Tips

TAK PERLU ‘BAPER’ KALAU ADA YANG ‘JULID’ DAN NANYA ANEH-ANEH SAAT LEBARAN

Sudah semestinya kita nggak perlu baper saat mendapatkan pertanyaan-pertanyaan seperti; kapan nikah, kapan lulus, kapan punya anak, dan seterusnya. Karena itu hanya basa-basi. Pun kalau kita baper justru akan merepotkan diri sendiri.

title

FROYONION.COM - Di satu sisi, lebaran menjadi momen yang menyenangkan karena bisa berkumpul bersama keluarga besar atau mungkin masih ada yang diberi THR. Tapi di sisi yang lain, lebaran kerap kali menjadi momok menakutkan bagi siapa saja lantaran dibombardir dengan berbagai pertanyaan; kapan lulus, kapan nikah, kerja di mana, kapan perut kamu ada isinya, dan sederet pertanyaan yang banyak orang merasa sebal.  

Biasanya, target sasarannya adalah orang-orang yang lahir kisaran tahun 1995-2000 (Generasi Z). Pun pertanyaan-pertanyaan itu datang dari kerabat terdekat, tetangga, atau malah orang tuanya sendiri. Mereka cenderung tidak pernah puas untuk menanyakan berbagai hal tanpa tahu kondisi kita. Lagi pusing ngerjain skripsi, malah ditanya kapan lulus. Udah lulus dan sedang pusing nyari kerjaan malah ditanya kerja dimana, pas udah dapet kerjaan ditanya kapan nikah, pas udah nikah ditanya kapan punya momongan, dan seterusnya.  

Bahkan selain pertanyaan-pertanyaan di atas, tak jarang orang-orang turut berkomentar mengenai diri kita. Seperti misal, “kamu sekarang kok gendutan, ya,”. Kalau yang cowok, “Udah gondrong tuh, nggak ada niatan buat potong rambut!?”. 

Pertanyaan dan komentar yang mengarah ke hal-hal privat acapkali membuat banyak orang baper, overthinking, merasa kesal, merusak mood, serta tersinggung. Dari situ membuat “korban” memiliki asumsi, “Nih orang kenapa julid banget sih.”

Tapi apakah mereka salah menanyakan dan berkomentar hal yang cenderung privat itu? Jawabannya adalah tidak sepenuhnya salah. Mengapa demikian?, Ya karena bisa jadi orang-orang (biasanya orang penting di kehidupan kita) menanyakan hal itu untuk menyiapkan berbagai keperluan. 

Saat mereka tahu patokan kapan kita lulus, kapan kita nikah-punya anak, bisa jadi mereka akan menyiapkan waktu dan materi untuk ikut merayakan mungkin memberikan kado juga. Intinya biar tidak terkesan dadakan. Maklum, tidak semua orang selalu punya waktu luang, tidak semua selalu memiliki uang. Makanya perlu dikasih persiapan dengan memberikan aba-aba. 

“Wah itu terlalu mengada-ngada. Nggak mungkin mereka sepeduli itu sama kita,” barangkali dari kalian ada yang gumam begitu saat membaca ini. Ngak masalah. Tapi masih ada alasan lain bahwa mereka tidak berniat untuk membuat kita tersinggung. Pun mereka bertanya hanya sekedar basa-basi. Kalau ke konteks lain, ini sebenarnya sama kasusnya ketika ditanya “apa kabar” dalam kehidupan sehari-hari ini.  

Dipikir-pikir, apa kabar itu sebenarnya pertanyaan yang sulit dijawab. Mengapa, karena saat kita menjawab jujur, “Wah kabar gue lagi nggak enak nih, lagi banyak masalah”, kita ngak enak sama orang lain dan kesannya curhat, tapi ketika dijawab, “Alhamdulliah, baik brou” kita cenderung membohongi diri sendiri. Tapi ya nggak masalah, namanya juga basa-basi walhasil biasanya kita pilih opsi yang kedua. 

Basa-basi itu menjadi lumrah dan mungkin penting. Melalui hal itu orang bisa menjalin percakapan. Seperti kasus pertanyaan-pertanyaan yang dilabeli julid saat lebaran tadi. Mereka akhirnya bisa membangun obrolan dengan kita. Ya masak saat lebaran mau diem-dieman aja tanpa basa-basi apapun. Garing, euy. 

Nggak mungkin juga lagi lebaran terus tetangga atau keluarga mengajukan pertanyaan yang membuat kita harus berpikir keras; “Kira-kira tahun ini jadi resesi ekonomi, ngak, sih?”, “Eh kelanjutan kasus Tragedi Kanjuruhan gimana?”, “Indonesia ada kemungkinan inflasi ngak?”. Kecuali, kalian lebaran di rumah orang yang ingin mengubah Indonesia ke arah yang maju kemungkinan akan mendapatkan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. 

Pun perlu digarisbawahi bahwa orang-orang yang bertanya kapan nikah, kapan lulus, dan seterusnya, berbeda generasi dengan kita. Wajar kalau mereka kalangan orang-orang tua cenderung tidak memahami mental Generasi Z, jadinya tinggal ceplas-ceplos aja. Tapi menjadi keharusan bahwa hal itu bukan untuk dipersoalkan. Karena sudah semestinya kita nggak perlu baper akan hal itu. Enjoy aja. 

Toh itu semua datang dari luar diri kita. Bukan ranah kendali kita. Yang menjadi ranah kendali kita adalah bagaimana kita bisa men-treatment diri ini supaya tidak terlalu memusingkannya.  

Kita nggak perlu sensitif atau malah langsung menyerang balik yang berujung cekcok saat ada pertanyaan-pertanyaan aneh. Kalaupun mau ditanggapi bisa sewajarnya saja.  Seperti misal ditanya kapan nikah bisa dijawab,  “Doain aja Pak/Bu/Tan/Om” atau kalau mau sedikit guyon, “Belum punya calon nih, kenalin dong”. Lalu untuk jawaban dari pertanyaan kapan lulus, “Kayaknya semester ini sih Pak/Bu.” 

Tapi kalau kalian nggak punya tenaga buat nanggepin ya udah lempar senyum aja. Intinya nggak usah baper. Kenapa sih kita jadi generasi yang dikit-dikit baper!?.

Nggak perlu juga mengadu ke sosial media dan meminta validasi. Karena sosial media tidak selalu menyediakan ruang akan hal itu. Malah saat curhat di sosmed, tidak menutup kemungkinan netizen justru malah menyerang balik. Malah jadi tambah berantakan mood-nya. Udah santai aja. 

Toh sekali lagi itu hanya basa-basi. Kecuali kalau orang-orang berkomentar ke hal-hal yang menjurus fitnah dan membuat kita sakit hati, seperti misal, “Kamu kok jelek banget sih nggak pernah mandi, ya?” itu baru kita harus marah-marah serta bisa “meng-ulti-nya” kembali. 

Dan terakhir, daripada energi kita terkuras karena dibuat baper akan pertanyaan aneh saat lebaran tiba, alangkah baiknya kalau kita disibukan dengan hal-hal positif. Lebih baik memikirkan hal-hal yang jauh lebih penting lainnya. Sepertinya hal itu akan jauh lebih mendingan. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Khoirul Atfifudin

Masih berkuliah di Universitas Mercu Buana, Yogyakarta. Saat ini sedang memiliki ketertarikan pada dunia musik dan tulis-menulis.