Movies

MENGULAS EMOTIONAL ABUSE DARI SERIES MAID NETFLIX

Awas spoiler! Series ini buka mata kita soal emotional abuse, yang masih lemah di mata hukum.

title

FROYONION.COMMaid merupakan serial Netflix yang membahas perjuangan single mother untuk keluar dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) berbentuk emotional abuse dan bekerja sebagai pembantu harian. 

Serial yang dibintangi oleh Margaret Qualley dan  Nick Robinson ini rilis pada tanggal 1 Oktober 2021 di Netflix. Series ini diangkat dari memoir Stephanie Land dengan judul Maid: Hard Work, Low Pay, and a Mother’s Will to Survive. Series ini memiliki 10 episode dengan durasi 50 menit pada setiap episodenya.

Salah satu hal yang menarik dari series Maid ialah pengangkatan isu yang jarang dibahas dan kerap disepelekan, yakni KDRT dalam bentuk emotional abuse. Tidak seperti film kebanyakan yang menggambarkan KDRT dengan physical abuse seperti pukulan dan tamparan, series Maid menggambarkan bagaimana  emotional abuse merusak mental korbannya tanpa terlihat. 

Pasca penayangannya, Maid mendapat banyak respon positif serta banyak dipuji karena jalan ceritanya yang bagus dan menginspirasi, loh. Series Maid menjadi Top 10 di Netflix Indonesia selama beberapa minggu. 

Penasaran bagaimana penggambaran emotional abuse dalam series Maid? Yuk simak selengkapnya! Awas, ada spoiler ya!

KORBAN KERAP TIDAK MENYADARI EMOTIONAL ABUSE

Korban KDRT dalam bentuk  emotional abuse memang kerap tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban. Sebab dalam masyarakat saat ini, kekerasan hanya dipandang dalam bentuk fisik. Hal ini tergambarkan dalam scene ketika sang tokoh utama perempuan, Alex membawa kabur anak perempuannya karena kekasihnya, Sean hilang kendali ketika mabuk. 

Hanya berbekal mobil, uang delapan belas dollar dan pakaian seadanya, Alex mencoba mencari tempat tinggal. Dengan bantuan Dinas Sosial, Alex sebenarnya bisa mendapat tempat di rumah penampungan korban KDRT, namun Alex menyanggah dengan mengatakan ia tidak mau mengambil tempat untuk orang yang ‘nyata’ disiksa, misalnya dipukuli.

Adegan ini menggambarkan bahwa masih banyak orang yang belum mawas diri perihal bentuk-bentuk KDRT, termasuk korban. Terlebih luka akibat bentuk kekerasan emosional tidak berupa bukti fisik, sehingga seringkali dianggap bukan bentuk nyata dari kekerasan. Padahal Alex sebagai korban kerap kali mengalami intimidasi, ancaman dan manipulasi dari kekasihnya.

BACA JUGA: AKANKAH NETFLIX DAPAT BERTAHAN DAN BERSAING DI TAHUN 2023?

KORBAN KERAP MENDAPAT MANIPULASI DAN INTIMIDASI

Manipulasi, intimidasi hingga ancaman adalah hal yang kerap dirasakan pada korban  emotional abuse. Pelaku memanipulasi korban agar korban merasa dirinya lemah, tidak berdaya dan tidak berharga sehingga korban bergantung pada pelaku. 

Salah satu adegan yang menunjukkan bentuk intimidasi ialah saat Alex pergi ke rumah Sean untuk menjemput Maddy. Ketika Alex hendak keluar dari rumah bersama Maddy, Sean mencegahnya dengan berkata, “Aku membayar tagihan, kubiarkan kau tinggal di trailerku, minum birku, makan makananku. Kubiarkan kau menumpang hidup. Kulakukan semua untukmu. Jika kau pergi, kau tidak punya siapa-siapa.”

Hal tersebut dilakukan Sean agar Alex merasa tidak berdaya dan kembali padanya setelah semua intimidasi dan ancaman yang dilakukan Sean. 

EMOTIONAL ABUSE, ISU YANG LEMAH DI MATA HUKUM

Meski banyak rintangan dan hidup dalam kemiskinan, Alex selalu berusaha memberikan kehidupan yang layak untuk anaknya, Maddy. Hingga suatu hari Sean melayangkan gugatan pada Alex karena membawa Maddy kabur tengah malam tanpa seizinnya sebagai Ayah Maddy. Pembelaan Alex yang pergi karena sikap abusive Sean ditolak, sebab pihak Sean berdalih tidak pernah memukul Alex ataupun Maddy. 

Hal tersebut dikuatkan karena tidak adanya saksi atau bukti fisik atas kekerasan emosional yang dilakukan Sean. Pengadilan juga menyalahkan Alex sebab tidak pernah melapor pada polisi atas kekerasan yang dilakukan Sean. Padahal, pasca kejadian tersebut Alex merasa takut, bingung sehingga menjadi linglung.

Hal ini menunjukan bahwa kekerasan dalam rumah tangga berbentuk emotional abuse masih menjadi isu yang lemah di mata hukum. Proses yuridis juga tidak berpihak pada korban, sebab emotional abuse merupakan kekerasan dengan bukti yang minim.

SERING TERJADI, KORBAN RUJUK DENGAN PELAKU

Dikisahkan dalam series ini, salah satu teman Alex di rumah penampungan korban KDRT yang bernama Danielle akhirnya kembali lagi pada pasangan yang kerap menyiksanya. Padahal, Danielle sempat memberi semangat pada Alex untuk tetap bertahan dan berani menghadapi masalahnya. Tak kuasa menahan sedih, Alex mengadu dan meminta bantuan pada penjaga rumah penampungan yang bernama Denise.

Denise menjawab bahwa korban kembali bersama pelaku adalah hal yang kerap terjadi. Hal ini disebabkan sulitnya korban untuk keluar sepenuhnya dari hubungan yang toksik tersebut. Rata-rata korban baru bisa keluar dari hubungan KDRT setelah tujuh kali kembali bersama, termasuk Denise.

Menjelang akhir cerita, Alex pun akhirnya kembali pada Sean karena didesak keadaan. Alex kembali mendapat emotional abuse seperti dibentak, dimanipulasi, dihina dan dibuat seolah-olah tidak berdaya. Pada scene ini kita diajak untuk mengerti alasan korban sulit keluar dari KDRT.

Berdasarkan teori siklus kekerasan dari Psikolog Lenore E. Walker, KDRT terjadi dengan siklus yang berulang yakni tahap ketegangan, tahap melakukan kekerasan, tahap rekonsiliasi dan tahap bulan madu. Tahap bulan madu adalah tahap ketenangan dimana pelaku akan memperlakukan korban dengan jauh lebih baik sehingga korban menjadi memaklumi atau memaafkan kekerasan yang pernah dialaminya.

MENIMBULKAN TRAUMA PADA ANAK

Series Maid menceritakan bahwa KDRT juga dapat membuat trauma bagi anak yang dibawa hingga dewasa. Hal ini baru disadari Alex saat ia masuk ke dalam loteng yang gelap. Ia mendapat kilas balik masa kecilnya dan kemudian mengalami serangan panik. Ia pun mendapat ingatan bahwa saat ia masih kecil, ibunya juga menjadi korban kekerasan dari ayahnya. Setiap ayah dan ibunya bertengkar, ia akan bersembunyi di dalam lemari dapur karena takut. Hal ini membuat ibunya membawa Alex kabur ke Alaska.

KDRT tidak hanya membekas pada pasangan yang menjadi korban, namun juga pada anak. Trauma yang dimiliki anak dapat menimbulkan efek jangka panjang sehingga berpotensi menimbulkan gangguan panik dan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) saat dewasa. 

Isu emotional abuse dalam KDRT masih menjadi isu yang lemah hingga saat ini. Terlebih, kekerasan emosional sulit dibuktikan secara fisik, sehingga menjadi lemah di mata hukum. Melalui series Maid, kita diajak untuk mengetahui bentuk-bentuk KDRT dan memahami kesulitan korban untuk bangkit. Series ini sangat direkomendasikan untuk mengisi waktu luangmu! (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Kal

Seorang gadis sederhana dengan pikiran ruwet. Punya kecanduan sama film serta buku.