
Bagi para Badminton Lovers, dengan adanya rangkaian World Tour yang pasti ada tiap minggu dalam satu bulan itu memang suatu kebahagiaan karena ada hiburan buat ditonton. Tapi jadwal yang padat tersebut justru jadi momok bagi para atlet.
FROYONION.COM - Per bulan Maret 2023, sudah ada delapan turnamen World Tour yang sudah diikuti oleh setiap atlet bulutangkis tiap-tiap negara dari berbagai level mulai dari Super 100 hingga Super 1000. Dan rangkaian turnamen World Tour yang baru selesai minggu ini adalah turnamen Yonex All England Open Super 1000 dan Swiss Open Super 300.
Selama beberapa turnamen yang sudah dilaksanakan, satu persatu atlet memutuskan untuk mengundurkan diri sebelum bertanding atau terpaksa harus retired saat pertandingan sedang berlangsung. Gimana nggak coba? Dalam sebulan aja, setidaknya ada tiga turnamen yang dilangsungkan.
Hal ini tentu membuat BL sedih karena mundurnya atlet-atlet kesayangannya. Indonesia sendiri sudah ada 4 atlet yang harus mundur karena cedera. Seperti yang dialami oleh Mohammad Ahsan yang mengalami cedera di bagian lutut kiri ketika berlaga di partai final All England melawan rekan senegaranya, Fajar/Rian.
Di sektor tunggal putra, Chico Aura juga harus mundur dalam pertandingan babak pertama di turnamen Swiss Open karena ada masalah pada ankle kaki kirinya. Ia harus mundur ketika berhadapan dengan Viktor Axelsen pada babak pertama.
Dalam turnamen yang sama dengan Chico, Rinov Rivaldy yang merupakan pemain ganda campuran mengalami cedera di bagian tangan dan memutuskan mundur di babak perempat final. Terakhir, Apriyani Rahayu juga harus mundur di babak semifinal saat menghadapi pasangan ganda putri Jepang. Alhasil pada turnamen Swiss Open 2023, Indonesia tidak memiliki satupun perwakilan pada babak final.
Jeda hari dalam masing-masing turnamen sangatlah singkat. Bayangin rasanya pindah-pindah negara tapi cuma punya sedikit waktu untuk mempersiapkan turnamen selanjutnya. Kalo yang udah kalah di babak-babak awal turnamen sebelumnya sih masih aman, setidaknya masih ada waktu untuk istirahat lebih lama sebelum lanjut.
Yang lebih kasian tuh atlet yang berlaga sampai final di turnamen sebelumnya karena cuma punya waktu paling lama dua hari untuk berpindah turnamen ke negara selanjutnya.
Para atlet nggak bisa sembarangan untuk ikut turnamen yang mereka sukai aja. Dalam bulutangkis, terdapat raihan poin yang fungsinya untuk perhitungan ranking dan juga kualifikasi di turnamen-turnamen besar seperti World Tour Finals hingga Olimpiade.
Belum lagi dengan adanya denda yang harus dikeluarkan oleh para atlet jika tidak mengikuti turnamen. Mau nggak mau, para atlet tersebut terpaksa harus mendaftarkan diri terlebih dahulu, baru bisa memutuskan untuk mundur ketika nama mereka sudah muncul di draw.
Atau mungkin memang ada atlet yang sudah berniat untuk kalah di awal biar punya waktu untuk recovery, mungkin ya.
Bukan cuma jarak antar turnamen aja yang ketat, tapi juga tidak adanya jeda hari antara babak semifinal dan babak final. Berbeda dengan sepak bola yang punya jeda waktu dua hari untuk recovery. Para atlet hanya bisa mengandalkan fisioterapis yang diberangkatkan khusus oleh PBSI untuk mendampingi mereka selama bertanding.
Alasan perbedaan luas lapangan? Rasanya nggak juga, deh. Memang lapangan bulutangkis jauh lebih kecil dibandingkan lapangan sepak bola. Tapi kalo mainnya 3 gim, apalagi skornya jambak-jambakan dengan lawan, ya ngos-ngosan juga lari sana, lari sini, smash.
Entah apa tujuan BWF mengatur jadwal turnamen yang begitu padatnya, semoga para atlet bulutangkis sehat selalu dan bisa mempersembahkan prestasi terbaik bagi negara. Dan BWF juga tergerak hatinya ngeliat banyaknya atlet-atlet yang berjatuhan di lapangan. (*/)