Trends

MENGENAL LEBIH DEKAT ONLYFANS YANG TERNYATA NGGAK HANYA BERISI KONTEN 18+

Di umur berapa kalian tahu kalau platform OnlyFans ternyata menyediakan konten tutorial rias wajah sampai olahraga eksklusif?

title

FROYONION.COMDi era sekarang ada banyak platform pembuat konten yang populer di kalangan netizen. Salah satunya adalah OnlyFans. Mungkin, kalian akan langsung berpikir negatif saat mendengar nama platform satu ini. Maklum, OnlyFans lebih dikenal akan konten seksual yang cukup eksplisit. 

OnlyFans sendiri adalah sebuah platform media sosial yang berbasis situs web. Layanan yang diberikan adalah konten berlangganan yang dibuat oleh pengguna. Beberapa jenis konten dalam OnlyFans termasuk pesan, gambar, rekaman video hingga siaran langsung.  

Platform ini memungkinkan pengguna untuk mengunggah konten dan penonton yang ingin menikmati kontennya harus mengeluarkan uang dengan cara berlangganan. Sejak awal dirilis sampai hari ini, OnlyFans hanya memiliki situs web tanpa adanya format aplikasi.  

BACA JUGA: APA AJA SIH BENEFIT DAN RISIKO MENJADI SUGAR BABY?

Dirilis pada 2016 oleh Tim Stokely dari Inggris, situs ini telah banyak berkembang hingga sekarang. OnlyFans diklaim telah digunakan oleh 100 juta orang dengan lebih dari satu juta pembuat konten di dalamnya. Apalagi pada saat pandemi COVID-19 melanda, OnlyFans berubah menjadi ‘wabah’ baru dengan penyebaran yang cepat. 

Jumlah pengguna baru meningkat sampai dengan 75 persen pada April 2020. Alasannya nggak jauh-jauh dari kebosanan orang-orang yang hanya berdiam di rumah. Mereka kemudian mencari uang tambahan dengan bergabung dalam platform ini. 

Keuntungan yang bisa didapat dari OnlyFans memang cukup menggiurkan. Biaya berlangganan OnlyFans mulai dari USD4.99 hingga USD49.99 per bulan. Kreator yang memiliki 10.000 pengikut akan dapat meraup untung antara USD499 hingga USD2.495 per bulan.  

BACA JUGA:

PORN HUB: DI BALIK KESUKSESAN DAN KONTROVERSI SITUS PORNO YANG MENGGUNCANG INDUSTRI TEKNOLOGI 

CARA KERJA ONLYFANS 

Bayangkan saja platform ini adalah pasar atau tempat jual beli. Penjualnya nggak lain adalah para pembuat konten dan pembelinya adalah para penonton yang membayar biaya langganan. Para pembeli atau penonton konten kemudian disebut penggemar, hence the name OnlyFans

Kreator membuat konten semenarik mungkin agar banyak penggemar berdatangan. Sementara penggemar akan mengeluarkan uang untuk biaya langganan jika ingin menikmati konten yang dibuat oleh para kreator. Layaknya platform berlangganan lainnya, kreator serta penggemar harus sama-sama membuat akun di OnlyFans. 

Pengguna layanan juga harus menghubungkan akun mereka dengan bank yang mendukung layanan Visa atau MasterCard karena fitur utamanya adalah konten langganan. Seluruh transaksi atas konten akan menggunakan akun bank tersebut.  

Kreator juga bisa mengatur sendiri berapa tarif langganan konten mereka. Penggemar akan dibebankan biaya langganan secara berkala, mulai dari satu bulan, tiga bulan, satu tahun dan seterusnya jika ingin mengakses konten tertentu. 

Fitur monetisasi sangat dimaksimalkan oleh OnlyFans. Tiap gerak-gerik kreator bisa dijadikan cuan. Bahkan, pesan dari kreator juga dapat dijual. Penggemar yang ingin mengirim pesan pada kreator kesukaannya harus membayar di luar biaya langganan.  

OnlyFans nggak melulu berisi konten seksual eksplisit. Sebelum booming seperti sekarang, beberapa konten yang diunggah kreator di situs ini termasuk tutorial tata rias, cover lagu hingga konten video olahraga eksklusif. Sayang, kini OnlyFans justru lebih dikenal akan muatan pornografinya. 

OnlyFans sendiri nggak punya aturan tegas terkait isi konten yang bisa diunggah pengguna. Alhasil, tiap orang bisa membuat konten apapun untuk dijual di OnlyFans, termasuk konten pornografi. Nggak heran kalau platform ini lebih terkenal sebagai situs video porno.

BACA JUGA: PLATFORM ONLINE, SIAPA YANG PALING UNTUNG? 

SISI GELAP ONLYFANS 

Bagi beberapa orang, OnlyFans dianggap menerapkan konsep kebebasan. Namun, nyatanya OnlyFans nggak seindah itu. Banyak orang mendaftar dan mendukung karir di platform ini tanpa tahu dampak buruknya bagi diri sendiri sebagai seorang kreator konten seksual. 

Grace (bukan nama sebenarnya), salah satu kreator OnlyFans asal Irlandia yang diwawancara media Extra.ie mengatakan kalau berkarir di OnlyFans memiliki resiko setara karir lain di bidang industri seks komersial. Jam kerjanya memang fleksibel, namun itu juga berarti pendapatan mereka jadi nggak menentu. 

Sangat mungkin seorang kreator di OnlyFans nggak mendapat keuntungan sepeser pun dalam sebulan. Selain masalah ekonomi, problem sosial serta keamanan juga menjadi tantangan lain ketika berkarir di bidang ini. Nggak sedikit kreator yang diusir dari rumah oleh orangtuanya, dipecat di kantor hingga jadi bahan gunjingan orang saat karir gelapnya terkuak.  

Ada lagi kreator yang menjadi korban doxxing saat seorang pembeli konten membeberkan identitas hingga tempat tinggal kreator ke muka publik. Efek dari doxxing ini membuat si kreator dikuntit hingga diserang oleh orang yang nggak dikenalnya. Kejadian ini seringkali diremehkan oleh kepolisian karena korbannya adalah pembuat konten video porno di situs daring. 

Pada awal 2020 lalu, ditemukan adanya kebocoran 1.6 TB data berisi kumpulan foto dan video dari OnlyFans ke platform lain. Dikatakan perusahaan bahwa hal ini ternyata bukan peretasan, melainkan hasil kurasi dari beragam sumber. Artinya, pelaku pembocor data adalah penggemar dari seorang kreator yang menyebarkannya sendiri ke media sosial. 

Banyak kreator yang menganggap OnlyFans sebagai cara singkat untuk menjadi jutawan dan berakhir memikirkan ulang karir serta kehidupannya. Pengalaman menjadi kreator konten seks komersil di OnlyFans pada curriculum vitae akan membuat sedikit perusahaan menerima mereka menjadi pegawainya. 

Pilihan untuk menjadi kreator di OnlyFans mungkin akan berdampak permanen pada keadaan psikologis, lingkungan hingga karir seseorang. Walau nggak menutup kemungkinan akan mendulang keuntungan besar, tapi memang harus dipikir hingga seratus kali sebelum menjadi kreator di platform satu ini. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Wahyu Tri Utami

Sometimes I write, most of the time I read