Esensi

'WAKTU AKAN MENYEMBUHKAN': BENERAN ATAU TOKSIK SEMATA?

Lo setuju ga sama quotes ‘waktu yang nantinya akan menyembuhkan’? coba pikir, beneran menyembuhkan atau malah bikin kita menolak untuk validasi emosi kita?

title

FROYONION.COM - Seumur kita hidup, pasti kita sering banget mengalami saat-saat yang ambyar kayak patah hati, kecewa, sedih, marah yang gak bisa diungkapkan atau kehilangan sesuatu yang kita sayangi. Dan mungkin, perasaan ini nggak hilang dengan sebentar. Barangkali lo butuh waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk kembali pulih dan bangkit lagi. 

Lo pasti pernah denger kata-kata waktu yang nantinya akan menyembuhkan. Mungkin dari temen lo, keluarga ataupun di konten-konten media sosial. Kata-kata ini biasanya diucapkan atau ditujukan ke orang yang bersedih dengan niat menenangkan. Banyak dari kita yang menganggap kalo luka dan kesedihan akan hilang seiring waktu dengan sendirinya.

Tanpa sadar, banyak juga dari kita yang lebih memilih menunggu penyembuhan dari sang waktu, alih-alih mencoba memahami perasaan terluka, sedih, marah, kecewa ataupun kehilangan lalu melakukan penerimaan.

Cepat atau lambat semua akan berlalu dan berganti yang baru, begitu kata orang-orang. Tapi sayangnya kalimat ini engga sepenuhnya bener loh. Menurut gue, ketika kita meyakini kata-kata ini secara bulat, kita jadi berserah diri sama waktu. Padahal kita perlu memproses semua emosi ataupun luka yang lagi kita alamin.

Contohnya nih ya, lo punya luka di kulit dan lo diemin aja tanpa diobati. Yah, memang mungkin bisa sembuh seiring waktu tapi tetap nggak menjamin terhindar infeksi dan bisa aja berakibat tambah parah. Beda halnya dengan lo yang sadar bahwa lo punya luka dan akhirnya lo obati, maka persentase kesembuhan lo jadi jauh meningkat, kan. 

Kalo menurut gue sih, istilah yang lebih tepat itu waktu tidak menyembuhkan, tapi penyembuhan memerlukan waktu. Hal ini disebabkan ada banyak tahapan dalam penerimaan kesedihan. Kita gak bisa denial terus akan permasalahan dan membiarkan berlarut-larut karena keyakinan naif ‘ah seiring waktu juga baik-baik aja’.

Seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross menulis teorinya tentang lima tahap kesedihan dalam buku yang berjudul On The Death and Dying (1969). Lima tahapan ini adalah penolakan (denial), marah (anger), menawar (bargaining), depresi (depression), dan tahap akhir adalah tahap kita mencapai keikhlasan yaitu penerimaan (acceptance).

Pada awalnya, teori ini dikenalkan oleh Kubler-Ross untuk menggambarkan kondisi saat seseorang mengalami kehilangan. Namun seiring waktu, tahapan ini juga menjelaskan kondisi dimana seseorang mulai mengalami cobaan atau mendapat berita buruk yang mengguncang psikologisnya. 

Meski teori ini cukup populer, tapi banyak juga yang merasa kalo teori ini bersifat subjektif dan prosesnya bisa jadi berbeda-beda antar individu. Hal ini disebabkan oleh keunikan tiap individu yang memiliki watak, kepribadian dan sifat yang berbeda, sehingga seringkali tahapan-tahapan ini tidak terjadi dalam urutan yang sama persis.

Meski begitu, semua fase kesedihan tetap harus mencapai fase penerimaan (acceptance). Melalui penerimaan dan mengikhlaskan, seseorang dapat mulai bangkit dan mencapai pemulihan meski membutuhkan waktu. 

Berikut adalah tahapan-tahapan kesedihan yang dikemukakan oleh Elisabeth Kubler-Ross:

1. Penyangkalan (denial)

Penyangkalan adalah kondisi dimana lo melakukan penolakan atas permasalahan yang terjadi dalam hidup. Kalo lo dalam fase ini, lo akan cenderung menolak dan meyakinkan diri bahwa semuanya baik-baik saja meski lo tahu ada sesuatu yang sedang terjadi. Penyangkalan menjadi mekanisme pertahanan yang dilakukan karena individu tidak sanggup menghadapi emosi negatif yang datang. 

Mekanisme pertahanan diri dengan penolakan memang umum dilakukan. Banyak yang berpendapat bahwa fase ini juga berperan dalam membantu memproses emosi yang datang secara perlahan. Meski begitu penyangkalan tidak boleh dilakukan terus menerus karena akan menghambat seseorang dalam penerimaan.

2. Marah (anger)

Ketika lo melakukan penyangkalan, maka lo akan berusaha menekan semua emosi yang datang. Tahap marah (anger) akan timbul sebagai perwujudan dari melampiaskan semua perasaan sedih, terluka dan kecewa dalam bentuk kemarahan dengan cara yang keliru. Individu gak akan mampu selalu menekan semua emosi negatif yang datang dan akhirnya melampiaskan amarah pada hal-hal di sekitarnya.

Dalam hal ini, yang menjadi sasaran bisa saja keluarga, teman, hewan peliharaan atau bahkan benda mati sekalipun. Seseorang yang berada di tahap ini kesulitan berpikir logis dan membutuhkan waktu untuk dapat mengendalikan emosi yang dirasakannya.

3. Menawar (bargaining)

Pada fase ini, lo akan merasakan rasa penyesalan. Tapi di sisi lain, lo juga akan berusaha mengambil kendali dalam hidup. Akhirnya, lo akan mulai berandai-andai dan memikirkan berbagai kemungkinan seandainya lo ambil jalan lain. Lo pun mulai menawar-nawar karena masih nggak sanggup menghadapi permasalahan dan semua emosi negatif yang datang

Buat lo yang patah hati karena baru diputusin doi, lo mungkin akan berpikiran “Ah, seandainya aja dulu gue memperlakukan dia lebih baik lagi, pasti gue nggak putus,” 

4. Depresi (depression)

Eits, tahap depresi yang dimaksud bukan gangguan mental depresi ya. Pada tahap depresi ini lo akan merenung. Lo gak lagi menolak dan menghalau semua emosi yang datang, melainkan merenungkan dan mulai merasakannya. Meski prosesnya gak mudah, tapi pada tahap ini lo akan mulai kembali pada realita.

Pada tahap ini mungkin seseorang mengalami rasa putus asa karena kesedihan yang memuncak. Tapi ini adalah hal yang wajar, sebab termasuk respon alami dalam merasakan kesedihan. 

saat dalam fase depresi, seseorang yang menghadapi kesedihannya dengan baik dapat dengan mudah melakukan penerimaan. Namun tidak semua orang memiliki tingkat ketahanan yang baik, jadi kalo lo atau mungkin orang yang lo kenal berlarut-larut dalam fase ini, segera cari bantuan profesional ya.

5. Penerimaan (acceptance)

Tahapan yang kelima adalah penerimaan. Pada tahap ini lo akan menerima realita yang ada, sekalipun menurut lo itu adalah realita yang buruk. Lo juga mulai memahami dan memaknai permasalahan itu. 

Tahap penerimaan nggak selalu tentang melupakan sepenuhnya, tapi lo telah belajar dan memberi arti atas permasalahan itu. Pada tahapan ini, lo mulai mampu untuk bangkit kembali dan melanjutkan hidup. Lo kembali merasakan berdaya dan mampu untuk mengatur hidup lo sendiri. 

Tahap inilah yang sering dimaknai orang-orang sebagai kesembuhan.

Yap, seperti yang gue tulis tadi, barangkali tiap orang memiliki proses yang berbeda-beda dan nggak selalu terjadi dalam urutan yang sama persis. Tapi dengan mengetahui teori ini, lo akan terbantu untuk memvalidasi perasaan dan bisa bertahan dari permasalahan yang dihadapi.

Tiap orang punya ketahanan psikologis dan waktu penyembuhan yang berbeda, tentunya asal kita berusaha keluar dari kubangan masalah itu. Itulah yang gue maksud bahwa waktu tidak menyembuhkan, tapi penyembuhan memerlukan waktu. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Kal

Seorang gadis sederhana dengan pikiran ruwet. Punya kecanduan sama film serta buku.