Stories

11 FAKTA TRIVIA SOAL SABDA ARMANDIO, PENULIS ‘24 JAM BERSAMA GASPAR’

Penulis satu ini menorehkan prestasi saat naskah novelnya diadaptasi menjadi film yang diputar di Busan International Film Festival tahun ini. Berikut rangkuman wawancara eksklusifnya.

title

FROYONION.COM - Setahun terakhir ini nama Sabda Armandio atau biasa dipanggil Dio menjadi diperbincangkan semenjak novelnya 24 Jam Bersama Gaspar diangkat menjadi film oleh Visinema. 

Walau belum tayang di Indonesia, film yang diperankan oleh Reza Rahadian ini sudah diputar di “Busan International Film Festival (BIFF) 2023” di Korea Selatan. 

BACA JUGA: WAKILI RI DI BUSAN INTERNATIONAL FILM FESTIVAL, INI 5 FAKTA MENARIK FILM ‘24 JAM BERSAMA GASPAR’

Siapa sebenarnya Dio dan bagaimana sepak terjangnya di dunia kepenulisan? Ini rangkumannya buat kamu, yang kemungkinan besar nggak ada di website-website lain, karena tulisan ini hasil wawancara eksklusif dengan Dio.

1. Nggak cocok dengan pendidikan

Setelah lulus SMA, Dio tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas. Ketika itu, kondisinya memang keterbatasan dana. Dio survive dengan bikin website dan belajar digital sendiri. Ketika saat ini dana sudah ada Dio merasa untuk sekarang sudah cukup, nggak perlu  mengejar ke pendidikan tinggi.

2. Bukan cuma penulis

SABDA ARMANDIO
Tak cuma menulis, Dio juga multitalenta. (Foto: Dok. Dio)

Walaupun menghasilkan tulisan-tulisan yang keren, entah itu esai dan fiksi, pada faktanya Dio punya banyak aktivitas lain. Multimedia, illustrator juga iya, buat website, dan akhir-akhir ini suka main musik dan tertarik dengan composing musik.

3. Bergerak dari karakter sebelum ke alur

Setiap penulis punya caranya masing-masing untuk mengeksekusi tulisan. Kalau Dio agak beda sendiri. Dio bergerak dari membuat karakter dulu, baru kemudian ditempatkan dalam suatu cerita. Menariknya, nggak semua karakter yang dibuat Dio berhasil ditempatkan dalam suatu cerita. Dan hanya berhenti di karakter. “Dulu aku susah menerima karakter yang aku buat nggak menemukan dunianya, tapi belakangan udah bisa sih. Nggak semua harus punya cerita,” kata Dio.

 4. Penyuka telenovela karena nenek

Dio kecil menghabiskan banyak waktu dengan kakek dan neneknya. Ini jugalah yang menjadi cikal bakal kepenulisannya saat ini. Ketika kecil Dio sering berebutan nonton televisi dengan nenek dan akhirnya jadi ikutan nonton telenovela dan sinetron. Ternyata, pengalaman ini sedikit banyak membentuk cara dia mengolah fiksi.

5. Gaspar awalnya naskah komik

Sebelum menjadi seperti bacaan yang kamu baca sekarang, Gaspar awalnya adalah naskah komik yang nggak jadi. Rencananya mau dibuat novel grafis, belakangan malah jadi novel. Mungkin suatu saat bila tiba waktunya, Gaspar akan dibuat grafisnya.  

6. Menggarap novel baru berjudul Tulip

Nah sekarang-sekarang ini, Dio lagi disibukkan dengan menggarap fiksi baru berjudul “Tulip”. Menurut cerita Dio, ini masih berhubungan dengan cerita sebelumnya “Mongrel” yang dimuat bersambung di KumparanPlus.

7. Punya kucing namanya Labu

Ini sebenarnya nggak terlalu penting sih, tapi karena penulis suka kucing,  penulis ingin berbagi cerita bahwa Dio memiliki seekor kucing bernama Labu. Saat Dio dan penulis mengobrol lewat Zoom, kucingnya tampak mondar-mandir dengan gemasnya.

8. Ingin hidup lama untuk melihat bagaimana dunia Ini berproses

Satu-satunya alasan kenapa Dio ingin hidup lama adalah karena dia mengaku ingin melihat perubahan yang terjadi pada dunia ini waktu demi waktu. “Apalagi nih yang baru, film, animasi, musik, handphone, menarik aja melihat transisi ini hehehe…” cerita Dio.

9. Walau fiksi tetap harus riset

Walaupun fiksi (dan mostly sci-fi), Dio tetap bergerak di riset. Alasannya, supaya walaupun mengkhayal nggak terlalu jauh dari realitas. “Semuanya kan ada di kepalaku, aku mastiin aja, walaupun cuma di dalam kepalaku, kira-kira mungkin nggak untuk terjadi..”

10. Punya opsi banyak untuk berkarya di dunia digital

Entah karena ketertarikan awalnya di dunia kreatif adalah multimedia atau karena medium ini yang membantunya bertahan hidup di awal-awal selesai sekolah menengah, Dio sangat mengagumi perkembangan dunia digital yang tidak bisa dilakukan di medium cetak. 

Contohnya saja seperti apa yang dilakukannya dengan “Mongrel”. Cerita bersambung tersebut dimuat di KumparanPlus tidak hanya dalam bentuk tulisan, melainkan juga ada infografisnya, dan juga rekaman suara, dan YouTube. “Ini nggak hanya membuat pengalaman pembaca menjadi kaya, si pembuat karya juga bisa berkreasi tanpa batas,” paparnya.

11. Dio dan kesehatan mental

sa

Walaupun di judul 10, penulis mau menambahkan satu pesan dari Dio tentang nggak perlunya terburu-buru dalam bekerja dan berkarya karena pada akhirnya yang paling penting adalah hidup kita. “Terkadang ada beberapa hal yang tidak perlu selesai…”tutup Dio. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Ester Pandiangan

Penulis buku "Maaf, Orgasme Bukan Hanya Urusan Kelamin (2022)". Tertarik dengan isu-isu seputar seksualitas.