Books

TSUNDOKU: MEMBELI BUKU TANPA MEMBACANYA. APAKAH LO SALAH SATUNYA?

Membaca buku memang mengasyikkanl. Namun, ada juga yang cuma membeli buku terus-menerus dan tidak pernah membacanya. Are you a reader or a collector?

title

FROYONION.COM - Katanya buku adalah jendela dunia, kata-kata ini pasti udah nggak asing lagi kan? Gue termasuk orang yang tumbuh dari gemar membaca sedari SMA. Ya walaupun bisa ditebak kalau buku-buku yang sering dibaca tentunya bukan buku pelajaran, tapi malah novel-novelnya Raditya Dika yang saat itu lagi booming banget. Di tengah masa remaja yang gue habiskan dengan bimbel dan ekskul, novel-novel bang dika bisa memberikan warna dan sangat menghibur di kala itu, sampai akhirnya gue nggak pernah ketinggalan informasi untuk setiap jadwal launching buku terbarunya. 

Banyak alasan dan berbagai keperluan mengapa akhirnya seseorang bisa gemar membaca buku. Beberapa merasa buku bisa mengantarkannya ke berbagai dunia dan menjelajahi ruang emosi dan imajinasinya sendiri. Membaca buku juga bisa memberikan lo perspektif baru, pengetahuan, atau bahkan sekedar memberikan perasaan takjub dan bahagia, seperti yang gue rasakan, Civs.

Namun, semakin bertambah dewasa malah semakin sedikit waktu yang kita punya, sampai akhirnya antrean bacaan malah mandeg. Boro-boro baca buku, bergerak untuk beres-beres kamar aja rasanya mager banget kalau dilakukan sepulang kerja. Di hari minggu maunya malah rebahan atau cuma nonton netflix seharian, tau-tau sudah masuk hari senin lagi deh. Jika dibuat grafik, niat membaca buku terjun bebas ke angka 0, sedangkan keinginan membeli buku selalu bertambah kuat tiap bulannya, entah karena ada edisi terbatas atau sekedar nggak mau ketinggalan promo awal bulan. Yang penting beli dulu aja, urusan baca bisa belakangan. Begitu kan Civs prinsipnya?

Ternyata kebiasaan ini punya istilah tersendiri, Civs. Dalam bahasa jepang, kebiasaan ini disebut tsundoku. Banyak terjemahan dalam mengartikan istilah tsundoku ini. Namun, mengacu pada artikel yang di unggah BBC, dapat disimpulkan kalau tsundoku adalah kebiasaan membeli bahan bacaan (buku, e-book, majalah, dan lain-lain) dan menjadikannya tumpukkan yang tidak pernah dibaca. 

Apakah lo juga termasuk kaum yang melakukan tsundoku ini? Kalau iya, jangan panik, Civs. Tsundoku ini nggak selalu punya stigma negatif kok. Sangat wajar kalau akhirnya banyak hal-hal yang menyebabkan kita berhenti membaca buku, diantaranya: bisa jadi lo nggak punya cukup waktu dan komitmen lagi seperti saat masa remaja, hilangnya interest sama genre buku tersebut, atau sebenarnya dari awal lo cuma fomo doang nih supaya bisa tetep catch up sama trend masa kini. 

Buat sebagian orang, kebiasaan ini bisa aja menimbulkan beberapa kerugian. Nah yang gue rasakan, kerugian itu bisa dalam bentuk materi dan ruang. Coba aja hitung inventory cost dari buku-buku yang belum terbaca, kira-kira jumlahnya bisa dipakai untuk bertahan hidup selama dua minggu terakhir di kota rantau. Belum lagi masalah tempat kalau buku yang dibeli masih berupa buku fisik. Sekedar menuh-menuhin lemari dan jadi aksesoris, buat apa juga bukan? Buku juga pada akhirnya jika disimpan terlalu lama akan mulai menguning, belum dibaca sudah keburu rusak deh. Berdebu, dingin, dan tak tersentuh.

Yang sangat mengganggu adalah ketika kita sampai punya perasaan bersalah tak karuan waktu melihat buku-buku ini masih rapi di tempatnya, lengkap dengan pembatas buku yang tersimpan di halaman depan. Sebenarnya sah-sah aja kalau lo masih merasa nyaman dan nggak ada masalah dengan situasi ini, tapi jika mau diperbaiki dan mau mencoba keluar dari tsundoku, lo bisa simak beberapa tips di bawah ini ya, Civs. 

BUAT JADWAL MEMBACA SECARA RUTIN 

Untuk menyelesaikan semua tumpukkan buku yang terbengkalai, tentu bukan dengan sistem kebut semalam. Sebaiknya coba buat aktifitas membaca menjadi kegiatan yang rutin dilakukan setidaknya satu hari sekali. Langkah pertama, coba pilih waktu yang cukup nyaman agar kegiatan membaca pun jadi lebih santai dan fokus. Misalnya, coba luangkan waktu untuk membaca di 20 menit terakhir sebelum tidur atau bisa juga menyempatkan bangun lebih pagi. Biasanya suasana subuh masih terasa hening dan sangat nyaman untuk mulai membangun fokus dengan membaca buku yang lo suka. Nggak perlu berlama-lama, mulai dulu aja dengan durasi yang singkat agar rutinitas ini tidak terasa begitu berat. Kalau sudah terbiasa, sedikit demi sedikit lo bisa mulai menambahkan waktunya.

ATUR BUDGET DAN BATASAN DALAM MEMBELI BUKU

Biasanya pemborosan diawali dari pengeluaran tanpa budgeting dan goals tertentu. Kalau lo biasanya menerapkan aturan limitless setiap beli buku, kali ini coba tentukan budget. Jika budget tersebut sudah habis dipakai di bulan itu, tandanya lo juga harus stop untuk membeli buku yang lain. Kalau cara ini dirasa masih kurang jitu, lo bisa menambahkan aturan lain, seperti dilarang membeli buku baru sebelum menyelesaikan 1-2 buku. Jika sudah tercapai, lo baru boleh belanja buku dengan jumlah yang sama. Anggap aja kalau ini sebagai reward karena udah menyelesaikan beberapa buku. Nah, kegiatan membaca pun jadi lebih asyik bukan?

SLOW DOWN, JANGAN TERBURU-BURU

Kegiatan belanja memang sangat menyenangkan, Civs. Bukan hanya untuk perempuan, bahkan laki-laki pun bisa kehilangan kendali ketika hunting sesuatu yang memang sangat diminati, tapi hal ini bisa disiasati kok. Ketika lo memutuskan untuk belanja buku di offline store, biasakan untuk coba membaca isinya terlebih dahulu, sekitar 10-15 halaman saja untuk menentukan apakah lo benar-benar tertarik dengan isi buku tersebut. Hal ini bisa meminimalisir perilaku impulsive buying yang biasanya kita lakukan karena tertarik dengan sampul yang lucu atau harganya yang murah.

JUAL ATAU DONASIKAN

Kalau ada beberapa buku yang sudah nggak diminati sama sekali, lo bisa coba donasikan buku-buku tersebut ke beberapa komunitas buku. Bisa jadi barang yang terlihat nggak dibutuhkan lagi masih bisa jadi sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain. Nah, lo bisa mulai dengan menyortirnya terlebih dahulu, Civs. Pilih buku yang memang masih layak baca ya.

Mau cara yang lebih simpel lagi? Cukup posting foto buku-buku tersebut di media sosial dan jangan lupa berikan ulasan untuk menarik perhatian. Kalau kepepet banget nih, buku-buku ini bisa lo jual dengan harga yang disesuaikan dengan kelayakannya. Di sini lo bisa mainkan trik tawar-menawar ya, Civs. Jangan mau banting harga jika memang buku itu sangat bersejarah dan masih seperti buku baru. Dengan cara ini, selain mengosongkan ruang, lo juga bisa menambah uang saku.  

Gue sendiri sudah mulai menerapkan tips-tips di atas dan merasakan beberapa manfaatnya. Dengan begitu hidup menjadi lebih lapang dan lega karena nggak menumpuk banyak barang di sekitar lo. Yuk cobain mulai besok! (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

E. Nur Badriah

Seorang taurus dan babu dari seekor kucing persia