Kreatif

DIVA INDONESIA ERA 1930-AN DIHADIRKAN KEMBALI LEWAT PEMENTASAN ‘KENANG-KENANGAN ROEKIAH’

Emosi bahagia, sedih, dan takut; semuanya tersampaikan sempurna di pementasan “Kenang-Kenangan Roekiah” bersama Louise Monique.

title

FROYONION.COMApa jadinya jika sosok diva Indonesia yang dahulu populer pada era 1930-an dihadirkan kembali melalui pementasan monolog yang spektakuler? Inilah “Kenang-Kenangan Roekiah” pertunjukan selama 60 menit yang dibawakan oleh Louise Monique, persembahan dari Galeri Indonesia Kaya, Sabtu (23/01) lalu.

Digelar di ruang auditorium, Galeri Indonesia Kaya, pementasan ini mengajak penonton untuk mengenang Roekiah atau karib dikenal Miss Roekiah sebagai maestro dunia musik dan perfilman di Indonesia. Melalui karya-karyanya, Miss Roekiah sukses menginspirasi dan menghibur perempuan serta generasi muda di Indonesia.

Pertunjukan “Kenang-Kenangan Roekiah” oleh Louise Monique di Galeri Indonesia Kaya, Mal Grand Indonesia, Jakarta. (Foto: Galeri Indonesia Kaya)
Pertunjukan “Kenang-Kenangan Roekiah” oleh Louise Monique di Galeri Indonesia Kaya, Mal Grand Indonesia, Jakarta. (Foto: Galeri Indonesia Kaya)

“Pekan ini kami mengajak para penikmat seni untuk mengenang sosok Diva Indonesia yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia di era kolonial. Kami ingin mengingatkan kembali para penikmat seni tentang sejarah dari Miss Roekiah yang merupakan sosok inspiratif dan berjasa bagi perkembangan musik serta perfilman Indonesia,” kata Renitasari Adrian, Program Director Galeri Indonesia Kaya.

“Miss Roekiah berhasil menginspirasi banyak perempuan Indonesia dari masa ke masa. Selain menghibur, kami harap pertunjukan di Galeri Indonesia Kaya hari ini dapat mengenalkan dan menambah wawasan para penikmat seni yang didominasi oleh generasi muda,” pungkasnya.

Lagu-lagu yang dibawakan seperti Sampai Hati, Bunga Mawar, Pulau Moetaroe dan beberapa karya lainnya menyihir penonton terhadap pesona Miss Roekiah yang ditampilkan oleh musisi Louise Monique, vokalis grup band 1950-an, Deredia. Disutradari Chriskevin Adefrid, gelaran ini juga sarat kehidupan dan perjuangan Miss Roekiah yang tenar pada masanya.

Bagaimana proses kreatif serta keseruan menarik lainnya di balik pertunjukan Kenang-Kenangan Roekiah? Yuk, simak selengkapnya di bawah ini.

PROSES RISET DAN LATIHAN YANG NGGAK MAIN-MAIN

Totalitas Louise Monique dalam memerankan figur Roekiah hingga menitikkan air mata. (Foto: Galeri Indonesia Kaya)
Totalitas Louise Monique dalam memerankan figur Roekiah hingga menitikkan air mata. (Foto: Galeri Indonesia Kaya)

Satu tantangan di balik pementasan Kenang-Kenangan Roekiah adalah melakukan riset karya dan kehidupan Miss Roekiah yang belum tentu mudah ditemukan. Diva Indonesia kelahiran 1917 itu diketahui terakhir kali diberitakan pada era 1960-an. Setelahnya, namanya seolah redup.

Untuk itu, sang sutradara, Chriskevin Adefrid, blusukan ke sana ke mari hingga mencari berbagai jurnal dan pemberitaan seputar sosok Miss Roekiah demi menghasilkan pementasan monolog yang apik bersama dengan Louise Monique.

“Jadi, kita menggali dan bergantung banget sama research paper dan kita saling cross check. Benar2 kita jadi detektif untuk menggali sejarah tentang roekiah. Dan di surat kabar aja terakhir diberitakan tuh era 60-an, bahkan makam Miss Roekiah pun juga sulit ditemukan hingga cucu dan cicitnya hampir nggak mengenali dirinya,” terangnya.

Bicara proses latihan, Louise Monique sampai-sampai rela berlatih mengeluarkan air mata saat membawakan suatu lagu ciptaan suami Miss Roekiah, Kartolo. Dalam fragmen itu, dikisahkan Miss Roekiah harus berjuang menyelamatkan dirinya yang tengah mengandung dari serbuan tentara kolonial Jepang.

Sementara fragmen lain juga menuntutnya untuk totalitas berperan sebagai istri Kartolo yang menyelipkan doa dan harapan terhadap keselamatan Miss Roekiah saat ditinggal oleh belahan jiwanya tersebut.

“Seperti tadi aku ada adegan menangis itu karena benar-benar mencintai Roekiah. Setiap mengingat bagaimana akhir hidupnya itu sangat2 sedih dan sakit sekali. Seperti lagu Pilu yg diciptakan Kartolo untuk Roekiah, itu aku rasakan sangat sakit sekali karena Kartolo benar-benar mendoakan Roekiah untuk selama perjalanannya,” tegas Louise Monique.

Meski ini kali pertama bagi Louise Monique tampil sebagai musisi sekaligus aktris, tak sama sekali raut ketidakpercayaan diri yang tampak di wajahnya. Bak aktris profesional, ia mesti lihai menghadapi tantangan dalam bermain seni pertunjukan tersebut seperti halnya momen pergantian busana.

“Kita berlatih selama seminggu dan part yang paling sulit adalah ganti baju. Seperti mengganti baju kebaya dengan kebaya yang lain. Ayo jangan sampai terlewatkan. Tantangannya lebih ke timing dan pergantian busana, sih,” katanya sambil tertawa.

SET PANGGUNG DAN SUASANA SEPERTI ERA 1930-AN

Meja rias dan tatanan pencahayaan panggung yang semakin menunjukkan kehidupan Roekiah pada era 1930-an. (Foto: Galeri Indonesia Kaya)
Meja rias dan tatanan pencahayaan panggung yang semakin menunjukkan kehidupan Roekiah pada era 1930-an. (Foto: Galeri Indonesia Kaya)

Saat penonton masuk ke dalam auditorium dan memulai menyaksikan pertunjukan, ada satu properti yang mencolok perhatian. Sebuah meja rias lengkap dengan cermin, kursi, perhiasan dan kosmetik yang dikisahkan milik Miss Roekiah.

Louise Monique mulai menunjukkan kepiawaiannya dalam tampil dan ia seolah membawa diri Miss Roekiah masuk ke dalam raganya. Ternyata segala properti tersebut bertujuan untuk mengajak penonton masuk ke dalam kamar rias Miss Roekiah. Di sana lah ia mencurahkan segala cerita tentang semangatnya untuk berkarya.

“Sebenarnya kenapa kami ambil konsep meja rias karena kami ingin menunjukkan sebuah simbol diri Miss Roekiah yang tampil jujur apa adanya,” ucapnya.

Cerita berlanjut dengan kombinasi pertunjukan monolog yang dibalut dengan lagu-lagu legendaris Miss Roekiah. Seperti halnya lagu yang menceritakan kegembiraan Miss Roekiah bisa tampil maksimal dalam pertunjukan Terang Bulan yang diceritakan berlanjut ke layar lebar dan menyebabkan namanya bisa tenar kala itu.

Ada satu kesamaan kisah yang dialami Louise Monique ketika membawakan pertunjukan ini yaitu perjuangan memperoleh restu orang tua agar bisa terjun ke dunia musik dan pertunjukan.

“Roekiah nggak boleh terjun ke dunia musik. Aku pun dulu juga sama-sama nggak dibolehin terjun ke dunia musik. Aku mau tampil, pokoknya. Seperti Roekiah ketika tidak tampil lagi di Terang Bulan, rasanya tuh hancur karena hidup Roekiah adalah tampil di atas panggung dan dia adalah seorang pementas,” kenang Louise.

Akhirnya, pementasan monolog ini berakhir bahagia dengan kehidupan asmara Miss Roekiah bersama Kartolo dan kelima anaknya. Begitu pun semangat generasi muda yang turut disampaikan Louise Monique bersama kawan-kawannya untuk mengangkat karya dari para seniman hebat nusantara pada masa lampau. (*/)

BACA JUGA: AKSI KOCAK JAKARTA MOVIN TAMPILKAN DRAMA KOMEDI TENTANG CITA-CITA & REALITA HIDUP MANUSIA

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Lukman Hakim

Penulis lepas yang menuangkan ide secara bebas tapi tetap berasas