Creative

MEMAHAMI ALASAN KENAPA SENIMAN MURAL DAN GRAFITI SUKA CORET-CORET TEMBOK

Bukan sekadar coret-coret tak bermakna, mural dan grafiti adalah media interaksi untuk mengungkapkan perasaan, merebut ruang publik hingga penyampai protes.

title

FROYONION - Saya akhirnya bisa menemui Rama, seniman mural asal Jawa Timur. Pada momen tersebut, kami membicarakan seputar grafiti. 

Pria berusia 24 tahun itu, kesehariannya bekerja di Pabrik dengan waktu lembur yang tidak tentu. 

Sehari sebelum helatan pemilu presiden (14/2), kami bertemu di salah satu kafe yang tidak jauh dari situs sejarah Candi Gununggangsir, Kabupaten Pasuruan.

BACA JUGA: MENGENAL LEBIH DEKAT DENGAN STREET ART GRAFFITI

Pria dengan nama lengkap Muchammad Akbar Ramadhan itu, ialah seniman mural dan grafiti yang kini berdomisili di Cangkringmalang Selatan, kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. 

Karyanya telah nangkring di sudut-sudut kota di daerah itu. Bahkan karyanya sempat menggemparkan publik.

Pada 2021, karyanya di dinding bangunan terbengkalai di Jalan Diponegoro, Bangil, sempat viral di medsos. Gambarnya menampilkan tokoh kartun yang dengan  tulisan “Dipaksa Sehat di Negara Yang Sakit”. 

Viral Mural
Mural yang dibuat oleh Rama dan kawan-kawannya. (Sumber foto: Galih Lintartika/surya.co.id)

BACA JUGA: SLAPP WELL STREET ART EXHIBITION, CARA BARU APRESIASI KARYA SENI JALANAN

Gambar itu ia buat untuk mengekspresikan keresahannya terhadap negara dalam penanganan virus covid-19 yang kurang maksimal.

Lalu tersiar kabar bahwa mural itu telah diblok oleh pegawai Kecamatan Bangil dengan cat berwarna coklat. Lalu menjadi viral, karena di berbagai daerah juga mengalami hal yang sama, banyak mural-mural yang dibungkam oleh pemerintah. 

Bahkan, LBH Jakarta merespon tindakan itu dengan membuat rilis pers bahwa tindakan pemerintah itu menggambarkan kemunduran demokrasi di Indonesia. 

https://www.wartabromo.com/wp-content/uploads/IMG_20210812_212239-300x182.jpg
Mural dihapus oleh pihak kecamatan Bangil. (Sumber: Istimewa)

MURAL DAN GRAFITI SEBAGAI MEDIA INTERAKSI

Dalam aksinya membuat mural di jalanan, Rama mengatakan bahwa alasannya membuat mural karena ia merasa bahagia jika karyanya bisa menyentuh hati orang. 

Ia bisa merasakan interaksi dengan warga melalui gambarnya. Beberapa kali saat membuat mural, selalu didatangi orang. Penuturan Rama, orang-orang yang datang malah selalu memberi apresiasi. 

“Kepuasannya adalah banyak orang yang mengapresiasi. Ada yang senang karena lingkungannya yang awalnya biasa saja akhirnya bisa lebih berwarna,” kata Rama. 

BACA JUGA: MENGENAL BANKSY, SENIMAN MURAL ANONIM YANG MENDUNIA

Apalagi Rama dalam berkarya, seringkali menggunakan karakter kartun. 

“Aku lebih suka ngembangin karakter kartun, karena orang mudah hafal dengan karyaku,” imbuhnya.

Karya Rama merespon konflik Palestina
Karya Rama merespon konflik Palestina. (Sumber: Rama)

Rama mengaku tidak pernah menentukan tema-tema apa saja yang akan dia gambar. Ide menggambar muncul secara spontan lalu ia tuangkan dalam karya. 

Bahkan yang berkaitan dengan kritik kondisi sosial seperti yang pernah viral sebelumnya, ia tidak bermaksud menyinggung pihak manapun.

Sebaliknya banyak orang yang justru merasa terwakili atas karya-karyanya. Belakangan ia juga membuat karya tentang empatinya terhadap rakyat Palestina. Lagi-lagi, tergerak karena spontan. 

“Sekaligus mencurahkan kata hati,” kata Rama. 

BACA JUGA: STEREOFLOW SUKSES PERCANTIK KOTA DENGAN MURAL DI 4 LAPANGAN TAMAN MENTENG

Setiap melakukan mural, Rama tidak asal coret. Ia selalu meminta izin kepada orang yang tinggal di bangunan yang menjadi sasarannya. Kecuali jika bangunan terbengkalai, ia tidak perlu izin.

“Bangunan yang terbengkalai ya sikat aja. Kalau ada orangnya, atau tembok milik orang ya izin juga. Ibaratnya, mengajukan proposal. Kalau orangnya paham seni biasanya diperbolehkan. Tapi juga sering ditolak, yasudah cari tempat lain,” kata Rama.

GRAFITI DALAM SEJARAH

Seni kuno grafiti di gua Kalimantan Timur
Seni kuno grafiti di gua Kalimantan Timur. (Sumber foto: Pindi Setiawan/abc.net.au)

Meskipun begitu, di luar sana juga banyak yang sengaja corat-coret tanpa permisi. Memang dalam sejarahnya, grafiti digunakan sebagai sarana protes. 

Para seniman dengan sengaja merusak karya orang lain dengan membubuhkan namanya untuk mengukuhkan identitasnya sebagai bentuk protes bahwa ruang publik milik mereka juga.

Di Eropa, grafiti bernada resistensi banyak terdapat di bekas reruntuhan dinding Kota Pompeii. Kebanyakan grafiti saat itu menyindir pemerintah Roma dan tuan tanah yang dianggap menghisap kesejahteraan rakyat.  

BACA JUGA: PERJALANAN SEORANG SENIMAN MURAL: DARI ‘PENERJEMAH’ KISAH HINGGA KRITIK SOSIAL

Grafiti tidak bisa dilepas begitu saja dari sejarah Kebudayaan Indonesia. Grafiti tertua Indonesia telah ditemukan di goa Lubang Jeriji Saleh, Kalimantan Timur. 

Diperkirakan dibuat pada masa paleolithikum, 40 ribu tahun yang lalu. Grafiti itu dibuat dengan teknik titik atau garis yang membentuk pohon.

Sementara itu, pada masa modern, grafiti dijadikan media komunikasi dalam perjuangan revolusioner dengan membubuhkan pesan-pesan pada sisi gerbong kereta dan mobil setelah proklamasi dikumandangkan di tahun 1945. Tujuannya untuk mengabarkan seluruh wilayah di Indonesia, bahwa Indonesia telah merdeka. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Ugik Endarto

Pegiat di Perpustakaan Jalanan Wahana Baca juga berkecimpung di Metallagi.com