Food

REKOMENDASI TEMPAT NGOPI SAMBIL NULIS DAN KONTEMPLASI DI JAKARTA

Buat saya, tempat ngopi yang asoy untuk menulis dan merenung tipis-tipis bukan cuma soal kopinya aja yang aduhai, tapi juga lokasi, kenyamanan, keramahan, dan kitiboi!

title

FROYONION.COM - Lebih kurang sudah hampir dua minggu saya tidak minum kopi, karena dispepsia saya kumat. Jadinya, kecanduan akan si hitam ini perlu disingkirkan, begitu juga aktivitas sebat. Hidup terasa agak hambar, namun lebih sehat. Asam lambung sepertinya dalam kadar normal. Saya sudah cukup terbiasa “menjadi sehat” seperti ini, walau kadang rindu. 

Dalam kekangenan dengan si hitam ini, saya jadi kepikiran, tempat-tempat ngopi yang sebelumnya rutin didatangin sambil nyeruput cappuccino, apa kabar mereka ya? Bagaimana kabar kucing coffee shop yang biasa saya datangi? Apa playlist lagu yang saat ini sering dimainkan oleh coffee shop di Jalan Sabang? Dalam rangka mengenang momen-momen itu, saya berikhtiar menulis list tempat ngopi oke sambil nulis dan merenung tipis-tipis di Jakarta—based on experience sendiri. 

Eniwei, dimanapun dan kapanpun, saya selalu memesan cappucino untuk alasan yang cukup romantis. Saya terdoktrin dengan cerpen Seno Gumira Ajidarma yang berjudul Rembulan dalam Cappuccino. Saya selalu meromantisasi momen menyesap cappuccino dan membayangkan suatu saat dapat menemukan “rembulan” dalam gelas kopi saya. 

BACA JUGA: NONGKRONG SERING DIBILANG NGGAK BERGUNA? MUNGKIN LO HARUS PERHATIKAN BEBERAPA HAL INI

BUKAN MELULU KOPI

Tentu saja itu hanya perumpamaan. Sampai modar juga nggak akan ketemu rembulan, kecuali ampas kopi. Selain selalu memesan menu yang sama, saya juga jarang berpindah tempat ngopi. Berikut adalah tempat ngopi favorit versi saya sambil merenung tipis-tipis:

1. Saudagar Kopi

Coffee shop ini berlokasi di Jalan Sabang, nggak jauh dari Toko Bahagia—if you know what I mean. Saya agak lupa nih, kapan ya saya kegandrungan dengan coffee shop ini? Oh ya! Jadi, awalnya itu, saya suka nongkrong di Sabang 16, mesan vietnam drip-nya atau kalau enggak Teh Tariknya. Sebelum memfavoriti Saudagar, saya suka Sabang 16. 

Malahan, ini jadi kedai kopi favorit saat pertama kali hijrah ke Jakarta, dan sempat saya review untuk tugas menulis ketika masuk ke Femina Group. Kemudian lambat laun kesenangan tersebut punah, padahal setelah saya menambatkan hati ke Saudagar.

Saya menyelesaikan beberapa chapter dari buku Maaf, Orgasme Bukan Hanya Urusan Kelamin di Sini. Bukan hanya kerjaan menulis, kerjaan kantor juga kadang saya selesaikan di sini. Meeting, ketemu dengan teman, kenalan, kawan lama, saya selalu nganjurin tempat ini.

Kedai kopi Saudagar nyaman banget, baristanya ramah-ramah, dan ada free water—ini sih yang saya suka dari kedai kopi, kan kita enggak bisa terus-terusan nenggak kopi dan teman-temannya. Kalau saya kebetulan lari atau sepedaan, kadang saya suka mampir ke Saudagar untuk mengisi botol minum saya hehehe…

Di Saudagar saya juga mendapatkan khasanah lagu baru. Playlist mereka asyik-asyik, dan kalau dapat yang ear catchy, saya suka tanya ke mbak atau masnya, untuk saya dengarkan ketika di kosan. 

Oh, ya di Saudagar ini juga banyak lukisan yang mengapropriasi Starry Night-nya Van Gogh dan itu dilukis sama beberapa barista di sini. Cool nggak? Terus, sebenarnya, selain cappuccino, saya juga suka piccolo, atau es kopinya yang mamamia!

2. Kawisari Café & Eatery

Sepertinya lokasi nongkrong saya seputar itu-itu doang ya enggak ada perubahan. Kawisari ini lokasinya ada di Jalan Kebon Sirih which is enggak jauh dari Sabang ya. Kalau nggak salah, mereka buka itu awal 2020, pas memasuki babak pandemi. Awalnya, seperti biasa, saya pesan cappuccino, terus saya penasaran dengan salah satu kopi yang ada rum, dan ternyata rasanya mengejutkan!

Sejak saat itu, saya kerap memesan menu kopi tersebut tiap kali Kawisari. Tapi, kalau perut lagi nggak enak, saya pesan wedang jahenya yang kental, hangat dengan rasa rempah yang berasa ke jantung hati. 

Saya ingat betul, saya menyelesaikan chapter “Memfilsafati Orgasme” di Kawisari. Saya membawa beberapa buku filsafat, rekaman obrolan narasumber, kemudian menuliskannya di sini. Tempat ini basically klasik ya, jadul lah, mulai dari warna, interior, cukup enak untuk dipakai sambil kerja, merenung tipis-tipis, dan sebat.

3. Kopi Lain Hati

Saya ngekos di area Setiabudi dan paling mager kalau harus ke suatu tempat yang jauh—dan mungkin karena anaknya juga males ya ngulik tempat-tempat baru kecuali kalau ditodong dan gabut tetiba iseng. Kalau bosan kerja di kos, saya melipir ke Jalan Taman Setiabudi ke kedai kopi Lain Hati. 

Betul banget! Ini kedai kopi franchise ya, ada di mana-mana dengan brand ambassador Thoriq. Dan kebetulan ada di dekat kosan, ya udah saya jadi sering ke sana. Saya selalu pesan Kopi Bucin. Sebagai orang yang tipikal ribet ya, sebenarnya saya kurang suka dengan kemasan kopi take away, yang menurut saya tidak bisa menghantarkan panas dengan baik. Atau jadinya merusak cita rasa kopi, demikian bacot saya. 

Tahu apa yang saya lakukan? Saya meninggalkan cangkir keramik di sana, kalau sewaktu-waktu saya ngopi di sana, pakai cangkir itu biar panas kopinya merata hehe..Oh ya yang saya suka juga dari coffee shop ini adalah ada kucing penunggu. Kucing ini sebenarnya kucing liar yang akhirnya diasuh sama pemilik kedai kopi. 

Sebagai orang yang tinggal dekat dengan coffee shop tersebut, sering nongkrong di sana juga, saya melihat tumbuh kembang kucing tersebut—namanya Kirey, yang pada akhirnya membuat saya jadi ikutan sayang dengannya.

Saya pernah dengar, kalau kucing bisa menyerap kesedihan, dan tahu kalau kita lagi sedih. Ketika lagi nggak mood atau stuck dengan tulisan, saya suka main-main dulu dengan Kirey, baru lanjut menulis lagi. 

Sejauh ini, tiga tempat ngopi ini sih yang paling sering saya datangi dari 2020 sampai sekarang, selebihnya B aja. Oh ya, saya juga suka ST. Ali Setiabudi One atau Resume Coffee (masih di Kawasan Setiabudi hahaha!). Tapi, kalau Resume Coffee, kadang jam operasionalnya suka nggak jelas, jadi malesin. Btw, kopinya  enak lho, dan harganya cukup ramah! Terus, sebenarnya saya sempat menggandrungi QQ Kopitiam, tapi yang di FX. Kalau di QQ saya jarang pesan kopi tapi Teh Tarik yang selalu saya tambahi dengan—semoga rasanya tetap sama seperti dulu ya—tiap kali order. Menulis di QQ juga menyenangkan, karena ada banyak orang Sumatera yang ngopi di sana. 

Kalau kamu sendiri, Civs, di mana tempat ngopi favoritmu? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Ester Pandiangan

Penulis buku "Maaf, Orgasme Bukan Hanya Urusan Kelamin (2022)". Tertarik dengan isu-isu seputar seksualitas.