Books

MEMBACA FIKSI BUKAN CUMA UNTUK PELARIAN DAN HIBURAN SEMATA

Membaca buku fiksi atau novel sering kali dianggap remeh oleh sebagian orang, karena mereka beranggapan bahwa novel “kurang berisi” dan tidak aplikatif di kehidupan sehari-hari.

title

FROYONION.COM Sebagian orang masih terpaku pada anggapan bahwa membaca buku itu harus memiliki manfaat di kehidupan sehari-hari. Sedangkan membaca buku fiksi masih sering mendapat perlakuan remeh karena dianggap bacaan yang tidak berbobot. Mirisnya lagi, opini seperti ini justru timbul dari kalangan pembaca buku sendiri, tepatnya di kalangan booktwt atau pembaca buku di Twitter.

Sebenarnya bukan sesuatu yang baru lagi, ketika seseorang merasa bacaannya yang paling berbobot dan memandang rendah selera baca orang lain. Dan yang paling sering disenggol adalah para pembaca buku fiksi. 

BACA JUGA: DARI FIKSI HINGGA BUKU LAWAS, 10 WEBSITE INI MENYEDIAKAN E-BOOKS GRATIS

Entah apa esensinya bagi mereka yang senang mengusik hobi dan selera baca orang lain, padahal setiap orang memiliki pengalaman baca yang berbeda-beda dan itu bersifat personal. 

Ada satu buku yang begitu relate dengan keadaan dan perasaan seseorang, tapi belum tentu akan cocok dibaca oleh orang lain. Kembali lagi, ini hanya soal selera baca. Dan bagi yang beranggapan membaca buku fiksi itu tidak berbobot dan tidak aplikatif di kehidupan, itu sungguh anggapan yang salah kaprah. 

MENGENAL RASA EMPATI

Empati merupakan kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain dengan membayangkan bagaimana jika kita berada di posisi orang lain. Kemampuan ini tidak muncul begitu saja dalam tiap diri seseorang. 

Oleh sebab itu, tidak semua orang memiliki kemampuan memahami keadaan orang lain. Ketidakmampuan ini bisa disebabkan oleh keadaan psikologis seseorang seperti seorang psikopat dan seseorang yang menderita suatu kelainan (autis, narcissistic personality disorder, sosiopat, borderline personality disorder).  

BACA JUGA: REKOMENDASI KARYA FIKSI YANG WAJIB KAMU BACA SEBELUM NIKAH

Seseorang dengan kemampuan empati rendah juga dapat diakibatkan oleh faktor lain. Empati merupakan bagian dari perilaku yang dipelajari, maka jika seseorang tidak mengalami pengalaman berempati saat tumbuh dewasa bisa mengakibatkan rendahnya empati yang dimiliki. 

Di sinilah letak peran penting karya sastra atau buku fiksi yang banyak mengajarkan kita untuk masuk ke dalam kehidupan karakter fiksi dan ikut merasakan pengalaman yang dilalui selama membaca buku. Dengan membaca buku fiksi, setidaknya kita memiliki gambaran perasaan dan pengalaman untuk ikut hanyut dalam kehidupan karakter fiksi tersebut.

BUKU FIKSI MENSTIMULASI RASA EMPATI

Membaca buku fiksi dapat membentuk suatu telepati emosional antara pembaca dengan karakter dalam buku yang dibacanya. Hal ini juga menyebabkan kita ikut merasakan seluruh gejolak emosi bahagia, sedih, kecewa, khawatir, was-was bahkan hingga timbul sensasi tidak biasa yang sedang diolah oleh pikiran dan perasaan pembaca. 

Melalui proses membaca dan penghayatan karakter fiksi inilah para pembaca akan mendapatkan pengalaman tepat seperti yang dirasakan karakter fiksinya. Hal ini membantu pembaca lebih memahami keadaan seseorang karena penjabaran perasaan yang detail didukung juga dengan penggambaran skenario cerita yang apik. 

Seperti cerita Salama dalam buku As Long as the Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh yang mengangkat cerita seorang tenaga medis, Salama yang berjuang menyelamatkan nyawa-nyawa tak bersalah dan kakaknya, Layla di tengah perang Syria. 

Para pembaca dengan sangat mudah membayangkan kengerian akibat perang seperti itu dan mengaitkannya dengan kengerian yang sedang terjadi di Palestina. Seluruh rangkaian berita di media sosial dan televisi dengan mudah memunculkan bayangan kengerian dan terasa nyata, mirip dengan apa yang dialami Salama di Syria. 

Dalam wawancara bersama Furvah Syah, Zoulfa mengatakan bahwa ia senang mendengar banyak pembacanya yang merasakan semua emosi yang dirasakan oleh Salama. Tidak terbatas di memori yang menyakitkan, melainkan juga memori mengenai hal yang membahagiakan. 

Bukunya sendiri ia ciptakan dengan tujuan untuk menunjukkan realita perang dan segala sesuatu yang ditutupi media mengenai perang di Syria. Ia juga mengatakan bahwa salah satu inspirasinya dalam menulis karakter Salama adalah Rouzan al-Najjar yakni seorang tenaga medis Palestina yang gugur dalam tugas akibat penembakan IDF (Israel Defense Force) di Jalur Gaza. 

Oleh sebab itu, ketika perang di Palestina kembali memanas akhir-akhir ini, banyak pembaca buku ini yang ikut mengecam aksi Israel terhadap warga sipil Palestina. 

Pembaca buku fiksi bisa mampu menganalisis dan merasakan empati karena ikatan yang dibentuk ketika membaca buku mengakar kuat di memori dan perasaannya. Ikatan yang kuat dengan karakter fiksi inilah yang berperan penting dalam terbentuknya rasa empati. 

Seperti yang dipaparkan oleh Matthew Clemente, Ph.D. dan David Goodman, Ph.D. (seorang ilmuwan psikologi dan merupakan seorang psikologi klinis di Boston College) dalam Psychology Today, cerita yang dibangun penulis membangun suatu gambaran imajinatif yang merangkul para pembacanya untuk mengikuti dan mengetahui segala sesuatunya, dan tak luput menghasut perasaannya untuk merasakan apa yang karakter fiksi rasakan. 

Jika kita bisa menjadi pembaca yang penuh perhatian, perasaan simpati akan sangat mudah muncul dan akan terjadi ikatan emosional yang kuat antara pembaca dan seluruh karakter di buku yang dibacanya.

Beberapa penelitian juga sudah membuktikan bahwa orang yang memiliki kebiasaan membaca buku/karya sastra lebih mampu berempati dengan keadaan sekitarnya. salah satu hal unik yang dapat kita pelajari adalah ketika membaca buku fiksi, otak kita akan menirukan aktivitas saraf dan emosi dari karakter fiksi. 

Hal ini dijelaskan oleh seorang Profesor sekaligus pendiri Digital Humanities and Literacy Cognition Lab di Michigan State University, Natalie M. Phillips, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa saat seseorang membaca buku fiksi, tidak hanya kinerja otak bagian temporal lobe (bagian yang memproses bahasa) saja yang meningkat, melainkan juga terjadi peningkatan aliran seluruh darah ke otak. Di mana hal ini mempengaruhi otak mengaktifkan sensor seperti olfactory bulb yang bekerja pada indera penciuman.

Nah, setelah membaca artikel ini, diharapkan kamu, aku, dan pembaca buku fiksi lainnya tidak lagi merasa berkecil hati apalagi minder, ya! Apa pun buku yang kita baca itu cuma masalah selera dan buku apa pun yang kita baca pasti memiliki peranan penting bagi diri kita. Jadi, jangan ragu lagi untuk terus membaca buku fiksi. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Kriselda Dwi Ghisela

Punya mimpi jadi full-time reader, terutama buku-buku fiksi. Jadi bisa icip-icip emosi dan kehidupan karakter lain