Stories

MOCHTAR SARMAN: “PEGIAT INDUSTRI KREATIF HARUS TERBUKA DAN MAU BERKOLABORASI”

“Kadang ada yang nggak ngerti bisnis tapi karyanya bagus, maka bermitralah dengan partner yang tau cara memasarkan secara luas.”

title

Industri kreatif di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Mochtar Sarman yang pernah menjadi Country Director Walt Disney di Indonesia ini memiliki pandangan yang unik tentang industri kreatif. Keterbukaan serta kolaborasi perlu dimiliki oleh pegiat kreatif lokal agar bisnis bisa maju seperti Walt Disney.

FROYONION.COMIndustri kreatif yang sedang berkembang khususnya di Indonesia, telah banyak mencetak kreator-kreator muda. Khususnya di bidang animasi, talenta lokal Indonesia sudah banyak yang berkarya hingga ke luar negeri dan mampu membanggakan tanah air tercinta kita.

Bagi yang telah menekuni dunia kreatif, khususnya di bidang animasi, pasti tidak asing lagi dengan figur Mochtar Sarman, ia telah bekerja untuk Walt Disney Indonesia selama lebih dari 21 tahun. Mengawali kariernya sebagai Creative Manager pada tahun 1997, ia kemudian diberikan tanggung jawab lebih untuk menjadi Country Director Walt Disney untuk Indonesia.

Selain itu, Ia juga merupakan seorang seniman lukis yang karyanya telah banyak ditampilkan di berbagai pameran seni di Indonesia. Ia diketahui sebagai pelukis Indonesia pertama yang menerapkan teknik Augmented Reality (AR) pada karyanya, dan juga karya terbaru dibuatnya dengan teknik Chromadepth, yang akan memberikan “kejutan” jika dilihat dengan kacamata 3D.

Mengawali pendidikan tinggi dengan jurusan Industrial and Product Design, dan setelah lulus kemudian melanjutkan S2 di bidang Business Administration, Mochtar Sarman mengatakan bahwa seorang desainer tidak hanya harus kreatif, tetapi juga harus mampu untuk memasarkan karyanya sesuai target pasar masing-masing.

“Ya setidaknya nyambung juga lah ya, sebagai desainer harus tau dong bagaimana menjual lukisannya, dan memang benar, waktu saya di Disney terakhir-terakhir itu ya kebanyakan pendidikan saya di business-nya itu yang dipake.” ujarnya.

Mochtar mengatakan, bahwa dorongan ayahnya juga yang akhirnya membuat ia mengambil jurusan bisnis untuk S2. Ia mengatakan juga bahwa orang tua perlu mendukung minat dan bakat anak-anaknya. Terlebih, Mochtar sudah memiliki minat di dunia kreatif sejak kecil, dan sering mengikuti lomba-lomba yang berkaitan dengan seni dan kreatif.

 

ASAH DIRI DI WALT DISNEY

Pada tahun 1998 ketika krisis moneter terjadi di Indonesia, kantor Walt Disney di Jakarta ditutup. Ia ditarik ke Singapura untuk me-manage bisnis Walt Disney Indonesia di negara tersebut selama 6 tahun. Hingga pada tahun 2004 ia ditugaskan untuk membuka kembali kantornya di Jakarta.

Disney is a very good company, awalnya kita mau cari pengalaman 5 tahun, malah jadi 10 tahun, 10 tahun eh malah jadi 20 tahun.” lanjutnya dengan tertawa.

Kemudian, ia menceritakan background singkat dari figur Walt Disney.

“Walt Disney sendiri adalah orang yang kreatif, tapi yang mind-blowing dari Walt Disney sebagai kreator adalah dia tidak bekerja sendiri. Mungkin banyak yang tidak tau kakaknya Walt Disney, Roy O. Disney, yang membesarkan Disney sebenarnya dari segi perusahaan adalah kakaknya. Walt berfokus sebagai kreator, Roy itu me-manage perusahaan, dari segi budget dan aspek bisnis lainnya.”

Mochtar melanjutkan ceritanya tentang sosok Walt dan Roy Disney. Pada saat itu, Disney merupakan perusahaan yang sudah cukup besar. Namun, impian besar lainnya yang Walt ingin wujudkan adalah dengan membangun Disneyland. Karena membutuhkan modal yang cukup besar, Disney Brothers memutuskan untuk meminjam modal ke beberapa bank, namun tidak ada yang membuahkan hasil.

Hingga pada akhirnya, sebuah perusahaan yang bernama ABC (American Broadcasting Company), setuju untuk meminjamkan modal kepada Disney Brothers, tentunya dengan adanya jaminan utang yang harus lunas dalam kurun waktu 15 tahun. 

Berkat kerja keras Walt sebagai kreator, dan Roy sebagai pebisnis handal, mereka mampu untuk membayar utang hanya dalam waktu 6 tahun. Gilanya lagi, pada tahun 1996, ABC pun akhirnya dibeli oleh Disney. MIND BLOWING!

“Jadi, it’s a very good combination to have in a company (ini sebuah kombinasi yang sangat baik dalam sebuah perusahaan -pen), apalagi untuk kreator-kreator muda, Anda harus punya partner, atau tim yang menangani bisnis. Ini yang bener-bener saya pelajari dari Disney selama 21 tahun, di perusahaan kami dituntut selalu berkreasi, dan Disney sangat menghargai ide-ide yang gila, apakah itu dalam bentuk produk, atau dalam bentuk bisnis, kita coba dong. Coba menjadi kreatif dengan angka-angka, dengan metode, coba menjadi kreatif dalam menjual produk.”

Menurutnya lagi, Disney adalah kombinasi antara creative dan people. Dalam setiap departemen atau bidang, baik di finance, legal, atau operation, setiap manusianya perlu untuk berpikir kreatif. Budaya perusahaan Disney di setiap negara di dunia itu sama, tetapi setiap negara memiliki local flavour masing-masing, dan itu yang menjadikan setiap individu yang bekerja di Disney menjadi unik.

“Saya juga sama ketika menjadi desainer, tapi karena saya mempunyai background di bisnis dan saya orangnya ingin ‘mencoba’, saya diberi kesempatan untuk mencoba di divisi lain. ‘Coba deh Mochtar handle di new business development’, ternyata oke. Jadi, mereka interested in people (tertarik pada manusia – pen), ‘Oh, ternyata si Mochtar bisa nih ngerjain ini’, lama-lama diberikan tanggung jawab yang lebih besar lagi, akhirnya diberikan kesempatan ‘Okay Mochtar, you are ready, coba buka office di Indonesia’.” tuturnya.

Baginya, seorang individu harus mampu untuk mencoba tantangan dan persistent dalam menjalaninya. Sebuah kultur positif yang ada dan dijalankan di sebuah perusahaan nyatanya mampu membentuk seseorang untuk berkembang dan mampu menerima tantangan. Hal seperti ini yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang kreatif, untuk mampu mendorong sumber daya manusianya agar berani mencoba hal baru dan mencetuskan ide-ide kreatifnya.

Ada satu cerita lagi tentang bagaimana Disney menghargai ide-ide dan kemauan untuk mencoba. Mochtar membagikan pengalamannya ketika ia mengusulkan sebuah konsep kolaborasi antara salah satu perusahaan larutan penyegar di Indonesia dan Disney itu sendiri. Ia berpikir, ketika anaknya meminum larutan penyegar itu tidak pernah habis karena porsinya yang terlalu besar. Ia mengusulkan kepada Disney agar license karakter-karakter seperti Mickey Mouse dapat dipakai di botol larutan penyegar dan ukuran botol yang lebih kecil agar tetap habis ketika dikonsumsi oleh anak-anak.

“Saya punya ide mau bikin license larutan penyegar cap kaki tiga dengan karakter Mickey, tapi setengah size. Kalengnya kaleng kecil, belum ada waktu itu. Jadi saya lempar ide ini pada produsen larutan penyegar, mereka suka, tapi saya harus meyakinkan Disney, harus minta approval nih sama Disney. Gimana cara nerangin larutan penyegar ke orang bule?”

Bagi masyarakat Indonesia, sudah menjadi hal yang umum meminum larutan penyegar untuk mengobati panas dalam. Lucunya, ide yang mungkin terdengar “aneh” di telinga orang luar negeri ini tetap dapat terdengar menarik bagi mereka. Alhasil, dengan kultur perusahaan yang mau mendengar ide-ide dan juga kegigihan Mochtar untuk meyakinkan mereka, maka ide tersebut dapat terealisasikan dan larutan penyegar itu kini dapat kita jumpai di berbagai minimarket dan outlet-outlet kelontong lainnya.

“Tapi akhirnya mereka mau mencoba. Balik lagi, willing to try, ini hal yang baru, mereka menghargai kreativitas manusia, ternyata desain ini sangat sukses dan menjadi salah satu pilar bisnis kita di Indonesia, dan menjadi cerita sukses untuk negara lainnya caranya menggunakan cita rasa atau budaya lokal untuk mengembangkan bisnis,” lanjutnya.

 

BERPIKIR BESAR

Mochtar bercerita, setelah 21 tahun lamanya ia berkarier di Disney, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dan mencoba hal baru.

“Kebetulan, saya dipanggil oleh Pak Erick (Erick Thohir) untuk membantu beliau di Asian Games. Jadi, saya punya alasan kuat lah untuk meninggalkan Disney. Alasannya cukup bagus lah ya karena bapak saya itu dulunya atlet Asian Games tahun 1965, jadi ada ikatan emosional lah untuk saya bergabung, tetep juga memfokuskan di merchandise untuk Asian Games,” jelasnya.

Sekarang ia membangun usahanya sendiri, menjadi IP (Intellectual Property) Creator, membangun brand apparel “Juara”, terlibat dalam beberapa proyek seperti film “Satria Dewa Gatotkaca”. Ia juga menangani hal yang berkaitan dengan licensing seperti kartun BoboiBoy, dan juga untuk Mola TV.

“Jadi, setelah sekian lama di desain, saya memutuskan untuk belajar melukis sendiri. 2013 saya coba melukis.”

Ia belajar melukis secara otodidak, dan menurutnya, kegiatan itu menjadi salah satu cara untuk menangani tekanan kerja. 

“Akhirnya kebanyakan melukis, kanvas banyak, istri saya di rumah sudah ngoceh, ‘Kanvas banyak mau diapain?’ saya coba iseng-iseng ke pameran, ehhh ada juga yang mau beli. Ya lumayan lah ya.”

Berawal dari keisengan itu, karya-karya Mochtar sudah banyak yang masuk dalam pameran seni di Indonesia, dan menariknya, ia menggunakan berbagai teknik lukis yang belum banyak diterapkan oleh penggiat seni di Indonesia.

“Saya rasa, untuk bersaing harus terus keep updated dengan tren, kemudian harus selalu belajar dan pikiran harus terbuka, dan yang penting juga harus mengerti tentang commercialization.”

Menurutnya, komersialisasi menjadi poin yang penting bagi pegiat bisnis. Masih banyak desainer dan pelaku-pelaku seni lainnya di Indonesia yang belum terbuka untuk komersialisasi. 

Ia juga menambahkan bahwa produk-produk yang dihasilkan sudah bagus tetapi karena kurang fokus untuk komersialisasi, lantas karya tersebut tidak sesuai dengan market yang ada. Apakah produk tersebut terlalu mahal, atau metode distribusinya yang kurang cocok. Maka perlu adanya kolaborasi dengan individu-individu yang mengerti sisi bisnis.

“Kadang ada yang nggak ngerti bisnis tapi karyanya bagus, maka bermitralah dengan partner yang tau cara memasarkan secara luas.”

Kembali ia menambahkan, bahwa di dunia yang serba digital ini seorang pelaku seni harus selalu terbuka dengan peluang-peluang kolaborasi dan punya pandangan yang besar dan luas terhadap karyanya.

Untuk dunia perfilman, khususnya animasi, Mochtar menilai bahwa industri animasi akan berkembang besar juga dengan dukungan platform yang semakin beragam. Indonesia sendiri memiliki talenta-talenta dan produksi yang tidak kalah dibandingkan negara-negara tetangga.

Mochtar berkata bahwa di Singapura pun banyak perusahaan yang mempekerjakan animator-animator lokal Indonesia. Menurutnya, talenta kita siap untuk diadu di kelas internasional, karya-karya animator lokal kita pun sudah berkembang pesat dan mulai diapresiasi oleh negara lain, senada dengan film-film lokal lainnya.

The future is bright, balik lagi, kita perlu dukungan dari pemerintah, bukan hanya di animasi, tapi di industri kreatif pada umumnya ya. Kita perlu support dari mereka, bukan hanya dari segi networking, tapi juga membuka kesempatan-kesempatan khususnya di pemerintahan BUMN dan sebagainya supaya memakai SDM lokal.”

Untuk Mochtar Sarman, ke depannya ia akan menjalankan proyek-proyek yang tentunya masih seputar dunia kreatif. Lalu ia juga akan mengembangkan brand “Juara” miliknya agar mampu menjalar ke cabang olahraga lain selain sepak bola. Tegasnya, ia akan terus “do exciting work” untuk proyek-proyek ke depannya, dan hopefully suatu hari akan go international.

Satu kalimat oleh Mochtar Sarman, “Kita jangan jadi tukang jahit doang di sini, kita harus punya brand.

Sebuah pesan dibagikan oleh Mochtar Sarman: “Terus lakukan hal yang baik, terus lakukan hal yang baru, tapi juga tetap harus think big. Kita kebanyakan mikirnya masih terlalu kecil, mentalnya harus diperkuat. Balik lagi, think big itu kalau kita mau wujudkan mimpi, maka kita juga harus banyak kolaborasi dan terus belajar.” (*/ Garry)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Garry

Content writer Froyonion, suka belajar hal-hal baru, gaming, dunia kreatif lah pokoknya.