Sports

TRAGEDI KANJURUHAN MENJADI MOMENTUM POSITIF, BERBAGAI KELOMPOK SUPORTER MULAI BERDAMAI

Tragedi Kanjuruhan mendorong sejumlah kelompok suporter sepak bola di berbagai daerah berniat untuk mengakhiri rivalitas tidak sehat dan sepakat untuk berdamai.

title

FROYONION.COM - Kemenangan di sepak bola tidak pernah lebih penting dari nyawa manusia. Suasana berkabung nasional akibat meninggalnya ratusan suporter Arema FC dalam tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober yang lalu tampaknya menjadi momentum untuk para suporter klub lokal untuk sepakat berdamai satu sama lain. 

Keakraban suporter menjalar dari dunia nyata ke ranah maya. Perihal persatuan suporter menjadi bahasan viral di media sosial dan mudah ditemui dalam 24 jam terakhir, setelah tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Pesan-pesan persatuan melalui kata atau gambar diutarakan baik oleh akun-akun yang dikelola secara individu maupun kelompok. 

Terdapat individu-individu dan kelompok suporter yang menyatakan tak akan lagi melontarkan caci maki terhadap klub yang selama ini dianggap pesaing dari klub kesayangannya. Selain itu ada juga yang menyatakan persaudaraan kepada kelompok suporter lain.

Tagar #SepakatDamai mewarnai linimasa media sosial sejak awal pekan ini. Suporter berbagai klub di sejumlah daerah Indonesia untuk sementara ini melupakan rivalitasnya sejenak dan berkumpul bersama untuk memanjatkan doa bersama untuk korban tragedi stadion Kanjuruhan. 

Di Surabaya, ratusan Bonek juga berkumpul di Tugu Pahlawan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada pendukung Aremania yang meninggal dalam tragedi Kanjuruhan. “Walaupun kami ada rivalitas, kami singkirkan sejenak, karena ini kemanusiaan. Siapapun mereka, kita sebagai umat manusia harus prihatin. Nyawa tidak sebanding dengan apapun itu sepakbola,” kata salah satu bonek, Husain dikutip dari Kompas.

Semangat #SepakatDamai ini juga menular ke daerah lain. Contohnya seperti di daerah bekas kerajaan Mataram seperti Solo dan Yogya yang memiliki klub dengan basis pendukung besar seperti PSS Sleman, Persis Solo dan PSIM Yogyakarta. Semangat perdamaian ini diawali dengan pertemuan Brajamusti, suporter PSIM Yogyakarta dan Pasoepati, suporter Persis Solo berkumpul untuk berdoa bersama di Klaten, Jawa Tengah pada Senin malam. 

Sementara, keesokan harinya beredar mural di ruang publik bertuliskan “Mataram is Love”. Biasanya, bagi para penggemar sepak bola lokal sudah familiar dengan tagar “Mataram is Red” milik suporter Persis Solo atau “Mataram is Blue” milik suporter PSIM Yogyakarta saat derby Mataram berlangsung dan slogan “Mataram is Love” ini menjadi simbol kedua pihak untuk menghormati para korban tragedi Kanjuruhan. 

Seperti yang kita ketahui, rivalitas panas antara Persis Solo dan PSIM Jogja memang sudah berlangsung cukup lama dalam balutan laga bertajuk “Derby Mataram”. Rivalitas dua klub di tanah Mataram sudah terjadi begitu panjang penuh dengan gengsi dan friksi tiap laga. 

Saking kentalnya rivalitas PSIM dan Persis Solo, stadion manapun yang jadi venue pertandingan selalu dipenuhi lautan manusia. Kalaupun pertandingan sempat digelar dalam kondisi sepi,  itu artinya ada larangan laga dihadiri oleh penonton ataupun suporter, seperti yang terjadi di Liga 2 2021. 

Tagline #SepakatDamai dan #MataramIsLove ini ternyata bukan hanya gerakan kampanye di media sosial saja, tetapi ditunjukkan secara nyata. Supporter dari ketiga klub asal bekas kerajaan Mataram seperti Brigata Curva Sud dan Slemania (kelompok suporter PSS Sleman), Brajamusti dan The Maident (kelompok suporter PSIM Yogyakarta) dan Pasoepati, Ultras 1923, dan Surakartans (kelompok suporter Persis Solo) sepakat untuk berdamai dari rivalitas yang tidak sehat tersebut.

Aksi nyata tersebut ditunjukkan oleh kelompok suporter ketiga klub yang berbasis di daerah bekas kerajaan Mataram itu dengan pertemuan besar di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, Selasa malam. Pertemuan tersebut bermaksud untuk mengenang kejadian yang terjadi di Stadion Kanjuruhan dan doa bersama sekaligus menyerukan perdamaian sambil menyanyikan chants masing-masing klub bersama-sama. 

Dari gerakan di media sosial sendiri, ini sudah menandakan rasa mulai tumbuh optimisme bahwa rivalitas yang tak sehat antar suporter kelak dapat berhenti selamanya. Meski tragedi Kanjuruhan terjadi bukan karena murni kesalahan suporter, perdamaian antar suporter akan menekan kemungkinan keributan yang berujung tindakan represif aparat keamanan. Dikutip dari Detik, anggota Pasoepati Agoes Warsoep menyatakan tragedi Kanjuruhan merupakan pelecut utama inisiatif untuk berislah dengan rival sesama penggemar sepakbola. 

“Takut kejadian serupa terjadi di tempat lain, seperti Jogja dan Solo kan cukup panas. Akibat kejadian kemarin jadi berpikir keras, diakhiri saja rivalitas yang kurang sehat. Rivalitas yang selow-selow saja 90 menit,” kata Agoes. “Ini pendapat saya pribadi, pasti ada pro-kontra buat teman-teman Solo maupun Jogja. Tapi saya harap Jogja dan Solo bisa lebih damai lagi, meskipun psywar di lapangan, tapi bisa adem di luar maupun di dalam lapangan.” 

”Berbagai ekspresi individu serupa juga bisa ditemukan di internet terkait rivalitas The Jakmania, pendukung Persija Jakarta, dan Bobotoh, suporter Persib Bandung. Di Twitter, seorang The Jakmania akhirnya menghapus perasaan dendamnya kepada Bobotoh dan Bonek akibat kejadian tragis di Malang. Di sisi lain, seorang suporter Persib juga mengaku ikhlas menyudahi perseteruannya dengan The Jakmania meski dulu adiknya terbunuh akibat bentrok suporter. 

Peneliti budaya fans sepakbola Fajar Junaedi menganggap pendekatan perdamaian yang diinisiasi antar suporter adalah cara yang tepat untuk mengurai salah satu masalah dalam dunia persepakbolaan Indonesia. Meski ada faktor lain terkait pengelolaan liga dan kemampuan aparat mengamankan pertandingan, namun unsur hubungan antar kelompok suporter tetap memegang peranan penting agar pertandingan berjalan kondusif.

“Inisiasi rekonsiliasi antar kelompok suporter pasca tragedi Kanjuruhan ini perlu diapresiasi dan harus didukung. Salah satu pengalaman baik dari proses rekonsiliasi suporter adalah ketika Pasoepati dari Solo dan Bonek dari Surabaya menginisiasi perdamaian, pendekatannya dilakukan secara kultural oleh suporter tanpa ada blow up pemberitaan media yang berlebih dalam proses rekonsiliasi,” ujar Fajar dikutip dari VICE.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu menilai rencana islah yang diumumkan beberapa hari terakhir terpantau cukup organik. Karenanya, dia optimis akan ada suasana yang berbeda dalam kancah sepakbola Tanah Air jika niat penghentian rivalitas ini sukses. “[Sejauh ini] tidak ada pendekatan dan intervensi struktural dari pejabat dan aparat keamanan,” imbuhnya. 

Fajar, yang pernah lama meneliti kultur Bonek secara intensif, berharap pemerintah maupun aparat keamanan tidak buru-buru ikut serta mendorong proses rekonsiliasi antar suporter yang mulai bersemi. “Supporter-lah yang lebih paham tentang habitus suporter, bukan para pejabat. Proses yang organik dan suporter menjadi agency dalam proses ini menjadi optimisme perdamaian,” tandasnya.

Di luar itu, masih ada kabar positif lainnya yang muncul dari solidaritas organik antar penggemar, bahkan yang tak terkait sepakbola. Kelompok fans grup K-pop BTS, yang sempat berselisih dengan suporter sepakbola, berhasil mengumpulkan donasi Rp450 juta dalam waktu singkat untuk disumbangkan kepada korban tragedi Kanjuruhan. Ini tentunya merupakan kabar baik bagi dunia sepak bola Indonesia. Para pendukung klub-klub besar tanah air lainnya diharapkan ikut memanfaatkan momentum ini dengan menyerukan perdamaian terhadap rivalnya. Sudah saatnya kita mengakhiri fanatisme buta sepak bola di tanah air. (*/)

BACA JUGA: BAGAIMANA FANATISME DAPAT MERUSAK SEPAK BOLA INDONESIA

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Satrio Adi Pradipto

Hamba tuhan yang selalu mencintai sepakbola (dan kamu).