Tech

ALASAN MUSK BELI TWITTER: ‘SHORT SELLERS’ ATAU KEBEBASAN BERPENDAPAT?

Mengapa Elon Musk begitu ingin membeli Twitter? Ada yang bilang demi kebebasan berpendapat (free speech). Apa bener? Begini penjelasannya, Civs.

title

FROYONION.COM - Lagi rame banget berita Elon Musk, entrepreneur eksentrik nan ambisius pemilik Tesla, mengakuisisi jejaring sosial Twitter dengan nilai yang fantastis yakni US$44 miliar. Ini menjadi nilai akuisisi ketiga terbesar sepanjang sejarah modern setelah akuisisi Microsoft terhadap Activision Blizzard (US$68,7 miliar) dan akuisisi Dell terhadap EMC (US$67 miliar) menurut Fortune.com. Namun, tentu ini berbeda dan unik karena Musk adalah individu terkaya di dunia versi Forbes.com dengan total kekayaan bersih US$268 miliar, sementara Microsoft dan Dell adalah dua ‘gurita’ korporasi teknologi dunia.  

Udah sejak lama emang Musk ini aktif di Twitter. Menurut Tim Higgins di bukunya Power Play: Tesla, Elon Musk, and The Bet of the Century, sang entrepreneur sering menjadikan akun Twitternya sebagai platform tujuan saat ingin menyatakan ketidaksetujuannya dengan pandangan para regulator pemerintah, menyerang pihak-pihak yang bertaruh untuk kekalahan dan keruntuhannya, dan bercanda dengan para pengikutnya mengenai banyak hal dari anime Jepang sampai penggunaan narkoba. 

Hingga 2018 Musk udah nge-tweet banyak topik, nggak cuma jualan produk Tesla. Tercatat doi udah berkicau soal keluhan pelanggan, kritik media yang dilayangkan kepadanya dan Tesla, serta pertarungan tekstual melawan para short sellers. Siapa para short sellers ini ada di penjelasan di bagian selanjutnya artikel ini.

DARI NYOBA LAMA-LAMA KEENAKAN

Kebiasaan nge-tweet Musk emang awalnya dianggap sebagai pengisi waktu luang tapi lama-lama dia kecanduan. Di Twitter, dia melakukan sejumlah blunder memalukan. Pernah suatu ketika ia membuat para pemegang saham geram karena nge-prank di April Fool bahwa perusahaannya jatuh bangkrut. Ini memantik drama besar di kalangan short sellers. 

Twitter jugalah platform tempatnya memamerkan kepiawaiannya dalam hal pemasaran. Dengan bantuan Twitter, ia mengumumkan pada dunia mengenai ambisinya yang penuh pemberontakan di dunia teknologi.

Twitter juga menjadi panggung tempatnya mengumumkan perceraiannya secara implisit di tahun 2013. Di suatu malam, ia tiba-tiba nge-tweet: “Sungguh 4 tahun yang menyenangkan. Aku akan mencintaimu selalu. Kau akan menjadi seseorang yang bahagia suatu hari nanti.” Ternyata karena istrinya Talulah Riley saat itu baru saja melayangkan gugatan cerai padanya hari itu juga. Pernikahannya dengan Riley ini unik karena mereka menikah 2010 lalu cerai 2012 dan nikah lagi 2013 lalu akhirnya bener-bener cerai 2016. Putus nyambung gitu deh, Civs.

Twitter juga dimanfaatkan oleh Musk sebagai media gratisan untuk promosi Tesla. Menurut Higgins, Musk mirip seorang politisi yang mengambil manfaat dari liputan media. Musk dan Tesla jelas menikmati perhatian masyarakat dunia via Twitter. 

Daya tarik Twitter bagi Elon Musk emang unik. Musk sendiri punya akun media sosial lain kayak Instagram @elonmusk, tapi ia menganggap Twitter adalah medium yang paling cocok buat dirinya dalam mengkomunikasikan pikiran dan opini-opininya yang nggak mainstream itu ke khalayak ramai.

Kata CJ Lu Sing yang menulis di The Boring Blog, Twitter emang kasih kesempatan buat public figures kayak Musk buat berkomunikasi dengan mudah dengan orang-orang yang menjadi pengikutnya. Musk juga memiliki kepribadian yang suka bergaul dan menyukai kemudahan mendapatkan berita via Twitter tanpa harus menghabiskan banyak waktu karena ia orang yang sibuk. 

Kalau dibandingkan dengan Twitter, platform media sosial lain kurang menarik buat Musk. Sebut aja Facebook. Musk sendiri ngaku bukan penggemar media sosial punya Mark Zuckerberg itu.

Kekurangsukaannya pada Facebook juga berpengaruh juga ke urusan digital marketing SpaceX dan Tesla. Musk di tahun 2018 memutuskan menghapus Facebook Pages yang mereka buat sebelumnya buat SpaceX dan Tesla (sumber: Gizmodo). Pria yang menamai anak-anaknya dengan nama yang nggak lazim ini menempuh langkah itu di tengah badai skandal Cambridge Analytica yang menerpa Facebook beberapa tahun lalu sehingga membuat Facebook kehilangan kepercayaan masyarakat dunia soal privasi penggunanya.

Dengan menghapus laman Facebook-nya, Musk seakan ingin menyampaikan ketidak percayaannya pada Facebook dan ia bisa tetap menjangkau audiensnya dengan media sosial lain yang menurutnya lebih keren, Twitter.

Dengan rajin berinteraksi dan berkoar-koar di Twitter, Musk berhasil menciptakan ‘kegaduhan’ (buzz) yang pada gilirannya membuat warga dunia tergerak untuk berkomentar, mendebat, atau setidaknya ingin tahu soal apapun yang berkaitan dengan dirinya, Tesla, dan SpaceX. Contohnya aja pas Tesla mau buka showroom baru di satu lokasi, media-media lokal di sekitar lokasi tadi bakal berlomba-lomba buat meliput dan memberitakan hal itu.

Oktober 2014 menjadi saksi bagaimana Musk menggunakan akun Twitternya untuk menggoda publik dengan sebuah pengumuman rahasia soal Tesla. Ia mengumumkan bahwa Tesla akan meluncurkan sebuah model terbaru mobil listrik Model S yang dikatakan akan memiliki motor ganda dengan akselerasi yang lebih tinggi melebihi mobil tunggangan pembalap dunia F1 yang termasyhur McLaren. Bahkan mereka merilis software Autopilot yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengemudikan mobil tanpa tangan. 

BACA JUGA: ‘NITIP LAPAK YA KAK’: INOVATIFNYA ORANG INDONESIA YANG SUKA JUALAN AKUN OTT DI TWITTER

SENJATA LAWAN SHORT SELLERS

Musk juga menggunakan Twitter sebagai senjata untuk menghadapi serangan para short sellers. Mereka ini orang-orang yang demen masang taruhan dan menangguk untung dari penurunan nilai saham Tesla yang terjadi secara periodik. 

Mereka suka mendatangi event Tesla cuma untuk mencari kepingan fakta dalam event tersebut (misalnya satu keping fakta dalam laporan keuangan Tesla) yang bisa memberikan sentimen negatif di pasar saham. Sentimen ini bakal memicu tren sell-off (jual saham Tesla). Namun, seiring kenaikan nilai saham Tesla, fenomena short selling ini menurun karena nggak lagi menguntungkan. 

Saat para short sellers ini tertekan karena tren pasar yang kurang menguntungkan, mereka beramai-ramai menyerang Musk dan Tesla via Twitter. Ini semua sebagai bagian dari upaya untuk mengubah narasi sebuah perusahaan (dalam hal ini Tesla) untuk mengedepankan hal-hal negatifnya di sekeliling bisnisnya atau untuk mengungkap kegagalan yang para investor awam tak sadari terjadi. Intinya, para short sellers ini ingin menakut-nakuti para investor dan mendorong penurunan harga saham Tesla. 

Musk jengkel banget sama para short sellers ini. Pernah suatu ketika, Musk merangkul Motor Trend, sebuah media yang membahas soal mobil-mobil terkini. Ulasan Motor Trend ini emang mengelu-elukan Tesla Model 3 yang baru diluncurkan, dan begitu artikelnya keluar ke publik, sontak para short sellers mengomentari berita tadi mirip ikan piranha dan hiu yang mengendus bau amis darah. Mereka tanpa ampun menyerang Musk di Twitter, mencap ulasan itu berlebihan, lebay. Hampir seperempat jumlah shares di Twitter diduga didalangi atau berkaitan dengan para short sellers ini. 

Bagi Musk, Twitter juga jadi alat jualan yang efektif. Di tahun 2016, Musk sengaja buka PO alias pre-order buat orang-orang yang penasaran dengan model Tesla terbaru: Model 3. Model ini bahkan belum diperlihatkan pada publik tapi toh ratusan customers dan pendukung Tesla rela mengantre buat liat dan beli Model 3 ini. Gila kan? Beli barang yang belum tau speknya dan harganya sama sekali nggak murah, Civs.

Twitter juga menjadi media pertama yang dituju Musk untuk mengumumkan bahwa Tesla sukses menurunkan tingkat tabrakan sistem kendaraan Tesla hingga hampir 40% begitu fitur “autosteer” dipasang di mobil-mobil keluaran Tesla. Musk dengan bangga menggarisbawahi angka 40% tersebut. Autopilot Tesla juga berhasil lolos ujicoba dan dinyatakan sempurna, tidak ada cacat desain atau kinerja. 

Sejak 2014, Musk emang udah aktif nge-tweet dan di pertengahan musim panas 2018 saja, ia sudah nge-tweet lebih dari 1250 kali dalam setahun. Kalau dirata-rata itu artinya dia berkicau 6 kali sehari. Lebih sering dari minum obat sih ini. Dan ini bisa dikatakan frekuensi tinggi juga mengingat dia bukan sosok sembarangan yang punya banyak waktu di tangan untuk dihabiskan kayak pengangguran.

BACA JUGA: NGGAK MAU KALAH SAMA TWITTER, INSTAGRAM JUGA MAU LUNCURIN FITUR NFT

KEBEBASAN BERPENDAPAT SEBAGAI DALIH?

Apakah tujuan Musk mengakuisisi Twitter yang sebenernya berkaitan dengan free speech atau kebebasan berpendapat sebagaimana yang ia kemukakan. 

Kalau kata pengajar ilmu komunikasi di Syracuse University Kyla Garrett-Wagner melalui laman france24.com, akuisisi Musk terhadap Twitter nggak bisa dikatakan sebagai kemenangan kebebasan berpendapat.

Lho, kok bisa?

Menurut Garrett-Wagner, justru tindakan Musk itu makin menempatkan kekuasaan pada lebih sedikit orang/ pihak. Dan ini bisa membahayakan demokrasi dan kebebasan berpendapat pada gilirannya nanti.

Dengan akuisisi solo itu, Musk berkuasa sepenuhnya terhadap Twitter dan apapun keinginannya tidak akan bisa ditandingi orang lain di Twitter. Ia di Twitter sekarang bak Vladimir Putin yang menguasai Rusia. Keinginannya adalah titah yang tak terbantahkan. Kalau dia mau nutup Twitter besok pun, bisa kejadian, kata Garrett-Wagner.

Musk emang pernah koar-koar kalo dia mau Twitter jadi medsos yang nggak pake moderasi alias filter apapun sehingga semua orang bisa berpendapat dengan bebas tanpa rasa takut. Dia menganggap Twitter yang dulu dipimpin Jack Dorsey dan sekarang dinahkodai CEO Parag Agrawal ini terlalu ketat menyensor tweet orang.

Padahal kebebasan berpendapat adalah fondasi buat demokrasi supaya bisa terus bekerja dengan semestinya dan Twitter adalah ‘alun-alun kota’ versi digital yang menjadi tempat perdebatan soal isu-isu kemanusiaan yang penting diperbincangkan, tulis Musk dalam sebuah rilis pers yang dikutip oleh laman qz.com.

Bahayanya adalah saat semua orang bisa berpendapat, maka Twitter juga bisa menjadi media sosial ‘sampah’ tempat beredarnya hoax, disinformasi, misinformasi, ekstremisme, ujaran kebencian, dan sebagainya yang nggak bisa terbendung. Dan ini juga bisa membahayakan kelangsung hidup demokrasi, nggak cuma di satu negara tapi juga dunia.

DUA SISI MUSK

Spam bots juga disebut-sebut oleh Musk sebagai satu alasan mengapa ia ingin membeli Twitter. Begitu ia punya pengaruh di Twitter, Musk ingin memusnahkan eksistensi spam bots.

Ia ingin menghapus semua akun bot dan cuma memperbolehkan manusia beneran buat punya akun di Twitter. Ia mengatakan kebijakan tadi bisa mendorong kebebasan berpendapat, demikian. kutip laman indiatoday.in.

Tapi Musk juga ternyata punya riwayat penggunaan bots. Russ Mitchell dari Latimes.com menulis bahwa selama 7 tahun sejak November 2013 ada 8 akun Twitter otomatis yang muncul dan beroperasi mengeluarkan lebih dari 30.000 tweet bernada pro-Tesla. Di tahun 2013 Tesla emang lagi berjibaku di media sebab banyak laporan yang mengatakan sedan Model S Tesla mengalami kebakaran sehingga harga mobil itu anjlok. Kemunculan akun bot pro-Tesla ini pastinya buat menandingi pemberitaan miring soal keamanan mobil Tesla. Karena kalau dibiarin gitu aja, pemberitaan tadi bakal menggerus citra dan kepercayaan publik terhadap Tesla.

Sebuah piranti lunak bernama Botometer, bisa dilacak mana saja akun bot yang nge-tweet soal Tesla dengan sentimen positif. Dan ternyata ada seperlima dari tweet yang beredar tentang Tesla adalah tweet yang dihasilkan oleh akun-akun bot.

Penggunaan bot ini emang udah lazim buat perusahaan-perusahaan besar kayak Amazon dan Apple. Tujuannya karena bot bisa menggiring opini publik mengenai citra perusahaan dan mendorong naik harga saham, menaikkan sentimen positif, dan sebagainya.

Temuan ini kemudian mengantarkan kita ke perdebatan etika bisnis. Haruskah perusahaan-perusahaan dan pihak-pihak yang menggunakan bot untuk menjaga citra dan kinerja bisnisnya (termasuk untuk ‘menggoreng’ harga saham) memberitahu publik soal itu? Karena menurut ilmuwan ini sama saja dengan propaganda terkomputerisasi. Bedanya ini untuk tujuan komersial, bukan politis layaknya kampanye kandidat presiden atau sejenisnya. 

Pernyataan Musk yang ingin memberantas spam bots ini bisa jadi didasari atas kepercayaan dirinya terhadap posisi Tesla dan SpaceX saat ini. Dari survei Morgan Stanley tahun 2021, dinyatakan nilai SpaceX lebih tinggi dari Tesla. Mungkin saja dengan membaiknya citra SpaceX di mata investor itu, Musk lebih percaya diri untuk membesarkan Tesla juga tanpa spam bots. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Akhlis

Editor in-chief website yang lagi lo baca