Movies

AUTOBIOGRAPHY: FILM YANG LEBIH SERAM DARI FILM HOROR?

Film autobiografi dianggap oleh banyak orang sebagai film yang lebih seram dari film horor, meskipun tanpa keberadaan setan di dalamnya. Tapi apa yang sebenarnya membuat film ini memiliki aura yang horor dan mencekam?

title

FROYONION.COMHingga kini film horor masih mendapatkan tempat tersendiri di hati para penikmat film di indonesia. Hal ini bisa tercermin dari statistik yang dikutip dari CNBC Indonesia bahwasanya dalam 10 tahun terakhir dari daftar 15 film terbaik 44% diantaranya didominasi oleh film bergenre horor. Masih tidak percaya? 

Oke mari kita tengok dari daftar film terlaris sepanjang masa, dan dari daftar yang dirilis oleh filindonesia.or.id menempatkan film KKN di Desa Penari sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa. Maka tak heran dengan masih diminatinya film bergenre horor menjadikannya sebagai salah satu genre film yang paling banyak diproduksi.

Setan, situasi yang mencekam, hingga backsound yang membuat bulu kuduk merinding adalah hal yang menjadi signature tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dari film bergenre horor dan tentunya menjadi daya tarik tersendiri untuk film bergenre horor. 

Tapi, apa jadinya apabila film yang bernuansa demikian, tapi tanpa adanya hantu atau setan didalamnya?

Yap, itulah yang berusaha ditunjukkan oleh film Autobiography (2022) karya Makbul Mubarak yang sekaligus menjadi karya film panjang perdana untuk beliau. Setelah melalang buana di banyak festival film, baik itu lokal maupun mancanegara yang berbuah 13 penghargaan internasional dan 5 penghargaan lokal, akhirnya film tersebut tayang tayang perdana di bioskop pada 19 Januari silam, dan memulai penayangannya di platform layanan streaming film, Amazon prime pada 13 April silam

DIILHAMI OLEH KETAKUTAN-KETAKUTAN MAKBUL SENDIRI

Autobiography sendiri berkisah mengenai seorang pemuda bernama Rakib yang bekerja sebagai pelayan di rumah seorang pensiunan jenderal bernama Purnawinata atau yang lebih sering dipanggil dengan sebutan Pak Purna

Rakib di sini bekerja menggantikan ayahnya yang memang telah bekerja di rumah Pak Purna sebagai pelayan secara turun temurun dari generasi ke generasi, tapi kini ia harus mendekam di penjara dikarenakan kedapatan mencuri aki milik developer, sehingga pekerjaannya kini dilanjutkan oleh anak bungsunya, yaitu Rakib.

Meskipun telah bekerja untuk sang jenderal sejak lama (dari ayahnya), tapi sejatinya Rakib belum pernah bertemu dengan sang jenderal. Ia hanya mengetahui sang jenderal dari foto-foto yang terpajang di rumah tersebut.

Suatu hari ketika sedang asyik menonton pertandingan catur antara Vishy Anand dan Magnus Carlsen, tiba-tiba terdengar suara klakson mobil di depan gerbang rumah. Dan ternyata orang tersebut adalah sang Jenderal. 

Pak Purna yang memutuskan pulang ke rumah tersebut setelah memasuki usia pensiun. Tapi, sebenarnya maksud dari kepulangan dari Pak Purna tersebut bukanlah itu, tapi ada maksud lain yang ingin dilakukan oleh Pak Purna.

Kehadiran Pak Purna memiliki arti tersendiri bagi Rakib, yang bukan lagi sekadar seorang tuan yang sudah lama ia tak temui (bahkan belum pernah bertemu, kecuali saat Rakib masih bayi), tetapi Rakib menemukan sosok ayah di dalam diri Pak Purna yang selama ini ia dambakan. 

Hal ini tak terlepas dari perhatian, pengakuan, dan kepercayaan yang diberikan oleh Pak Purna kepada Rakib, dan ini terlihat tatkala Pak Purna mengajari Rakib bagaimana menembak dengan tepat sasaran, mengajaknya berburu burung, serta ketika Rakib diberikan seragam sang jenderal ketika masih muda. 

Di momen inilah Rakib merasa ditinggikan dan diakui tatkala sang purnawirawan jenderal itu mengatakan bahwa penampilan Rakib mirip dengannya ketika ia masih muda dulu. 

Kemudian ada juga momen ketika Rakib diberikan kepercayaan oleh sang jenderal dalam hal kegiatan kampanye pencalonan bupati oleh sang purnawirawan jenderal itu (dan sebenarnya inilah maksud utama dari sang jenderal kembali ke kampung halamannya tersebut, yaitu untuk mencalonkan diri sebagai calon bupati).

Rakib pun mengagumi jenderal tersebut, bukan hanya sebagai seorang majikan, ayah, tetapi juga sebagai seorang guru. Tetapi kekaguman tersebut perlahan mulai sirna ketika Rakib mengetahui sifat asli dari sang jenderal, dan begitu berbahayanya kekuasaan.

Terus ini autobiografinya siapa dong?

Tentu sangat wajar apabila kita menanyakan kepada diri sendiri, “Sebenarnya ini kisah autobiografinya siapa sih? Sutradara? Atau siapa? Ya hal ini sangatlah wajar mengingat judul dari film tersebut, yakni Autobiography.

Sebenarnya film ini tidak bercerita mengenai autobiografi seseorang ataupun seorang tokoh secara spesifik, tetapi lebih kepada autobiografi secara umum mengenai bagaimana suatu kekuasaan itu dapat menjadi seberbahaya itu.

Walaupun demikian, pada kenyataannya film tersebut juga diilhami dari masa lalu dari sang sutradara itu sendiri, yaitu Makbul Mubarak.  Film tersebut adalah bentuk curahan mengenai ketakutan ketakutan yang dialami oleh makbul di masa lalu, utamanya ketika ia masih duduk di bangku sekolah dasar.

Seperti halnya ketika ia dibelikan sandal baru yang konon katanya sebagai sandal terbaik di kampungnya yang berada di Toli-Toli. Tentu wajar sebagai anak yang baru saja dibelikan hal yang baru dan notabene yang terbaik di kampungnya, ia ingin menunjukkan benda tersebut kepada orang lain, dan di bawalah sandal tersebut ke masjid. 

Tapi, apesnya sandal tersebut justru hilang dicuri oleh orang lain. Mengetahui hal tersebut, tentu ayahnya menjadi marah dan menyuruh Makbul untuk menemukan anak yang mencuri sandalnya. 

Sekian lama mencari, akhirnya sampailah suatu saat ketika Makbul mengetahui anak yang telah mencuri sandalnya tersebut tatkala ia sedang bermain layang-layang bersama teman -temannya. Dan sontak ketika mengetahui hal tersebut, Makbul pun melaporkannya kepada sang ayah. 

Tetapi, berbeda dengan situasi ketika mengetahui sandal anaknya yang hilang, dimana pada saat itu bapaknya begitu berapi-api, tapi setelah mengetahui anak yang mengambil sandal milik Makbul, bapaknya tersebut bersifat 180 derajat berbeda dengan awalnya. 

Dan usut punya usut, ternyata ayah dari anak tersebut adalah seorang PNS yang begitu disegani di kampung Makbul tinggal. Dari situasi itulah menjadikan hal tersebut terngiang-ngiang di dalam benak Makbul, dimana hal tersebut menjadikan bayang-bayang teror kekuasaan.

Selain itu, terdapat juga momen ketika Makbul diajak oleh sang ayah untuk menonton konser dangdut, tapi anehnya setelah acara tersebut ayahnya tersebut justru mengisi daftar hadir. 

Tentunya hal ini tidak ada kaitannya dengan pekerjaan dari ayah Makbul yang bekerja di Departemen Agama. Dan usut punya usut, ternyata acara konser dangdut tersebut adalah sarana kampanye dari atasan ayahnya tersebut. Hal ini pada akhirnya membuat Makbut menyimpulkan bahwasanya ayahnya tersebut dikontrol oleh atasannya sendiri.dimana beliau harus melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak ia sukai.

#SeramTanpaSetan

Seram memang sangat identik dengan kemunculan setan ataupun demit-demit lainnya. Tapi nyatanya melalui film ini sang sutradara, Makbul Mubarak, berhasil menunjukkan bahwasanya seram tidaklah harus demikian. I

stilah seram dapat berasal dari mana saja, misal ketika kita kita lupa membawa dompet (asumsikan tidak memakai m-banking), tentu situasi tersebut juga akan sangat menyeramkan bagi kita. Dan ketakutan-ketakutan tersebut yang berusaha Makbul tuangkan dalam karyanya tersebut.

Sebagaimana dalam film ini menunjukkan bahwasanya keberadaan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang dapat menjadi sesuatu yang berbahaya dan menjadikan suasana penuh dengan tekanan. Tentu kita masih ingat bagaimana pengalaman kita ketika masih berada di bawah kekuasaan otoritarianisme kan?

Tak cuma itu, bahkan dengan keberadaan kekuasaan juga bisa menjadikannya memiliki sifat menjajah dan intimidatif hingga ke dalam ruang lingkup yang sangatlah privat, seperti halnya yang ditunjukkan ketika Rakib menyembunyikan sobekan baliho yang ia temukan. Selain itu hal ini juga bisa dilihat tatkala Rakib sedang mandi, tapi secara tiba-tiba Pak Purna masuk ke dalam kamar mandi dan membantu memandikan Rakib 

KESAN MENCEKAM YANG DIHIDUPKAN OLEH ARSWENDY BENING SWARA

Kesuksesan film ini memang tidak dapat dilepaskan dari akting brilian dari Sang Purnawirawan Jenderal, Pak Purna, yang diperankan oleh Arswendy Bening Swara. Memang secara perawakan ia bukanlah aktor yang memiliki badan gempal, sebagaimana seperti apa yang selama ini melekat pada diri seorang prajurit.

Tapi terlepas dari itu, Arswendy dengan ciamiknya mampu menghidupkan karakter Pak Purna melalui dialog-dialognya yang minim, tapi terkesan intimidatif, serta dengan intonasi yang tegas, dan ekspresi wajah yang terkesan flat

Seperti halnya yang ditunjukan pada adegan awal ketika Rakib membawakan secangkir kopi selepas kepulangan sang jenderal, yang berbunyi “Siapa bilang saya minum kopi”. Sederhana memang, tapi memiliki kesan intimidatif yang begitu kuat. Dan Rakib tentu menyadari betul konsekuensi yang mungkin saja akan ia dapatkan apabila ia tidak mengindahkan perkataan sang jenderal untuk meminum kopinya tersebut. 

CERMINAN REALITA

Pada film tersebut Rakib sang tokoh utama digambarkan sebagai anak yang tidak begitu dekat dengan ayahnya yang ternyata sedang berada di dalam penjara. Hingga pada akhirnya Rakib bertemu dengan tuannya yang seorang pensiunan jenderal. 

Tapi siapa sangka dari film ini kita juga bisa melihat cerminan realita bagaimana adanya dinamika seorang anak yang notabene fatherless. Dan dilansir dari lama The Asian Parent menunjukkan bahwasanya Indonesia saat ini menduduki posisi 3 di dunia sebagai negara fatherless. Dimana sejatinya sosok ayah itu memang ada, tapi tidak benar-benar ada. 

Fenomena ini berhasil dikemas dengan begitu menariknya dalam film ini dimana ketika Rakib bertemu dengan sang tuan, Rakib merasa menemukan sosok ayah yang selama ini ia dambakan yang mengajarinya, memberikan kepercayaan, mengandalkannya.

Dan tentunya, sebagai sosok yang selama ini fatherless ketika menemukan sosok yang ia rasa sebagai sosok yang selama ini ia cari, tentu ia akan dapat dengan mudah mempercayainya.

Tapi, lambat laun ketika mengetahui sifat asli dari sang ayah baru sekaligus majikannya tersebut menjadikannya mengubah bagaimana ia memandang ayah barunya tersebut. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Naam Amta Muh Shinin

Coder, writer, and Pengagum Amartya Sen