Stories

TIMOTHÉE CHALAMET, DICAPRIO MASA KINI YANG LAWAN STANDAR MASKULINITAS HOLLYWOOD

Muda, menarik, jeli dalam melihat kesempatan, dan sukses membawa perubahan. Mungkin itulah keistimewaan aktor Hollywood paling populer ini.

title

FROYONION.COM - Mungkin kalian tahu melalui perannya sebagai Danny, atau Elio, atau Kyle, atau Nic, atau Laurie, atau Henry V, atau Zeffirelli, atau Paul Atreides, atau yang paling terakhir Lee? 

Kalau belum tahu, bukan masalah, karena tujuan tulisan ini memang untuk mengenal lebih dekat most-wanted Hollywood saat ini beserta prestasinya, Timothée Chalamet.

Memperkirakan popularitas seorang Chalamet, yakin bahwa besaran frekuensi penyebutan namanya pasti sampai ke telinga walau hanya sekali. 

Secara garis besar, Chalamet dikenal sebagai aktor dengan portfolio yang mengesankan. Ia jeli dalam memilih film dengan karakter yang dapat diperankan dengan sangat baik, bahkan menonjol.

Banyak tulisan yang mengamini bahwa sosok Timothée Chalamet sebagai seseorang yang membawa perubahan mengenai stereotip laki-laki ideal, khususnya di Hollywood. 

Berbadan kekar dengan kesan macho ditambah karakter dingin yang tidak mudah menunjukkan perasaan adalah gagasan yang ditantang (dan sukses dimenangkan) oleh Chalamet.

Tapi, tunggu dulu. Media sosial punya banyak peran untuk memperkenalkan seseorang. Mungkinkah kalian tahu sosok Timothée Chalamet dari iklan terbaru Apple TV+? Atau yang baru-baru ini diberitakan, wajah baru Bleu de Chanel? Agak lawas mungkin dari

video pemotretan majalah GQ? Ah, Edgar Scissorhands yang mengendarai Cadillac? 

Dari mana mengenalnya dan persona yang dibawakan itu bukan masalah (walaupun ada cara yang lebih baik daripada yang lain). Namun, sebenarnya apa yang membuat namanya berada di puncak popularitas di awal karirnya?

MEMANCING KEINGINTAHUAN

Mungkin kebanyakan orang setuju jika dikatakan bahwa Elio dalam Call Me By Your Name (2017) garapan Luca Guadagnino yang meroketkan nama bintang blockbuster Dune tersebut. 

Namun, tentu saja potongan klip video dari berbagai suasana dan akun-akun gosip selebriti yang tersebar di internet juga memiliki andil dalam membangun “Siapa itu Timothée Chalamet”.

Lourdes “Lola” Leon, Lily-Rose Depp, dan Eiza González, bahkan kini Kylie Jenner, adalah nama-nama populer yang menjelaskan riwayat romansa aktor Amerika-Perancis tersebut. Pemberitaan seperti ini memang konsumsi lumrah para figur publik sehingga tidak menutup kemungkinan orang mengetahuinya dari sini.

Namun, ini dia. Lola, Lily, Eiza, dan Kylie adalah sosok-sosok figur publik. Akan lebih bijaksana kalau tidak memandang mereka hanya sebagai kekasih atau mantan kekasih dari sang aktor, namun sebagai manusia dan karyanya. 

Oleh karena itu, silakan melanjutkan riset Anda (termasuk dengan membaca artikel ini) tentang Chalamet dengan karyanya yang lebih nyata.

Sebelum 2017, ia telah membintangi seri seperti Law & Order (2009) dan Homeland (2012) serta menjadi pemain pendukung dalam film garapan sutradara kawakan Christopher Nolan, Interstellar (2014). 

Namun, sangat bisa dimaklumi jika namanya melejit sejak 2018 dikarenakan Timothée Chalamet masuk dalam nominasi Academy Awards, BAFTA Awards, dan Golden Globe Awards.

Kecermatan, kesungguhan, dan kerja keras berbuah manis. Pasalnya, film-film yang dibintanginya mendapat atensi besar. Sebut saja Lady Bird, Beautiful Boy, Little Women, Dune, Don’t Look Up, The French Dispatch, dan yang akan datang, Wonka

Meskipun demikian, pasca masuk dalam nominasi penghargaan bergengsi, Timothée Chalamet juga mengambil bagian dari  film-film yang memunculkan pertanyaan, “Kenapa dia mau memerankan ini?”.

KOMPLEKSITAS UNIK

Timothee Chalamet berani mengambil berbagai peranan yang kontra dengan citra laki-laki Hollywood sebelumnya. Vogue British bahkan menyebutkan bahwa ia menjadi pemegang tongkat estafet “kekasih sejuta umat” mengikuti James Dean dan Leonardo DiCaprio. Muda, tampan, sukses, dan diinginkan. 

Penampilan dan karakter adalah sesuatu yang mudah dinilai dari aktor muda ini. Tidak akan ditemui tubuh kekar dan bahu yang lebar layaknya standar maskulin. Karakter yang dingin, (selalu tampak) kuat, dan abai terhadap perasaan juga bukan sesuatu yang melekat dalam dirinya. 

Pemirsa akan menyaksikan kompleksitas antara ambisi, ketegasan, keberanian, keraguan, dan kerapuhan, yang hadir dalam balutan tubuh yang cenderung kurus. Sekali lagi, bukan idealnya Hollywood. 

Suaranya yang bergetar dan bahasa tubuhnya menolak tuntutan untuk selalu kuat walaupun ia seorang laki-laki. Sebaliknya, akan diketahui bahwa ia menyimpan kebingungan dan ketidaknyamanan. 

Pergeseran karakter ini ternyata disukai oleh masyarakat. Laki-laki yang menangis dan rapuh ternyata bisa diterima. Bukankah ini menjadi keuntungan bagi laki-laki untuk berani lebih ekspresif dalam menunjukkan kesedihan? 

Nampaknya tidak berlebihan jika Timothée Chalamet didapuk sebagai Leonardo DiCaprio masa kini. Tentunya dengan pembawaan uniknya yang sensitif, kikuk, dan percaya diri walaupun penuh kebimbangan.

SIMBOL PERGESERAN KONSTRUKSI SOSIAL

Satu lagi hal yang tidak bisa tidak didiskusikan ketika membahas figur New Yorker Amerika-Perancis tersebut, yakni mode. Karakter yang dibangun bintang utama Wonka tersebut juga diwujudkan dalam busana beserta pernak perniknya.

Walau nampak pemalu dan tersipu, ia jelas mengetahui penampilannya yang menarik dengan rambut ikal coklat yang kusut namun mengkilap, mata hijau yang menawan, dan wajah simetris bagaikan pahatan yang sempurna. 

Raganya dibalut busana yang kerap kali mencuri perhatian publik, terutama saat berada di karpet merah. Unik, netral gender, dan berani adalah poin-poin utamanya.

Tak heran jika tahun ini Timothée Chalamet menjadi wajah baru merk mewah untuk parfum pria dari Chanel. “Lembut namun tegas”, jelasnya mengenai Bleu de Chanel  saat diwawancarai Vogue British

Lebih spesifik, Bleu de Chanel menonjolkan aroma natural kayu atau woody dengan citrus yang intens dan memberikan kesan percaya diri. Bisa dibilang “sangat Timothée Chalamet”.

Kampanye ini juga melibatkan sutradara Martin Scorsese dalam pembuatan video yang bertempat di New York. Jadi, silakan asumsikan sendiri sebesar apa proyek dan pengaruh yang diharapkan dengan kehadiran Timothée Chalamet dalam persaingan mode mewah pria.

Jika Hollywood saja bisa melakukan pergeseran konstruksi sosial mengenai stereotip gender dalam film melalui representasi Timothée Chalamet, bagaimana dengan Indonesia? Tentunya hal ini juga untuk memanusiakan laki-laki bahwa menangis dan menjadi rapuh itu wajar. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Septiana NM

Suka nulis