
Gagal emang nggak enak banget. Tapi kayak obat, kegagalan yang pait punya beberapa manfaat buat perkembangan diri kita ke depannya. Apa aja sih? Simak opini kontributor kita satu ini.
FROYONION.COM - Semua orang pasti ingin mencapai tujuannya, karena itulah manusia mau berjuang. Tetapi dalam perjuangannya manusia seringkali harus menghadapi kegagalan. Mungkin bagi kita kegagalan adalah sebuah sinyal untuk berhenti berjuang, ternyata sebuah kegagalan itu ada karena untuk sesuatu yang luar biasa. Apa sih itu?
“Kegagalan”, menurut gue kata ini lumayan menakutkan buat kita. Kenapa menakutkan? Bayangin aja pas kita lagi termotivasi untuk ngelakuin apapun demi tercapainya tujuan kita. Tapi, hal yang kita sebut kegagalan ini datang secara tiba-tiba dalam proses perjuangan kita, merampas sebuah harapan kita untuk mencapai tujuan kita. Dan.. yeah, kita harus merasakan yang namanya gagal.
Gue yang lagi nulis aja ngerasa seram saat memikirkan yang namanya kegagalan. Karena sudah pasti kita sebagai manusia yang punya ambisi cenderung menghindari sebuah kegagalan.
Kenapa demikian? Karena bagi beberapa orang, kegagalan itu sebuah momok yang membuat orang itu takut untuk berjuang. Kok bisa sih? Karena bayang-bayang kegagalan itu dapat mengacaukan rencana yang akan dijalani.
Kegagalan itu efeknya bukan main-main. Kegagalan bikin orang jadi ngerasa punya penyesalan, malu, tidak berguna, dan apes. Kegagalan juga dapat menimbulkan dampak psikologis seperti stress, depresi, cemas bahkan sampai trauma.
Di samping perasaan yang tidak kita inginkan, ternyata ada sebuah sisi baik dari kegagalan tersebut. Apa saja itu?
TAHU HAL-HAL BARU
Sebelum mengalami kegagalan, kita berjuang sesuai dengan apa yang kita tahu dan kita yakini. Ternyata dengan pengetahuan dan keyakinan itu kita mengalami kegagalan.
Dengan itu kita jadi berpikir tentang pengetahuan dan keyakinan yang selama ini kita anut udah benar atau belum. Ternyata kegagalan mengajarkan kita sebuah pengetahuan dan keyakinan baru yang sebelumnya belum kita ketahui atau bahkan kita memilih untuk tidak mempercayainya.
Ada cerita soal pengalaman gue sendiri. Dulu gue orangnya kolot dan selalu merasa apa yang gue tau itu udah bener.
Sampe pada suatu saat gue mengikuti seleksi SMP favorit di kota gue, dan tentunya banyak banget yang memberikan masukan ke gue untuk mentingin kesehatan karena kesehatan juga harus disiapin sebelum ngebabat habis soal-soal tes seleksi itu.
Dari situ gue udah merasa gak perlu jaga kesehatan, kalau istirahat ya gue gak belajar lah. Akhirnya dengan sok tau, gue lakuin apa yang gue suka dan gak dengarin apa yang orang lain omongin ke gue. Terdengar ambis dan egois banget gue saat itu.
Ternyata hasilnya bad ending, gue akhirnya gak lolos seleksi SMP favorit yang gue idam-idamkan sejak kelas 2 SD itu. Dan jujur karena kejadian itu gue masih merasakan penyesalan sampai detik ini.
Tetapi di sisi lain gue jadi tahu pentingnya kesehatan di samping berusaha untuk belajar. Dan mulai saat ini gue jadi menerapkan yang namanya study-life balance, adaptasi dari work-life balance yang lagi ngetrend akhir-akhir ini.
MENGUATKAN
Percayalah kalau kegagalan itu rasanya sakit, gak ada kegagalan yang enak. Sebuah kegagalan itu bahkan tidak jarang menimbulkan luka.
Tetapi dengan sakit dan luka yang kita rasain, kita bakal ngerasa lebih kuat.
Berbeda dengan orang yang cenderung melakukan kecurangan supaya terhindar dari kegagalan. Ketika mereka bener-bener mendapatkan kegagalan itu, mereka tidak kuat karena tidak terbiasa dalam menyikapi sebuah kegagalan.
Ada sebuah cerita tentang dua sahabat yang sedang melakukan seleksi CPNS, dua sahabat itu gue namain Raka dan Febri. Raka adalah orang yang curang, dia bakal memanipulasi apa aja supaya dia gak gagal dalam seleksi tersebut. Beda dengan Febri yang mempersiapkan semuanya dan berusaha jujur dalam seleksi itu.
Hasilnya Raka lolos CPNS karena hasil kecurangan itu dan Febri akhirnya tidak lolos dalam seleksi itu. Realistis aja lah, masa udah curang malah gak lolos sih?
Tapi nih, Febri bener-bener menyikapi kegagalan dengan baik. Febri akhirnya membuat momen kegagalan tersebut sebagai latihan ‘otot’ kemampuan bertahan hidupnya, secara gak langsung Febri menjadi lebih kuat dalam menjalani hidup meskipun di masa depan mungkin bisa saja dia menghadapi kegagalan berikutnya.
Meskipun Raka lolos dan menikmati posisinya sebagai PNS alias menantu idaman nih, Raka mendapatkan sebuah cobaan selama bekerja. Karena dia sering banget curang dalam menghadapi persoalan akhirnya dia takut sama kegagalan, dia gak kuat dalam menghadapi itu secara jujur. Lalu dia mengalami kegagalan pertamanya dan dia merasa depresi karena kegagalan itu.
Dari cerita Raka dan Febri yang gue ceritain di atas, kita dapat menyimpulkan kalau selama kita hidup kita diberikan sebuah kegagalan untuk membentuk sebuah mental resilience atau kekuatan mental kita. Membentuk mental resilience tentunya gak enak rasanya, karena hidup itu mustahil buat enak terus tanpa merasakan sebuah perasaan yang membuat gak nyaman pada diri kita.
MAKIN BIJAK
Kegagalan dapat membuat kita jadi bijaksana? Kok bisa?
Sebelumnya gue udah bahas kalau kegagalan dapat merubah keyakinan kita dan membuat lebih 'tahan banting' dalam menjalani hidup. Kali ini kenapa kegagalan bisa bikin kita lebih bijaksana?
Sebenarnya kegagalan itu bukan sekedar karena kesialan kita, tapi kegagalan pun juga ada penyebabnya. Apakah kita udah mengambil sebuah keputusan atau langkah dengan baik? Apa kita mengambil hal tersebut atas dasar emosi atau perasaan aja?
Kalau kita mengambil keputusan berdasarkan emosi perasaan kita, itu bakal menimbulkan resiko terjadinya kegagalan. Karena emosi perasaan itu sendiri hanyalah rasa yang sementara, kadang tidak relevan sama apa yang sebenarnya kita inginkan. Sehingga kalau ingin lebih baik dalam mengambil keputusan, kita harus lebih bijaksana. Dan kebijaksanaan itu bukanlah sebuah produk instan yang bisa didapatkan dalam semalam, perlu trial and error untuk mendapatkannya.
MASUKAN
Dalam mengembangkan diri termasuk skill atau pengetahuan dan lain sebagainya, kita harus mempunyai mentor. Nah kenapa sih kita harus membutuhkan mentor untuk pengembangan diri kita? Jadi fungsi mentor itu sebagai pemberi feedback dan mengukur sejauh mana kemampuan kita.
Nah sebenarnya siapa mentor terbaik kita?
Jawabannya adalah pengalaman kita sendiri, terutama pengalaman saat kita gagal. Seperti apa yang orang lain bilang kalau "pengalaman adalah guru dari kehidupan".
Saat kita berusaha untuk mencapai goals kita, kegagalan berperan sebagai mentor kita. Dengan kegagalan kita bisa tau mana yang salah dan mana yang bener untuk kedepannya. Proses kegagalan itu memang harus kita rasakan kalau kita mau mengembankgan diri.
Gue tegasin sekali lagi, pengembangan diri itu perlu sebuah pengorbanan buat merasakan kegagalan. Dengan kegagalan kita bisa merenungkannya dan merefleksikannya. Emang buat apa sih merenung dan refleksi? Ya biar kita bisa tahu mana saja yang salah, dan apa aja yang perlu kita lakuin untuk usaha kedepannya.
Intinya, di balik kegagalan yang menyeramkan itu ternyata mempunyai sisi baiknya. Dengan kegagalan kita bisa menemukan pengetahuan dan keyakinan yang baru, dapat menumbuhkan mental resilience kita, membuat kita semakin bijak, dan sebagai feedback atas usaha kita.
Apalagi kita sebagai anak muda, harus menghabiskan jatah gagal kita. Jatah gagal itu maksud gue adalah harus sering-sering trial and error, harus sering mengambil resiko. Biar apa? Ya biar kita bisa memetik ilmu dari pengalaman kita sendiri.
Apalagi di masa kayak ini belum punya banyak tanggungan dan masih punya waktu untuk mencoba, jangan rebahan terus dan mulai coba buat berani ambil resiko. Jangan takut gagal!
Jadi, apa lo udah belajar dari kegagalan, Civs? (*/)