Trends

TAHU DAN TEMPE LANGKA DI PULAU JAWA, KOK BISA?

Sejumlah makanan yang bersumber dari kedelai mulai sulit dicari di pasaran, sekalinya ada, harganya naik sampai 2 kali lipat dibandingkan harga normal. Kenapa kelangkaan kedelai bisa tiba-tiba terjadi?

title

FROYONION.COM - Buat lo yang suka masak lauk sendiri, atau mungkin sering makan di warteg pasti ngerasa ada yang ‘kurang’ dalam beberapa hari ini. Jenis makanan yang bersumber dari kedelai macam tahu dan tempe nyatanya lagi mengalami kelangkaan, Civs.

Kelangkaan ini diakibatkan para perajin tahu dan tempe di berbagai daerah di Pulau Jawa yang mogok produksi. Para perajin ini melakukan mogok lantaran harga pasaran kedelai internasional yang melonjak, dari harga normal Rp9.000 – Rp10.000, sekarang bisa menyentuh harga Rp12.000 – Rp13.000 per kilogram di tingkat perajin kedelai.

Perlu lo tahu, bahwa dalam beberapa waktu ke belakang, ada konflik internasional yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Secara nggak langsung, konflik kedua negara ini juga berimbas ke harga beberapa komoditas pangan dunia, salah satunya ya kedelai ini, Civs.

Lantas, kenapa Indonesia masih perlu impor kedelai dari pasar internasional? Emangnya kita nggak bisa mencukupi kebutuhan kedelai nasional?

Dari data yang disajikan Badan Pusat Statistik beberapa waktu lalu, di tahun 2021 negara kita udah melakukan impor kedelai sebanyak 2,4 juta ton atau sekitar US$1,48 miliar.

Kondisi impor ini dipengaruhi sama produksi kedelai nasional yang cuma bisa memproduksi sekitar kurang lebih 600.000 ton per tahunnya, cukup jauh dari angka realisasi konsumsi kedelai yang sebenarnya, Civs.

Berbagai faktor yang akhirnya mengerucut hingga menyebabkan kelangkaan pasokan kedelai di pasaran membuat banyak paguyuban perajin tahu tempe melakukan mogok massal dari hari Senin (21/2) hingga Rabu (23/2) kemarin.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga ikut mengomentari masalah ini. Menurut Said Iqbal selaku Ketua KSPI, pemerintah ‘nggak becus’ dalam menangani produksi kedelai nasional, sebagai negara dengan tanah yang subur, rasanya nggak masuk akal untuk selalu melakukan impor kedelai, terlebih negara kita dikenal dengan sebutan negara agraris.

Banyak unsur masyarakat yang akhirnya kena imbas dari kelangkaan kedelai ini, Civs. Contohnya kelompok warga yang ada di daerah Rawamangun, Jakarta, yang sempat bilang bahwa mereka kesulitan mencari bahan masakan dari tahu dan tempe karena nggak dijual di berbagai warung sayur yang ada di daerah tersebut. Alhasil, warga mencari alternatif asupan protein dari telur.

Nggak hanya dari daerah Rawamangun aja, beberapa pemasok sayur dan warung kecil di daerah Depok juga mengeluhkan masalah yang sama. Pasokan tempe dan tahu di daerah ini juga masih langka, beberapa warung yang masih menjual tempe pun menaikkan harganya, dari yang biasanya dijual di harga Rp5.000 per potong, sekarang dijual di harga Rp8.000 – Rp10.000.

Contohnya Ibu Siti yang berjualan susu kedelai di daerah Beji, Depok. Biasanya menjual susu di harga Rp3.000, namun sekarang mau nggak mau menjual di harga Rp5.000 per kemasannya.

“Iya nih kedelainya lagi susah di supplier, mereka lagi mogok, jadi ini juga cuma jualan beberapa aja, yang beli juga dikit karena harganya mau nggak mau saya mahalin,” kata beliau.

Beberapa pihak juga mendesak agar pemerintah bisa secepatnya kembali menerapkan harga jual wajar terhadap kedelai impor di tingkat perajin. Lebih baik memberikan subsidi kepada para petani kedelai dan memberikan penyuluhan terbaik supaya nantinya negara ini bisa swasembada kedelai. (*/)

BACA JUGA: PASIR SANGRAI: ALTERNATIF MINYAK GORENG DENGAN KEARIFAN LOKAL

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Garry

Content writer Froyonion, suka belajar hal-hal baru, gaming, dunia kreatif lah pokoknya.