkan untuk dilakukan.
Tidak ada salahnya dengan kamu berbelanja, namun ketika hal ini kamu teruskan terus –menerus dilakukan tanpa kontrol dan perhitungan, apalagi hanya sekedar melepas hasrat “pengen” dan bukan “butuh”, itu tandanya kamu sudah berada dalam tahap pemborosan. Boros bisa diartikan sebagai kebiasaan menggunakan uang untuk memenuhi keinginan dan sekedar bersenang-senang secara berlebihan.
Pemborosan ini seolah sudah menjadi gaya hidup, khususnya di kota-kota besar. Sebab saat ini, kita dipengaruhi oleh perkembangan gaya hidup yang sangat cepat. Ini menunjukkan bahwa kita harus waspada dengan pemborosan dalam berbelanja suatu barang.
Namun, waspada bukan sekadar persoalan apakah barang yang kamu beli itu bakal kamu gunakan atau tidak. Belanja itu juga mencakup soal kebutuhan, keamanan finansial, dampak dari berbelanja secara fisik dan mental, hingga perilaku konsumtif dan adiksi terhadap berbelanja itu sendiri.
Sudah waktunya konsumen mempraktikkan mindful consumption demi melindungi diri dari potensi atas konsekuensi barang yang kita beli dan mendapat ketentraman dari aktivitas belanjanya.
BACA JUGA: LO HOBI THRIFT SHOPPING ATAU BELANJA BAJU BEKAS? BEGINI CARA MEMBERSIHKANNYA!
Pada prinsipnya, konsep mindfulness atau situasi mental dengan kesadaran penuh merupakan ide pusat yang menjadi landasan utama dalam mindful consumption. Praktik ini merujuk kepada kesadaran kita atas konsekuensi yang dihasilkan dari sebuah aktivitas konsumsi.
Konsep ini sebenarnya relatif mudah untuk dipahami secara definitif oleh orang-orang. Tujuan utama dari mindful consumption adalah untuk berpikir secara sadar atas konsekuensi konsumsi yang telah kita lakukan.
Apa manfaat dari mindful consumption? Sebuah riset menunjukkan bahwa mindful consumption ini berkorelasi terhadap rasa cukup dan tenteram dari seorang individu. Hal ini tentunya baik bagi setiap kita yang acap kali sering membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain melalui kacamata media sosial.
Mari kita ambil contoh kasus berikut. Seorang konsumen di tanggal gajian dihadapkan kepada berbagai diskon dan promosi produk teknologi di situs e-commerce.
Mempraktikkan mindful consumption bisa kamu mulai dengan menantang diri kamu sendiri dengan pertanyaan sederhana seperti ini: “Gua perlu barang ini gak, ya? Kalo gua bayar barang ini nyicil gitu, apa gua bisa bayar bunganya? Kira-kira ada alternatif lain gak ya, selain dari beli barang ini?”
Pertanyaan-pertanyaan di atas merujuk kepada kesadaran kita sebagai konsumen dalam mempertimbangkan daya beli, melihat urgensi sebuah produk, melihat apakah itu kebutuhan atau hanya keinginan, dan konsekuensinya di masa depan. Hal ini dapat kita praktikkan setiap kita melihat iklan promosi produk.
Setiap pribadi dapat memiliki pertanyaan yang berbeda-beda dan tidak ada pertanyaan spekulatif dari pikiran kita yang bodoh, salah, atau benar. Selama konsumen mampu melakukan riset sebelum membeli dan mempertimbangkan konsekuensi atas pilihannya, hal ini merupakan praktik yang mendorong konsumen untuk melakukan belanja yang bertanggung jawab.
Sebagai konsumen, sulit bagi kita untuk mengontrol perilaku konsumtif kita sendiri. Tetapi, kita sendiri memiliki kontrol penuh atas pengetahuan yang kita punya mengenai apa yang kita harus lakukan.
Di sini, penting bagi konsumen untuk memperluas pengetahuan soal manfaat dari barang yang kita gunakan dan urgensinya untuk melakukan kontrol dalam berbelanja.
Menurut akademisi Hariman Saragih, dikutip dari theconversation.com bahwa masyarakat secara umum dapat merujuk kepada dua hal dalam mempraktikkan mindful consumption.
1. REFLEKTIF
Kita dapat bertanya kepada diri kita sendiri atas konsekuensi dari konsumsi yang sudah kita lakukan, apakah itu membeli barang murah maupun barang mewah. Terlebih, ketika kita dihadapkan terhadap bombardir promosi yang kita lihat dimana-mana. Konsumen bisa selalu menantang diri mereka sendiri dan berefleksi mengenai konsekuensi positif maupun negatif dari yang mereka lakukan.
2. PROAKTIF
Apabila kita tidak tahu jawabannya, misalnya saja dari sisi kegunaan atau manfaat dari barang yang kita beli, terdapat banyak informasi umum di internet yang setidaknya bisa memberikan kita pemahaman umum. Hal ini cukup untuk memberikan kita perspektif selama kita bijak dalam mencari informasi yang kredibel dan bermanfaat.
Kita juga bisa meluangkan waktu ketika menikmati layanan hiburan di platform streaming video dengan menonton konten edukatif, misalnya mengenai kegunaan barang yang hendak kita beli atau spesifikasi barang itu, apakah sesuai yang kita inginkan atau tidak.
Konten edukatif ini tentunya tidak menyajikan informasi yang menyeluruh dan lengkap, namun biasanya bisa dipahami oleh sebagian besar dari kita sehingga bisa menjadi referensi kita sebelum membeli sesuatu.
Apabila masih kurang yakin dan ingin mengetahui lebih banyak, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi langsung dengan orang yang sudah membeli barang tersebut lebih dahulu ketimbang kamu.
Di era teknologi dan media sosial seperti ini, kita kerap dihujani oleh berbagai promosi, entah itu diskon, cashback atau metode pembayaran yang membuat kita konsumtif dan selalu membandingkan diri kita dengan orang lain.
Konsep mindful consumption ini menawarkan kita untuk menjadi pribadi yang lebih sadar dan mawas diri agar kita tidak menjadi individu yang konsumtif yang berujung konsekuensi negatif di jangka panjang. (*/)