Trends

PERSEKUSI CALEG DI LOMBOK, SADARKAN NGERINYA HOAKS DAN HABIT CHECK & RICEK SEPENTING ITU

Lagi viral kasus seorang bakal caleg Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat yang kena fitnah hamili anaknya hingga dipersekusi warga, terlepas benar atau tidaknya berita ini ‘main hakim’ sendiri itu nggak dibenarkan, please jangan jadi kaum yang mudah tersulut emosi.

title

FROYONION.COM  ‘Seorang caleg dari Sekotong, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat tega melecehkan anak kandungnya sendiri, hingga berakhir dengan dipersekusi warga’. Kalau kalimatnya sampai di sini saja, 90 persen orang pasti akan tersulut emosi.

Dalam benakmu pasti bilang “Ih kok tega banget sih bapak itu melecehkan anak kandungnya sendiri, dunia emang udah gila.” Begitulah kira-kira ilustrasinya.

Tapi guys, kalau kata orang Jawa sih ‘ojo kesusu nyimpulke’, artinya jangan terburu-buru menyimpulkan. Usut punya usut ternyata berita di atas hoaks loh, kok bisa?

Jadi gini, awal mula kasus ini adalah viral sebuah video pria berinisial S (50) yang babak belur dihajar warga di Desa Sekotong Tengah, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Minggu 16 Juli 2023 lalu.

Ternyata bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dari PDI Perjuangan (PDIP) kena amuk warga karena diduga melakukan pelecehan terhadap puteri keduanya sampai hamil.

Berita ini disinyalir berasal dari anak pertama korban, kakak korban melaporkan dugaan pemerkosaan tersebut pada salah satu tokoh masyarakat setempat. Ia mengaku adiknya pernah dilecehkan oleh sang ayah hingga hamil.

BACA JUGA: BERKACA DARI KASUS PELECEHAN SEKSUAL GUNADARMA: PANTASKAH KITA SEBAGAI MAHASISWA MAIN HAKIM SENDIRI?

Akibat dari cerita ini, salah satu warga yang tidak terima dengan pemerkosaan ayah pada anak kandungnya itu kemudian mengumumkan perbuatan tersebut melalui pengeras suara (TOA) masjid. Bahkan warga juga mengungkapkan keberadaan S. Para warga diprovokasi untuk keluar rumah, dan akhirnya terjadilah peristiwa persekusi tersebut, hingga video penganiayaan tersebut viral.

Kini, masih dalam keadaan kritis dan dirawat intensif di RSUD Tripat Gerung, Lombok Barat.

Belakangan terungkap bahwa anak korban membantah ayahnya melakukan pemerkosaan kepada dirinya. Korban bersama pengacaranya mengungkapkan bahwa adanya miskomunikasi saat korban dan kakaknya berkomunikasi.

Dia mengakui bahwa sebenarnya dia pernah berhubungan intim dengan pacarnya dan bukan dengan ayahnya. Hasil pemeriksaan medis juga tidak menunjukkan adanya kehamilan pada korban.

Akibat kejadian miris ini, bahkan DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Nusa Tenggara Barat memutuskan untuk mengeluarkan korban dari partai karena dianggap akan merugikan nama baik partai.

Namun setelah mengetahui kebenarannya berdasarkan hasil visum dan penyelidikan, pihak partai kemudian ikut pasang badan. Mereka bahkan meminta Kompolnas dan Komnas HAM untuk turun tangan jika polisi setengah hati menindak tegas terhadap para pelaku persekusi dan penganiayaan.

Jadi apanih kesimpulannya?

JANGAN JADI KAUM YANG MUDAH TERSULUT EMOSI

Jawabannya jangan main hakim sendiri guys. Meski mungkin saja hal itu benar tentu bukan hal bijak bagi kita untuk menghukum pelaku, sebab belum ada bukti yang mengarah ke pelaku. Menilik mengenai kasus di atas, belum ada tuh hasil visum atau pengakuan dari korban.

BACA JUGA: GAME HARRY POTTER: MAGIC AWAKENED VIRAL, SUGUHKAN VISUAL CIAMIK DAN MISI SERU

Bagaimanapun main hakim sendiri itu tetap salah, toh ada lembaga tersendiri kok yang lebih berwenang untuk mengusut tuntas kasus semacam ini.

Udah difitnah hamili anaknya, dikeluarkan dari partai politik, bahkan dihajar habis-habisan oleh warga, kan kasian banget ya bapaknya.

Jika berita yang mengatakan itu tidak benar, yang ngehajar kira-kira malu nggak? Merasa bersalah nggak?

Tapi setelah dipikir-pikir lebih dalam, kayaknya kasus insest ini memang lagi gampang banget buat orang tersulut emosi. Apalagi berkaca dari kasus sebelumnya, yaitu pembunuhan tujuh bayi hasil inses ayah dan anak di Banyumas, Jawa Tengah. Mungkin, karena berita inilah nggak heran kasus di Lombok Barat ini jadi menyulut amarah warga.

Terlepas dari itu, jika memang beritanya salah lewat insiden ini kita jadi tahu tentang betapa berbahayanya penyebaran hoaks di masyarakat. Hoaks dapat merusak reputasi seseorang, menciptakan kekacauan, dan bahkan berdampak fatal pada kehidupan seseorang. Begitu berita palsu menyebar, sulit untuk mengendalikan emosi dan reaksi masyarakat yang marah atau takut.

Selain itu, penyebaran hoaks juga dapat memecah belah masyarakat dan menciptakan perpecahan di antara mereka. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, hoaks dapat menyebar dengan sangat cepat dan luas, mencapai jutaan orang dalam hitungan detik. Oleh karena itu, sadar betapa berbahayanya hoaks adalah langkah awal dalam melawan penyebaran berita palsu di masyarakat.

PENTINGNYA HABIT CHECK & RICEK INFORMASI

Kasus persekusi caleg di Lombok juga menggarisbawahi pentingnya habit check dan ricek informasi sebelum menyebarkan berita. Sebagai individu yang aktif di media sosial, kita memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebenaran informasi sebelum menyebarkannya lebih lanjut.

BACA JUGA: PROBLEMATIK WISUDA PAUD, SD, SMP, SMA, PERLU ATAU NGGAK SIH?

Oh ya, ada beberapa hal nih yang mesti kamu garisbawahi untuk memastikan kebenaran informasi tersebut valid.

Verifikasi Sumber Informasi, pastikan berita berasal dari sumber yang terpercaya dan memiliki reputasi yang baik. Jangan langsung mempercayai berita dari akun atau situs yang tidak jelas asal-usulnya.

Cross-Check Berita, cari sumber lain yang mengkonfirmasi informasi yang sama sebelum menyebarkannya. Jika berita hanya ada di satu sumber, waspadailah kemungkinan hoaks.

Gunakan Fakta dan Data, selalu mengutip data dan fakta yang dapat diverifikasi ketika menyampaikan informasi.

Jangan Terpancing Emosi, hindari menyebarkan berita secara emosional tanpa verifikasi yang tepat. Jika berita terlalu sensasional atau kontroversial, lebih baik berhati-hati dan periksa kembali kebenarannya.

Kembali lagi ke masalah persekusi di NTB, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, menyatakan bahwa penanganan kasus ini memerlukan kehati-hatian, terutama karena saat ini kasus tersebut masih belum jelas dan tidak memiliki saksi yang kuat. Menurut Joko Jumadi, kebenaran kasus ini masih belum terungkap sepenuhnya, dan korban saat ini masih berada di bawah pengawasan pihak keluarga.

BACA JUGA: STASIUN TELEVISI SEBAIKNYA TAK MENGHADIRKAN NEWS ANCHOR AI

Joko Jumadi menekankan bahwa pendekatan yang ideal adalah dengan menitipkan korban ke pihak berwenang, seperti Kementerian Sosial, untuk menghindari tekanan pada korban. Dalam kasus hubungan sedarah (incest), seringkali terjadi kecenderungan korban untuk melindungi pelaku, sehingga penanganan kasus ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan.

“Memang ada kecenderungan dalam kasus incest korban akan melindungi pelaku karena masih hubungan keluarga. Makanya harus hati-hati dalam menangani kasus tersebut,” ujar Joko dilansir dari Viva.co.id oleh Froyonion.com, 22 Juli 2023. 

Meski memang belum diketahui kepastiannya, perlu ditekankan sekali lagi bahwa tindakan main hakim sendiri itu tidak bisa dibenarkan ya guys. Selain itu, penting bagi kita untuk mengadopsi habit check dan ricek informasi sebelum menyebarkan berita lebih lanjut. Dengan begitu, kita bisa mawas diri dan mencegah penyebaran hoaks dan turut menjaga keamanan dan ketentraman dalam hidup bermasyarakat. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Anandita Marwa Aulia

Hanya gadis yang suka menulis