Books

BELAJAR MENERIMA DIRI DENGAN THE GIFTS OF IMPERFECTION

Kikis dan hilangkan pikiran harus jadi seperti apa kita, dan jadilah diri sendiri. Karena memiliki dan menjalani kisah kita, dan dalam prosesnya mencintai diri kita sendiri, ialah tindakan paling berani yang akan pernah kita lakukan.

title

FROYONION.COMThe Gifts Of Imperfection karya Dr. Brené Brown atau diterjemahkan menjadi Tak Apa-Apa Tak Sempurna dalam versi bahasa Indonesia ini ditetapkan sebagai salah satu buku terlaris oleh New York Times

Berjumlah 220 halaman, buku ini terbagi menjadi beberapa bab yang disebut Tiang-Tiang Petunjuk. Melalui setiap lembarnya Dr. Brené Brown memaparkan sebuah cara yang menurutnya akan membuat kita menjadi lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih bersyukur dalam menjalani hidup.

Bagi kalian yang hendak memulai baca-baca buku self improvement, bisa dimulai dari buku ini. Seperti buku terjemahan masa kini pada umumnya, bisa dibilang buku ini agak kurang luwes dan bahasanya kaku. Namun ada tips untuk mengatasi hal tersebut.

Kalian cukup ke dapur menyeduh kopi, teh, atau coklat sebagai pendamping lalu duduk santai dan kosongkan pikiran kalian. Cara ini cukup ampuh membantu kalian menyerap kata demi kata dengan baik. Lakukan di waktu senggang ya, usahakan sudah tidak ada pekerjaan yang perlu dilakukan untuk menjaga fokus.

BACA JUGA: ALASAN BACA CERITA FIKSI BAGUS BUAT SELF IMPROVEMENT

Buku ini berisi penjelasan-penjelasan tentang apa yang kita butuhkan dalam menjalani hidup sebagai diri sendiri. Melalui pengalaman Dr. Brené Brown sebagai seorang ibu, penulis blog, profesor, dan periset, ia memberikan contoh kepada kita hal-hal yang membuat manusia menjadi rentan, dan bagaimana kita mengolahnya. 

Manusia itu alami merasakan rapuh, malu, dan berkekurangan, semua orang normal merasakannya, singkatnya perasaan ini universal. Yang perlu dilakukan bukan menyingkirkan perasaan tersebut, tapi agar kita bisa merangkulnya dan hidup berdampingan dengannya. Dengan begitu, kita bisa menjalani hari dengan sepenuh hati. 

Tahu tidak, mencoba menjadi sempurna dan memegang teguh perfeksionisme memiliki dampak besar dalam proses penerimaan diri. Dengan berusaha menjadi sempurna, artinya kita masih memikirkan pendapat orang lain, padahal dengan atau tanpa adanya pendapat orang lain, tidak boleh mempengaruhi kita untuk melangkah dan merengkuh esensi dari hidup. 

Menurut Dr. Brené Brown, perfeksionisme tidaklah sama dengan upaya untuk menjadi versi diri yang terbaik. Perfeksionisme bukanlah suatu bentuk peningkatan diri namun pada intinya adalah usaha untuk mendapatkan persetujuan dan penerimaan dari orang lain. 

Beliau menjelaskan perfeksionisme adalah rasa percaya jika kita hidup dengan sempurna, terlihat sempurna, dan bertindak sempurna, kita bisa meminimalkan atau menghindari rasa sakit dari disalahkan, dihakimi, dan perasaan malu.

Pada halaman 62 beliau mendeskripsikan, malu ialah perasaan yang seakan membuat kita kecil, cacat, dan tak cukup baik. Mampu merasakan malu, berarti menyadari kalau manusia itu tidak luput dari berbuat kesalahan. Namun yang kita perlu lakukan hanyalah berjalan menembus dan melewatinya sambil mempertahankan penghargaan terhadap diri—maka kita akan tau mengapa perasaan malu itu bisa terjadi. 

Siapapun yang membaca buku ini akan merasakan sentuhan yang dengan halus mengajak kita untuk berkaca dan menyadari, diri ini sudah cukup baik, semua orang baik dengan caranya sendiri. Kita tidak perlu memaksa mengubah apa yang dianugerahkan Tuhan hanya karena orang lain tidak suka. 

Pernah dengar kalimat bahagia itu sederhana? Kalimat inilah yang Dr. Brené Brown berusaha jelaskan. “Hidup yang bahagia bukan seperti lampu sorot kebahagiaan. Pada akhirnya itu akan sangat menyilaukan dan tidak tertanggungkan.” Tulisnya pada tiang petunjuk 4 Menumbuhkan Syukur dan Kebahagiaan, tepatnya halaman 131. Pada dasarnya, bukan rasa bahagia yang meluap-luap yang kita butuhkan, tapi rasa percaya, syukur, inspirasi, dan iman yang memenuhi rongga hati.

Menurut Dr. Brené Brown, jika kita ingin hidup dengan mencintai diri sendiri sepenuh hati dengan menumbuhkan perasaan penghargaan diri, kita harus membicarakan hal-hal yang menghalangi diri kita—terutama perasaan malu, takut, dan kerentanan. Karena menumbuhkan cinta dan penerimaan diri bukanlah pilihan namun kewajiban. Mereka bukan upaya yang bisa kita coba-coba di waktu luang, cinta diri dan penerimaan diri adalah prioritas.

Buku ini patut untuk dibaca setidaknya sekali dalam seumur hidup. Dengan tergabung dalam dewan riset di University of Houston Graduate College of Social Work dan telah menghabiskan kurang lebih 10 tahun hidupnya mempelajari sebuah konsep yang dia sebut sebagai Kepenuhan Hati, kalian tidak perlu risau dan meragukan apa yang telah ditulisnya.

Ditengah melambungnya minat baca buku-buku Self Improvement kini, muda mudi cenderung membaca semua buku self improvement yang menurut mereka menarik tanpa mempertimbangkan penulisnya. Padahal bisa dibilang, penulis atau seseorang yang tidak mempunyai pengalaman dibidang tertentu rentan menulis sesuatu yang bisa disalahpahami dan berujung pada resiko pembaca tidak mendapat manfaat dari buku yang dibacanya. 

Selain itu, pendekatan kalimat buku The Gifts of Imperfection membawa kita menjadi lebih terbuka dan lebih menyadari, inilah yang selama ini jadi halangan kita untuk berkembang. Dan inilah yang bisa kita usahakan untuk mengatasi dan memperbaiki kualitas hidup kita.

Memiliki kisah kita sendiri mungkin tidaklah mudah, tetapi tidak sesulit menghabiskan hidup dengan berlari menjauh darinya. Merangkul kerentanan kita memanglah tindakan yang beresiko, tetapi tidak sebahaya menyerah dan menjauh dari cinta dan perasaan merengkuh diri yang sejati. The Gifts of Imperfection oleh Dr. Brené Brown, Ph.D.,L.M.S.W. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Denis DC

Mencoba autentik dengan menulis