Stories

TANASAGHARA: MUSIK MEDIUM PROPAGANDA UNTUK PERJUANGAN

Roby atau lebih akrab dikenal sebagai Tanasgahara adalah musisi yang aktif manggung dari daerah konflik ke konflik, musisi yang sudah tidak asing lagi dikalangan para aktivis ini sering menitipkan pesan-pesan kehidupan dalam setiap lagunya.

title

FROYONION.COM - Berbicara tentang pergerakan perjuangan aktivis, rasa-rasanya tidak mungkin kalau tidak mengenal Tanasaghara. Project musik yang dibawakan Roby ini memang kerap tampil dari daerah konflik ke konflik untuk menyuarakan isu perampasan hidup.

Pun awal mula saya mengenal Tanasaghara juga berawal dari jejaring pers mahasiswa (persma) Pada saat itu Ia menyanyikan lagu “Nyanyian Gagak,” lagunya begitu tajam menusuk tentang realita yang kejam.

Penggalan liriknya berbunyi:

“Yang mati di udara”

“Dibunuh karena berita”

“Ditodong detik-detik arloji kematian”

“ Disayat-sayat kerakusan setan-setan tanah”

“Aaaaaa…”

Seperti yang kita ketahui ada sosok aktivis hak asasi manusia (HAM) yang mati di udara akibat racun yang ia teguk ke tenggorokannya hingga nyawa melayang. Kisah ini tertuang pada penggalan lirik “Yang mati di udara,” untuk mengenang sosok Munir atas perjuangannya.

Ada pula sosok wartawan yang mati akibat serangkaian kata yang ditulis di surat kabar. Sosok itu akrab dipanggil Udin, Ia kerap menulis artikel kritis tentang kebijakan pemerintah orde baru dan militer. Hingga suatu hari Ia meninggal karena dianiaya. Kisah ini pun tertuang pada penggalan liriknya yang berbunyi “Dibunuh karena berita”.

Lagu-lagu ciptaan Tanasghara memang tidak akan lepas dari isu-isu perampasan hidup. Awalnya memang Roby menyanyi hanya untuk senang-senang. Sampai suatu hari muncul kesadaran untuk peduli terhadap nasib masyarakat yang hidupnya terampas.

Kesadaran itu muncul berawal dari kawan yang mengenalkan Ia dengan buku, saat itu buku menjadi santapannya sehari-hari. Dari sana pula jejaring kawan solidaritasnya terbentuk. Dan berkat buku serta diskusi itulah akhirnya Ia sadar, ternyata negara ini tidak baik-baik saja.

AWAL MULA TANASAGHARA

Project musik Tanasghara resmi terbentuk pada tahun 2018, lebih lanjut Roby menceritakan bahwa project ini terlahir karena kebetulan, bukan karena direncanakan, bahkan nama “Tanasghara” pun dinamakan oleh warga Yogyakarta, khususnya warga Kulon Progo.

“Udah bosan ditanya kawan-kawan setiap manggung ‘nama panggungmu apa?’ selalu kujawab ga jelas, beda-beda lah setiap manggung. Akhirnya pada waktu itu ngobrollah sama warga di Kulon Progo (warga terdampak bandara) mereka mengusulkan nama itu, nama Tanasaghara, yang diusung dari tanah dan laut,” ucap Roby Tansaghara Minggu, 07 Mei 2023.

Lalu arti nama Tanasaghara itu sendiri adalah “tana” yang berarti tanah, dan “saghara“ yang berarti laut. Tanah yang berdekatan dengan laut yang bermakna pesisir.

“Tanah dan laut, kehidupan antara dua itu. Karena aku sepakat, jadilah project musik Tanasaghara, karena memang pada akhirnya dia lahir dengan kondisi seperti itu, ya semua tema dan opini pada lagunya akan menyambung kesana,” Ucap Roby.

Lahirnya Tansaghara memang berhubungan erat dengan titik konflik, khususnya di Kulon Progo akibat konflik lahan pembangunan bandara. Salah satu karya Tanasghara yang berjudul Anarki Kasih Ibu juga terlahir di Kulon Progo.

Berikut penggalan salah satu lirik dari  Anarki Kasih Ibu:

“Kabarkan pada bara juang kita takkan lupa”

“Bahwa yg kita pijak sedang tidak baik-baik saja”

“Serakahnya negara merampas yg kita punya”

“Pastikan pada ibu bumi esok kita  datang lagi”

Lagu ini dengan jelas menceritakan dampak dari terusirnya warga korban konflik bandara. Sejak saat itu Roby mulai menggeluti secara serius bahwa musik bisa dijadikan medium untuk menyuarakan keresahannya tentang ruang hidup masyarakat.

“Pada akhirnya bermusik menjadi alat suatu kampanye. Kampanye awal itu kan isu bandara yang kubawa, kemudian saya diajak oleh jejaring solidaritas untuk turut hadir ke berbagai daerah guna kampanye masalah konflik lahan ini. Pada waktu itu ke Bandung, yaudah nyanyi membawakan isu-isu konflik atau perampasan ruang hidup. Saya cuma bisa berbagi itu dengan masyarakat, ya dengan medium musik itu sendiri,” Imbuhnya.

Hampir keseluruhan lagu-lagu Tanasghara tercipta di Kulon Progo, beberapa diantara adalah “Barat Sungai,” “Darah,” “Hikayat Budi,” “Kosakata Lebam,” dan “Gadis Penjaga Desa”.

Tidak hanya tentang penggusuran lahan, pada lagu yang berjudul “Gadis Penjaga Desa,” Tanasgahara juga menceritakan tentang bagaimana masyarakat pesisir Kulon Progo berusaha menyuburkan tanah yang gersang sampai bisa ditanami berbagai jenis hasil bumi yang dapat mendulang perekonomian warga sekitar.

Berikut penggalan liriknya:

“Peluk gadis kecilku riang melebur hijau pesona”

“Ia nyatakan lara di pangku derita”

“Tumbuh-tumbuh amarah saat tanah berduka”

“Denting irama sumbang datang mesin hancurkan ruang”

“Sorot mata ikatkan juang pada raya desa tersayang”

“Merajut suara mara timbang timang lelap hilanglah kisah lama tentang permai rumahnya”

“Merindu rona akan senyum orang tua tak kala panen tiba”

PESAN TANASGAHARA

Dalam penuturannya, sebelum Tanasghara lahir, Roby memang sudah sering terjun ke daerah konflik bersama kawan-kawan jejaringnya. Ia ingin turut menemani perjuangan para warga, karena seyogyanya kita harus peduli akan ruang hidup yang terampas.

Ia menemani perjuangan warga Pakel di Banyuwangi, bahkan perjuangan di sana sudah berlangsung sebelum Indonesia merdeka. Sudah satua abad lebih perjuangan di sana. Dari mulai perampasan tanah oleh Belanda, hingga oleh masyarakat Indonesia sendiri.

Tidak hanya di Jawa timur dan Yogyakarta, Roby juga turut serta berangkat ke Jawa barat untuk menemani perjuangan warga tentang air bersih yang tercemar oleh pabrik air botol mineral. 

“Aku juga berpikir ruang hidup itu memang harus dipertahankan. Pada akhirnya kita juga harus bersolidaritas dengan orang-orang yang juga ingin mempertahankan ruang hidupnya dengan apa pun yang kita bisa. Kebetulan saya bisa bermusik, ya udah kubawa Tanasaghara sebagai medium perjuanganku,” ucapnya.

Lebih lanjut Ia menerangkan bahwasanya kita pasti punya cara-cara tersendiri untuk mengupayakan apa yang ingin diperjuangkan, terutama untuk hidup kita sendiri. Pada intinya jika kita tidak suka kehidupan kita dirampas, bukankah kita harus melawan. Begitu pula ketika kita melihat perampasan di sekeliling kita, kita harus mendukung melawannya.

“Bagiku lagu itu hanya cerita keluh kesahku untuk berbagi dengan kawan-kawan. Alhamdulillah kalau kawan-kawan mendengarkan, gak didengarkan juga gak papa, cuman ketika didengarkan, sangat senang rasanya ketika kita bisa berbagi dengan apa yang kita pikirkan, dan apa yang ingin kita lakukan. Karena untuk melawan kekuatan besar atau mempertahankan ruang hidup itu, kita gak bisa melakukan sendiri bahka cuma dengan satu kelompok itu pun juga gak bisa. Jadi yang namanya jaringan dan solidaritas itu harus luas, supaya pesan bisa tersampaikan,” pungkas Roby. (*/) (Foto: Dokumentasi PDD Sekolah Advokasi PPMI) 

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Rizky Fajar

Mahasiswa psikologi yang bercita-cita menjadi filsuf